SUKABUMIUPDATE.com - Heboh di media sosial tentang larangan menggunakan pewarna makanan yang bernama Karmin. Hal itu seusai munculnya hasil bahtsul masail Nahdlatul Ulama di Jawa Timur. Diketahui, Karmin merupakan pewarna makanan-minuman (mamin) atau lainnya yang dibuat dari bangkai serangga.
Mengutip dari jatim.nu.or.id, Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Romadhon Chotib menyampaikan, setiap makanan atau apapun yang menggunakan karmin biasanya ada kode E-120. Untuk itu, jika melihat kode E-120 dalam makanan ataupun make up supaya dihindari.
“Karena hal itu, kita sudah memutuskan (dalam bahtsul masail) bahwa (karmin) itu merupakan bagian yang diharamkan menurut Imam Syafi'i. Dan kita adalah orang-orang dari kalangan Syafi’iyah,” ujarnya saat Konferensi Pers Hasil Bahtsul Masail LBM NU Jatim di Kantor PWNU Jatim, Selasa (12/09/2023).
Baca Juga: Bayu dan Azam Dilepaskan, Diharapkan Tingkatkan Populasi Elang Brontok di Sukabumi
Ia menyebutkan, bahwa selama ini ulama seringkali menghindari hal tersebut. Sebab, menghindari sesuatu yang haram itu merupakan bagian dari upaya mencari keberkahan dalam hidup. Berkah tersebut dimaksudkan bahwa dalam kehidupan itu semakin hari semakin tenang dan damai.
Sebagai informasi, hasil bahtsul masail itu memutuskan bahwa bangkai serangga (hasyarat) tidak boleh dikonsumsi karena najis dan menjijikkan, kecuali menurut sebagian pendapat dalam madzhab Maliki.
Adapun penggunaan Karmin dalam untuk keperluan selain konsumsi, semisal untuk lipstik, menurut Jumhur Syafi’iyah tidak diperbolehkan karena dihukumi najis. Sedangkan menurut Imam Qoffal, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah dihukumi suci sehingga diperbolehkan karena serangga tidak mempunyai darah yang menyebabkan bangkainya bisa membusuk.
Baca Juga: Resmi Dilantik Jadi Rektor UMMI Sukabumi, Ini Profil Reny Sukmawani
Namun berbeda dengan LPPOM MUI, seperti dalam artikel yang dipublikasi pada 16 Desember 2021, menurutnya, Cochineal merupakan binatang yang mempunyai banyak persamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir. Adapun pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga cochineal hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.
Sebagai bahan pewarna makanan, karmin sering digunakan untuk mempercantik tampilan makanan kemasan dan olahan sehingga tampak lebih menarik. Berbagai jenis makanan yang beredar di pasaran, misalnya es krim, susu, yoghurt, makanan ringan anak-anak, banyak yang menggunakan bahan pewarna karmin, Karmin juga digunakan untuk mewarnai produk perawatan tubuh seperti shampo dan lotion, serta make-up seperti eyeshadow.
Masih mengutip LPPOM MUI, Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr, dosen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University sekaligus auditor halal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menerangkan, karmin dibuat dari serangga Cochineal (Dactylopius coccus) atau kutu daun yang menempel pada kaktus pir berduri (genus Opuntia).
Baca Juga: 8 Sikap yang Membuatmu Terlihat Lebih Dewasa dan Bijaksana, Yuk Kenali
Cara produksi cochineal kering dapat dijelaskan sebagai berikut: pasangan cochineal diinduksikan pada kaktus, kemudian Cochineal betina berkembang biak, dan menjadi dewasa, ditandai dengan bentuk tubuh membesar dan berisi. Setelah serangga menjadi besar dan berisi, kemudian dipanen dengan cara disikat, dikeringkan dengan sinar matahari, ditampi untuk menghilangkan bulu.
Untuk mengolah menjadi pewarna, kata Sedarnawati yang juga auditor senior LPPOM MUI dan pernah memeriksa kehalalan karmin, serangga cochineal dijemur hingga kering lalu dihancurkan dengan mesin. Setelah itu, jadilah serbuk berwarna merah tua cerah. Untuk menonjolkan aspek warna yang diinginkan, biasanya ekstrak cochineal ini dicampur dengan larutan alkohol asam untuk lebih memunculkan warna.
Bagaimana kehalalan karmin? Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si menjelaskan, dilihat dari bahan dasarnya yakni cochineal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa, yakni halal.
Baca Juga: Konflik di Pulau Rempang, Warga Bantah Pernyataan Mahfud MD: Begini Katanya
Pada tahun 2011 MUI melalui Keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011, menjelaskan bahwa serangga cochineal merupakan serangga yang hidup di atas kaktus dan makan pada kelembaban dan nutrisi tanaman. Cochineal merupakan binatang yang mempunyai banyak persamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir. Adapun pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga cochineal hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.
Sumber : dari berbagai sumber