SUKABUMIUPDATE.com - Masyarakat Dayak mengenal suatu hukum adat bernama Pati Nyawa. Hukum ini dijatuhkan kepada para pelaku pembunuhan.
Hukum Adat Pati Nyawa mulai ramai diperbincangkan usai insiden polisi tembak polisi terjadi. Kali ini, Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage tewas tertembak di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, pada Minggu (23/7/2023) pukul 01.40 WIB dengan tersangka polisi lain, yaitu Bripda IMS dan Bripka IG yang kini telah ditahan.
Pasalnya, selain diproses secara hukum, tersiar kabar ayah korban, Bripda Ignatius, Y. Pandi juga akan melakukan Hukum Adat Pati Nyawa sesuai tradisi Dayak.
"Selain diproses dengan hukum pidana, tersangka harus dihukum dengan cara adat Dayak. Itu tradisi kami," kata ayah Bripda Ignatius, dikutip via Suara.com, Senin (31/7/2023).
Baca Juga: 10 Cara Mengetahui Karakter Seseorang, Perhatikan Bahasa Tubuhnya
Lantas, Apa Itu Adat Pati Nyawa? Simak penjelasannya berikut ini!
Mengenal Hukum Adat Pati Nyawa Masyarakat Dayak
Pati Nyawa merupakan hukum adat Dayak yang disahkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. Dalam hal ini, setiap pelaku diharuskan membayar semacam uang tebusan kepada keluarga korban.
Pasalnya, pelaku telah menghilangkan nyawa orang lain, baik dilakukan dengan sengaja atau pun tidak.
Baca Juga: 7 Ciri Seseorang Punya Mental Kuat, Optimis dan Tenang
Melansir warisanbudaya.kemdikbud.go.id, berdasarkan terjadinya suatu peristiwa pembunuhan, Hukum Adat Pati masyarakat Dayak dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni:
1). Adat Pati Nyawa adalah pembunuhan yang direncanakan atau disengaja.
2). Setengah Pati Nyawa adalah pembunuhan tanpa disengaja atau tidak direncanakan. Tidak hanya terkena sanksi atau hukuman adat, pelaku pembunuhan juga harus menerima sanksi yang dijatuhkan sesuai dengan hukum positif yang berlaku secara umum.
Sanksi atau hukuman yang akan dikenakan bagi pelaku biasanya berupa barang yang bernilai sangat tinggi. Tujuan penggantian dengan barang ini adalah untuk menggantikan raga atau badang orang yang telah dibunuhnya.
Baca Juga: 9 Ciri Seseorang Mengalami Gangguan Kepribadian, Impulsif dan Emosian
Melansir laman Jurnal IAIN Ponorogo tentang Tradisi Hukum Adat Pati Nyawa via Suara.com, ada sejumlah ketentuan terkait hukum adat ini. Berikut daftarnya:
Ketentuan Hukum Adat Pati Nyawa
1. Barang siapa menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja dikenakan Denda Hukum Pati Nyawa sebesar 307 gram emas (24 karat).
2. Barang siapa yang menghilangkan nyawa seseorang tanpa disengaja dikenakan Denda Hukum Pati Nyawa sebesar 157 gram (24 karat).
3. Denda Hukum Adat Pati Nyawa yang tertera pada point 1 dan 2 telah termasuk biaya penguburan 30 gram emas (24 karat) dan biaya pengurus adat sebesar 15 gram emas (24 karat).
4. Nilai atau harga emas denda Hukum Adat Pati Nyawa dapat di uangkan sesuai dengan harga atau nilai emas pada saat terjadinya perkara.
5. Denda Hukum Adat berlaku terhitung mulai tanggal 1 bulan Mei tahun 2005.
Baca Juga: Syair Cinta Abu Nawas untuk Sang Kekasih, Romantis Banget!
Adapun pihak yang mengadili sidang pati nyawa, yakni dewan adat di tingkat masing-masing. Untuk tingkat dusun, oleh Ketua Dusun, Ketua RT dan RW, orang tua yang paham adat, serta Ketua Adat dengan peran sebagai pemimpin sekaligus hakim.
Sementara untuk tingkat desa, sidang Pati Nyawa dipimpin oleh seorang tumenggung.
Para anggota itu terdiri dari kepala desa, kepala dusun, dan orang-orang tua yang memahami adat setempat. Adapun peserta wajib menyebarkan hasil keputusannya.
*Catatan: Hingga artikel ini ditayangkan, belum ada kepastian apakah kasus insiden polisi tembak polisi yang menewaskan Bripda Ignatius akan menggunakan Hukum Adat Pati Nyawa atau tidak.
Sumber : Suara.com | Xandra Junia Indriasti