SUKABUMIUPDATE.com - Jika mendengar kata ‘Leuweung Sancang’ pasti salah satu yang terlintas yaitu sosok Raja Kerajaan Padjajaran, Prabu Siliwangi. Konon salah satu pemimpin termasyur di tanah Sunda itu menghilang bersama para pengikutnya di hutan yang hingga kini masih asri itu.
Leuweung (bahasa Sunda yang berarti Hutan) Sancang sangat erat kaitannya dengan salah satu mitos suku Sunda ini menjadikan hutan tersebut jarang dijamah oleh manusia karena diselimuti cerita-cerita menyeramkan.
Kini Leuweng Sancang menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Garut yang masih eksotik.
Baca Juga: Kisah Misteri Penari Ronggeng di Jalur Kereta Sukabumi-Cianjur, Bikin Merinding
Melansir dari laman visitgarut.garutkab.go.id, konon menurut cerita yang beredar secara turun temurun, Leuweung Sancang erat dikaitkan dengan tempat menghilangnya Prabu Siliwangi yang merupakan raja kerajaan Padjajaran.
Kerajaan Padjadjaran sendiri merupakan kerajaan Hindu terbesar di Jawa Barat yang dipimpin oleh seorang raja bijaksana yang memiliki seorang istri bernama Dewi Kumalawangi.
Prabu Siliwangi dikaruniai seorang putri Dewi Rarasantang serta dua orang putra yakni Raden Walangsungsang dan Raden Kiansantang. Putra dan putri Prabu Siliwangi ini terkenal sakti dan kebal terhadap senjata apapun.
Menurut sejarah, Raden Kiansantang memeluk agama Islam dan menetap di daerah Godog sampai meninggal dunia dan dimakamkan di makam Godog Garut, Jawa Barat.
Baca Juga: Mengenal Stillbirth, Band Metal Jerman yang Siap Getarkan Sukabumi
Dari cerita yang mungkin terjadi penyimpangan karena dituturkan dari mulut ke mulut, Raden Kiansantang yang terkenal sakti belum pernah menemukan orang yang mampu melukai tubuhnya. Padahal ia ingin sekali melihat darahnya mengalir. Sampai pada suatu hari, ia memohon kepada ayahnya agar dicarikan lawan hebat.
Prabu Siliwangi mengabulkan permohonan Raden Kiansantang, Beliau meminta bantuan para ahli nujum untuk menemukan siapa dan di mana orang sakti yang dapat mengalahkan putranya, Raden Kiansantang. Mereka tidak bisa menunjukkan orang yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang.
Sampai akhirnya muncul seorang kakek yang menyebutkan ada seorang yang gagah dan bisa mengalahkan Raden Kiansantang, namanya Ali di tanah suci Mekah.
Sebelum Raden Kiansantang berangkat menemui Ali, kake itu menyuruhnya bersemedi dulu di daerah Ujung Kulon atau ujung barat Pasundan dan berganti nama menjadi Galantrang Setra.
Baca Juga: 12 Ciri Seseorang Punya Pengalaman Trauma Masa Kecil, Yuk Kenali!
Setiba di tanah tanah Mekkah, Kiansantang langsung mencari orang yang bernama Ali sampai akhirnya ketemu dengan orang yang tidak dikenal di sana.
Orang itu bersedia mengantarkan Raden Kiansantang bertemu dengan Ali dengan syarat ia mampu mengambil tongkat yang telah ditancapkan di sebuah tempat.
Raden Kiansantang tak menolak syarat tersebut, ia mengambil tongkat yang telah tertancap di pasir. Namun, hal diluar nalar terjadi dimana ia sangat terkejut karena tongkat itu tidak bisa dicabut. Bahkan sampai mengerahkan segala kemampuannya hingga pori-porinya mengeluarkan darah.
Melihat Kiansantang yang tak mampu mencabut tongkatnya, pria itu menghampiri dan mencabut tongkatnya sambil membaca Bismillah. Tongkat itupun dapat dicabut dengan sangat mudah.
Baca Juga: 7 Cara Mengatasi Batin Terluka, Tak Terlihat Tapi Dampaknya Nyata
Kiansantang heran, dirinya sampai mengeluarkan keringat darah sedangkan pria itu dapat dengan mudah mencabut tongkat itu.
Menurut legenda, pria itu adalah Sayidina Ali. Singkat cerita, Kiansantang akhirnya memeluk agama Islam. dan setelah beberapa bulan belajar agama Islam, ia kembali ke tatar Sunda sambil membawa niat untuk membujuk ayahnya supaya masuk Islam.
Sesampai di Padjadjaran, ia menceritakan kejadian yang dialaminya selama di Mekkah. Akhirnya ia berharap ayahnya bersedia ikut memeluk agama Islam. Namun Prabu Siliwangi menolak ajakan putranya itu. Kiansantang sangat kecewa mendengar keputusan ayahnya bersikeras memeluk Hindu yang sudah dianutnya sejak lahir.
Lalu Liansantang kembali ke Mekah untuk memperdalam ajaran agama Islam. Setelah bertahun-tahun belajar, Kiansantang kembali ke Padjadjaran. Mendengar putranya kembali, Prabu Siliwangi tetap pada pendiriannya untuk memeluk agama Hindu dan demi menghindari putranya itu Ia menyulap keraton Padjadjaran menjadi hutan belantara.
Baca Juga: Penuh Kenangan, Armada PO Bus Tertua di Sukabumi Ini Masih Bisa Ditemui
Kiansantang sangat kaget melihat keraton Padjadjaran telah berubah menjadi hutan rimba. Setelah mencari kesana kemari, akhirnya ia menemukan ayahnya dan para pengawalnya keluar dari hutan.
Dengan nada hormat, Raden Kiansantang berkata pada ayahnya “Wahai Ayahanda, mengapa Ayahanda tinggal di hutan? Padahal Ayahanda seorang raja. Apakah pantas seorang raja tinggal di hutan? Lebih baik kita kembali ke keraton dan memeluk agama Islam”. Mendengar pertanyaan putranya, Prabu Siliwangi balik bertanya, “Wahai Ananda, lantas apa yang pantas tinggal di hutan?”. Raden Kiansantang menjawab, “Yang pantas tinggal di hutan adalah harimau”.
Konon, prabu Siliwangi beserta para pengawalnya tiba-tiba berubah wujud menjadi harimau (maung). Raden Kiansantang menyesal telah mengucapkan kata harimau hingga ayah dan pengawalnya berubah menjadi harimau.
Mesikpun ayahnya telah berubah wujud menjadi harimau, Kiansantang tetap berusaha membujuk ayahnya memeluk agama Islam. Namun harimau-harimau itu tidak mau mendengarkan ajakan Kiansantang, mereka lari ke daerah selatan, kini termasuk wilayah Garut.
Kiansantang berusaha mencegah, namun usahanya gagal. Harimau-harimau itu masuk ke dalam goa yang kini dikenal dengan nama Goa Sancang yang terletak di Leuweung Sancang Kabupaten Garut. Itulah cerita misteri di Leuweung Sancang yang beredar dari mulut ke mulut hingga sekarang. Wallahu a’lam.
Sumber: visitgarut.garutkab.go.id