SUKABUMIUPDATE.com - Memarahi anak dengan cara meneriakinya kerap kali dilakukan oleh sebagian orang tua yang sudah sangat kesal dengan hal yang dilakukan sang buah hati.
Namun, penting untuk diketahui memarahi si buah hati dengan cara tersebut dapat mengganggu kesehatan mental anak dan bisa membekas seumur hidupnya.
Maka dari itu sebagai orang tua yang berperan sebagai tempat anak mencari pertolongan, perlindungan, dan kasih sayang sebaiknya melakukan hal-hal yang bisa berdampak baik untuk tumbuh kembangnya.
Baca Juga: 10 Cara Memperbaiki Mental Anak yang Sering Dimarahi, Lakukan Hal Ini
Karena tanpa orang tua sadari, saat memarahi anak Anda, perasaan sedih akan menjadi lebih besar berkali-kali lipat karena orang tua adalah sosok yang menjadi acuan mereka.
Walaupun begitu, bukan berarti sebagai orang tua tidak bisa memarahi anak Anda ya, hanya saja perlu dilakukan dengan baik.
Dan berikut adalah beberapa cara memarahi anak yang baik tanpa perlu memberikan mereka teriakan yang dapat berakibat fatal untuk kondisi mentalnya, seperti menghimpun dari Tempo.co.
1. Tidak Berteriak
Memarahi anak dengan berteriak justru merupakan cara yang tidak efektif. Ada kecenderungan anak justru ingin melawan karena tidak ada koneksi sebelum melakukan koreksi.
Akan lebih baik jika saat orangtua marah, duduklah sejajar dan lihat mata anak. Sampaikan apa kesalahan dan konsekuensi dari perbuatan mereka sehingga anak bisa paham.
2. Kendalikan Emosi
Ketika anak sering berteriak atau marah-marah saat sesuatu tidak berjalan sesuai ekspektasi, coba refleksi diri.
Apakah orang tua pernah melakukan hal serupa di depan anak? Ingat, si kecil adalah sosok yang lihai merekam segala sesuatu di hadapannya sekaligus menirukannya.
Jika jawabannya iya, coba kendalikan dulu emosi. Setidaknya, jangan tunjukkan kemarahan atau kekesalan dalam hal apapun di depan anak. Cari distraksi ketika merasa ingin marah sehingga tidak “meledak” di hadapan mereka.
3. Dengarkan Anak
Saat anak dianggap “berulah”, coba komunikasikan apa yang mereka rasakan. Tanyakan dengan perlahan, apa yang membuat mereka melakukan kesalahan itu? Buat agar anak tetap merasa nyaman dalam menyampaikan perasaannya.
Siapa tahu, ternyata pemicu anak melakukan kesalahan adalah hal yang tak disangka orangtua. Mungkin mereka ingin membantu, namun yang terjadi justru tanpa sengaja merusak.
4. Validasi Emosi
Ketimbang memarahi anak dengan berteriak yang hanya akan membuat orangtua dan anak kian berjarak, coba lakukan validasi emosi.
Ini adalah cara untuk mengakui dan memberi wadah bagi anak akan emosi apa yang sedang mereka rasakan. Biarkan anak merasakan segala emosi yang muncul.
Kemudian, ketika emosi anak sudah tervalidasi, sampaikan mengapa orangtua merasa marah. Jelaskan dengan bahasa sederhana sebab-akibat dari perbuatan yang mereka lakukan.
Tutup dengan melakukan afirmasi positif dan mengulang bahwa orangtua bertindak tegas karena sayang kepada mereka.
5. Koneksi Sebelum Koreksi
Tidak ada koreksi yang efektif termasuk memarahi anak tanpa adanya koneksi atau kedekatan antara anak dan orangtua.
Lakukan tindakan sesuai dengan bahasa cinta, entah itu sentuhan, quality time, kata-kata, dan lainnya. Lewat koneksi yang terbangun, koreksi saat memarahi anak pun akan lebih mudah diterima oleh mereka.
6. Memberikan pilihan
Ketika anak melakukan kesalahan dan orangtua memarahi anak, bedah apa saja opsi yang tersedia.
Baca Juga: 5 Karakter Orang yang Suka Warna Hitam, Tertutup dan Misterius?
Contohnya ketika kakak mendorong adiknya, sampaikan bahwa ada cara lain untuk menyuruh adiknya minggir yaitu dengan berkata atau memintanya bergeser.
Atau ketika anak melempar bola hingga merusak barang di dalam rumah, paparkan bahwa ada opsi untuk melempar bola di luar ruangan.
Jelaskan perbedaan konsekuensi antara dua perilaku itu sehingga anak bisa paham konsep sebab akibatnya.
Baca Juga: Lirik Lagu Kalem Aya Urang Melly Goeslaw, Lagu Sunda yang Asik Didengarkan
Sumber: Tempo.co | Sehatq