SUKABUMIUPDATE.com - Maraknya perundungan di sekolah yang terjadi di Indonesia, membuat kasus bullying semakin disorot berbagai media. Apalagi, maraknya informasi di media sosial terkait bullying, membuat masyarakat lebih terbuka dan aktif beropini.
Beberapa kasus perundungan membuat korbannya trauma bahkan hingga meninggal dunia akibat adanya kekerasan dalam bullying. Hal ini tentu menjadi topik yang selalu ramai disorot, terutama di dunia pendidikan.
Para orang tua banyak yang merasa khawatir jika anaknya jadi korban perundungan. Oleh sebab itu, orang tua dan tenaga pendidik harus aktif mengaplikasikan enam cara mengatasi bullying menurut UNICEF (United Nations Children's Fund).
Baca Juga: 10 Ciri-Ciri Anak Perempuan Kurang Kasih Sayang Ayah, Kamu Salah Satunya?
Berikut cara mengatasi agar perundungan atau bullying tidak terjadi pada anak di sekolah maupun di luar sekolah, menurut UNICEF:
6 Cara Mengatasi Bullying di Sekolah
1. Didik Anak Tentang Perundungan
Begitu mereka mengetahui apa itu bullying, anak akan dapat mengidentifikasinya dengan lebih mudah, baik ketika itu terjadi pada dirinya atau orang lain.
2. Bicaralah Secara Terbuka dan Sering Kepada Anak
Semakin sering mengajak anak berbicara tentang perundungan, mereka akan semakin nyaman memberi tahu orang tua, jika mereka melihat atau mengalaminya.
Hubungi anak setiap hari dan tanyakan tentang waktu mereka di sekolah dan aktivitas mereka secara online, tidak hanya bertanya tentang sekolah dan aktivitas mereka, tetapi juga tentang perasaan mereka.
3. Bantu Anak Menjadi Panutan yang Positif
Ada tiga pihak terkait dalam kasus bullying, yaitu korban, pelaku, dan orang sekitar. Sekalipun anak-anak bukan korban perundungan, mereka dapat mencegah bullying dengan bersikap inklusif, menghormati, dan baik terhadap teman sebayanya.
Baca Juga: 15 Tips Sukses Bangun Bisnis Peternakan, Seperti Lulusan UGM Asal Sukabumi
Jika mereka menyaksikan perundungan, mereka dapat membela korban, menawarkan dukungan, atau mempertanyakan perilaku bullying.
4. Membantu Membangun Rasa Percaya Diri Anak
Dukung anak untuk mendaftar di kelas atau mengikuti aktivitas yang mereka sukai di lingkungannya. Ini juga akan membantu membangun kepercayaan diri anak, serta sekelompok teman yang memiliki minat yang sama.
5. Menjadi panutan
Tunjukkan pada anak bagaimana mereka harus memperlakukan anak-anak lain dan orang dewasa dengan baik dan hormat, misalnya dengan melakukan hal yang sama kepada orang-orang di sekitar, termasuk bersuara ketika orang lain dianiaya.
Anak-anak memandang orang tua mereka sebagai teladan dalam berperilaku, termasuk apa yang harus diposting secara online.
6. Jadilah Bagian Dari Dunia Maya Mereka
Orang tua harus membiasakan diri dengan platform yang digunakan anak, jelaskan kepada anak bagaimana dunia maya dan dunia nyata terhubung, dan peringatkan mereka tentang berbagai risiko yang akan mereka hadapi saat bermedia sosial.
Itulah enam cara mengatasi perundungan anak yang terjadi di sekolah maupun di luar sekolah dari UNICEF.*
Baca Juga: Blank Spot! Baduy Dalam Kini Resmi Tanpa Sinyal Internet
Melansir dari sebuah artikel pada situs resmi UNICEF, bullying atau perundungan merupakan suatu pola perilaku, dan bukan suatu kejadian yang terisolasi.
Anak-anak yang melakukan intimidasi biasanya berasal dari status sosial atau posisi kekuasaan yang lebih tinggi, misalnya anak-anak yang lebih besar, lebih kuat, atau dianggap populer.
Sementara itu, anak-anak yang rentan menjadi korban perundungan, biasanya merupakan anak-anak dari komunitas yang terpinggirkan, anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak dengan identitas gender yang berbeda, anak-anak penyandang disabilitas atau anak-anak migran dan pengungsi.
Kasus perundungan dapat terjadi baik secara nyata maupun di dunia maya. Cyberbullying namanya, sering kali terjadi melalui media sosial, SMS/teks atau pesan instan, email, atau platform online apa pun tempat anak-anak berinteraksi.
Perundungan atau bullying, dapat menimbulkan dampak buruk dengan jangka panjang bagi anak-anak. Selain dampak fisik, anak-anak mungkin mengalami masalah kesehatan emosional dan mental, termasuk depresi dan kecemasan , yang berefek menjadi sebab dari perilaku kekerasan dan penurunan prestasi di sekolah.
Sumber : unicef.org