SUKABUMIUPDATE.com - Hari Masyarakat Adat Internasional diperingati setiap tanggal 9 Agustus. Ragam cerita budaya tak hanya menarik untuk diketahui, melainkan juga perlu menjadi perhatian.
Seperti cerita seorang pria bernama Minan (50 tahun), salah satu masyarakat yang risau mendengar suara batuk anak-anak tiada henti. Minan adalah kelompok Orang Rimba, suku pedalaman di Jambi, yang tinggal di kebun sawit warga Desa Rejosari, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin.
Udara panas di bawah pondok-pondok kebun sawit tempat mereka menumpang terasa pengap, semakin meriuhkan batuk yang bersahutan. Kelompok yang terdiri dari 9 KK ini hidup dalam pondok-pondok sederhana beratapkan terpal, berlantaikan jejeran kayu kecil atau pelepah sawit.
“Akeh harop ko bebudak iyoy, beik, Hopi sakit lagi (Saya berharap anak-anak ini segera sembuh, tidak sakit lagi),” ujar Minan, salah satu kelompok orang rimba di Tumenggung, dikutip Rabu (9/8/2023).
Baca Juga: Kenali 10 Ciri Batin yang Terluka: Sulit Mempercayai Orang Lain
Berdasarkan rilis yang diterima oleh sukabumiupdate.com, KKI Warsi melaporkan batuk di kelompok orang rimba sudah berlangsung cukup lama. Awalnya dikira batuk biasa, hanya saja, pada 2022 lalu, ditemukan satu anak meninggal dunia dengan status positif TBC.
Pasien sempat menjalani pengobatan setelah hasil laboratorium menunjukkan positif TB paru, namun orang rimba belum terbiasa menjalani pengobatan yang teratur sehingga cukup sulit ketika harus konsisten minum obat. Inilah yang kemudian menyebabkan penyakit TBC semakin parah dan berujung kematian.
Maka dari itu,KKI Warsi, lembaga yang aktif melakukan pendampingan masyarakat adat bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin dan dokter misionaris, melakukan pemeriksaan menyeluruh pada anggota kelompok Minan. Hasilnya, sembilan anak positif TBC dan dua orang berstatus kontak erat dan kuat dengan indikasi berpotensi tertular.
“Dengan kondisi ini, dilakukan perundingan dengan kelompok, dan dibuat kesepakatan untuk melakukan pengobatan,” kata Astri Manurung Fasilitator Warsi yang mendampingi Kelompok Minan dalam keterangannya.
Baca Juga: 12 Ciri Seseorang Punya Pengalaman Trauma Masa Kecil, Yuk Kenali!
Pengobatan TB Paru memerlukan komitmen yang kuat karena ada aturan minum obat dengan dosis dan jam tertentu setiap harinya. Meski membutuhkan waktu yang cukup panjang, akhirnya 11 pasien TBC berkomitmen untuk minum obat secara teratur.
Menilik cerita Minan, ia hanya satu dari ribuan Orang Rimba di Provinsi Jambi yang saat ini mengalami kondisi memprihatinkan. Terutama Orang Rimba yang tinggal menumpang dalam kebun-kebun sawit warga ataupun perusahaan.
Orang Rimba dengan budaya berburu dan meramu hasil hutan, cenderung kehilangan sumber penghidupan ketika hutan yang mereka huni berubah menjadi perkebunan sawit.
Dahulu, lokasi yang menjadi tempat hidup Minan dan anggota kelompoknya adalah hutan lebat, disebut dengan nama Kubang Ujo. Penamaan ini mengacu pada nama tempat kubangan tempat pemandian gajah yang disebut ujo.
Baca Juga: Sukabumi Mulai Kekeringan, 15 Ribu Liter Air Bersih Dikirim ke Padaasih
Kini, tidak ada lagi bekas gajah yang ditemukan di wilayah tersebut. Hal tersebut terjadi sejak hutan berubah menjadi perkebunan sawit besar lengkap dengan lahan plasma untuk warga transmigrasi dari luar Sumatera.
Perubahan hutan secara tidak langsung telah mengantarkan Orang Rimba pada kemelaratan yang tidak berkesudahan. Bahkan kondisi ini sekaligus menyebabkan kelompok orang rimba rentan terkena penyakit.
“Penyakit makin beragam dan kondisi perekonomian yang sangat sulit menjadikan kami sulit untuk berpenghidupan,”kata Minan.