SUKABUMIUPDATE.com - Kata 'Bohong' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB) berarti (1) tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya, dusta. (2) bukan yang sebenarnya; palsu (biasanya mengenai permainan).
Sebagian ulama berbeda pendapat tentang bohong, apakah ia tercela secara mutlak atau tergantung situasi dan kondisinya?
Dalam Risalah al-Mustarsyidin-Tuntunan bagi Para Pencari Petunjuk karya Al-Harits al-Muhasibi (2010), disebutkan seorang ulama fikih mazhab Hambali Abu Wafa' ibn Uqail, berpendapat bahwa tercelanya bohong tergantung pada situasi dan kondisinya.
Baca Juga: Pj Wali Kota Sukabumi Ikut Upacara Ziarah Nasional di TPU Suryakencana
Oleh Karenanya, menurut para ulama, ada bohong yang dianggap baik atau bohong yang diperbolehkan dalam agama. Sedang ulama lainnya berpendapat bahwa bohong tercela secara mutlak. "bohong tetap tercela secara mutlak meskipun diperbolehkan agama; bohong mendorong pelakunya untuk melakukan perbuatan yang lebih daripada kebohongan itu sendiri".
Namun, pendapat mayoritas didukung oleh hadits yang tercantum dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Dari Ummu Kultsum ibn Uqbah bahwa Rasulullah s.a.w bersabda, "Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan antara manusia. Sebab, dia mengirimkan kebaikan dan juga mengatakan kebaikan". Dalam hadits liannya, Rasulullah SAW bersabda:
لا يصلح الكذب إلا في ثلاث : الرجل يكذب في الحرب والحرب خدعة ، والرجل يكذب بين الرجلين ليصلح بينهما ، والرجل يكذب للمرأة ليرضيها بذاك
"Kebohongan diperbolehkan dalam tiga hal, laki-laki yang berbohong dalam peperangan, mendamaikan di antara yang bertikai dan laki-laki yang berbohong kepada istrinya untuk membuatnya ridha."
Baca Juga: Daftar Lengkap Kepala Dinas, Camat dan Pejabat Baru yang Dilantik Bupati Sukabumi
Dijelaskan bahwa kebohongan hanya diperbolehkan dalam tiga hal. Di antaranya dalam hal peperangan, dalam hal pernikahan kepada pasangan, dan kedustaan di antara orang yang bertikai.
Pakar tafsir Indonesia Prof Quraish Shihab mengatakan, tidak semua bohong itu dilarang. Ada keadaan tertentu yang membuat bohong itu bisa ditoleransi, bahkan wajib hukumnya.
“Ada tempat-tempat dimana kebohongan ditoleransi, bahkan boleh jadi menjadi wajib,” kata Prof Quraish dalam sebuah video yang diunggah Najwa Shihab di YouTube, Senin seperti dikutip sukabumiupdate.com, (04/10/2023).
Prof Quraish menyebut, seseorang diperbolehkan bohong apabila maksudnya untuk melindungi orang yang tidak bersalah dari kejaran orang jahat.
Baca Juga: 6 Dampak Buruk Membandingkan Anak dengan Orang Lain, Ayah Bunda Yuk Aware!
Misalnya, si A mengetahui keberadaan si B yang tidak bersalah dan dikejar-kejar si C yang bengis. Kemudian si C bertanya kepada si A perihal si B. Namun si A berbohong dan menjawab tidak mengetahui keberadaan si B. Alasannya untuk melindungi si B.
"Tapi kebohongan di sini bukan hanya ditoleransi, tapi dianjurkan demi membela orang yang tidak bersalah," jelasnya.
Prof Quraish menambahkan, berbohong juga diperbolehkan dalam rangka memperbaiki hubungan dua orang yang tengah berselisih. "Si A dan si B berselisih, si C datang dan berkata sebenarnya dia bermaksud baik kepadamu. Itu diperbolehkan," kata penyusun kitab Tafsir al-Misbah ini.
Tidak hanya itu, lanjutnya, berbohong juga diperbolehkan dalam konteks suami istri. Misalnya suami menuturkan sesuatu yang tidak dimiliki atau tidak ada pada istrinya demi menyenangkan hatinya.
Baca Juga: Clean Up di Pantai Loji Sukabumi, Ini 6 Cara Daur Ulang Sampah yang Bisa Digunakan
“Istrinya udah jelek. Suaminya masih berkata ‘kamu adalah permaisuri ku sepanjang masa. Itu kan bohong, tapi diperbolehkan,” pungkasnya.
Sumber : Berbagai sumber