SUKABUMIUPDATE.com - Berbelanja kini menjadi salah satu aktivitas yang mudah dilakukan. Dengan berkembangnya teknologi, kini orang-orang bisa berbelanja sambil tiduran di rumah tanpa harus datang ke pasar atau pertokoan.
Namun, belanja online selain memudahkan rupanya memiliki dampak negatif dan bisa menyebabkan kecanduan.
Melansir dari Tempo.co, beberapa penelitian menunjukkan peningkatan frekuensi belanja kompulsif dan paling banyak terjadi pada mahasiswa dan perempuan.
Baca Juga: 13 Ciri Seseorang Terkena Gangguan Kesehatan Mental, Apa Kamu Mengalaminya?
Banyak faktor yang dapat mendorong seseorang memiliki perilaku belanja kompulsif di antaranya yaitu mengatasi stress, meningkatkan mood, ingin mendapatkan pengakuan sosial dan meningkatkan citra diri.
Lantas apakah perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai gangguan mental?
Dosen Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah Surabaya Uswatun menyebut kebiasaan belanja kompulsif ini jika tak dibatasi akan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dikontrol atau yang biasa dikenal dengan kecanduan.
Dia mengatakan perilaku kecanduan dalam hal ini serupa dengan kecanduan lainnya seperti berjudi, game online, narkoba dan kecanduan lainnya.
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) belanja kompulsif tidak terdaftar sebagai kecanduan atau masalah kesehatan mental yang berdiri sendiri, akan tetapi masalah atau gejala yang ditunjukkan memiliki karakteristik umum yang biasanya terjadi pada gangguan kecanduan seperti gangguan dalam control impulsive atau ketidakmampuan dalam menahan dorongan untuk melakukan belanja atau membeli sesuatu yang bahkan tidak dibutuhkan.
Baca Juga: 10 Dampak Negatif Pinjaman Online, Mental Bisa Terganggu Gegara Hutang
“Gangguan belanja compulsive biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit mental lainnya seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan. Perilaku ini umumnya muncul di usia 30 tahunan atau saat seseorang merasa telah mencapai kematangan secara finansial,”ujar Uswatun pada Senin, 2 Oktober 2023 dilansir dari situs UM Surabaya.
Uswatun mengatakan beberapa bentuk kecanduan belanja yang perlu dikenali di antaranya
- Pembelian yang impulsive. "Di mana sering membeli sesuatu tanpa direncanakan atau cenderung spontan dan bahkan masih banyak barang yang dibeli belum sempat dibuka dan menumpuk," ujarnya.
- Merasa sangat senang (euphoria) saat membeli sesuatu. Kegembiraaan tersebut muncul bukan karena barang yang dibeli, namun lebih ke tindakan membeli. "Rasa gembira ini yang biasanya ingin diulang kembali sehingga mendorong ke arah kecanduan belanja," katanya.
- Berbelanja untuk mengatasi stress atau perasaan yang tidak menyenangkan. "Suasana hati yang tidak nyaman ini kemudian dialihkan dengan berbelanja," katanya.
- Adanya rasa bersalah karena tidak mendapatkan barang yang memang dibutuhkan sehingga dilampiaskan dengan membeli barang lainnya.
- Pembayaran dengan kartu kredit, debit atau pembayaran nontunai lainnya menjadikan seseorang tidak menyadari telah melakukan kebiasaan belanja kompulsif. Hal itu karena tidak melakukan transaksi dengan uang tunai.
Baca Juga: 10 Cara Memperbaiki Mental Anak yang Sering Dimarahi, Yuk Bunda Lakukan Hal Ini
Uswatun menyebut, dampak berkepanjangan yang dapat muncul akibat kecanduan belanja meliputi perasaan menyesal atas pembelian yang dilakukan, malu, bersalah, masalah keuangan, dan kesulitan dalam menghentikan kebiasaan belanja.
Uswatun membagikan tips agar seseorang bisa menekan kebiasaan belanja. Menurutnya, seseorang perlu melakukan identifikasi bagaimana kebiasaan belanja yang dilakukan berakhir menjadi sebuah perilaku kecanduan.
“Cari tahu pemicu yang menyebabkan munculnya kebiasaan belanja, apakah karena emosi negatif, perasaan kesepian, peningkatan harga diri atau bahkan ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial,” katanya.
Sumber: Tempo.co