SUKABUMIUPDATE.com - Saat Hari Raya Idul Adha, umat Muslim akan melaksanakan pemotongan hewan kurban. Ibadah ini biasanya melakukan penyembelihan hewan seperti domba, sapi dan kambing.
Namun, dalam pelaksanaannya, tak jarang ada juga warga Non Muslim yang ikut berkurban yakni dengan memberikan hewan untuk dikurbankan. Tapi bagaimana hukum status hewan kurban pemberian dari Non Muslim tersebut? Apakah tetap dinyatakan sah sebagai hewan kurban? Simak penjelasan berikut ini.
Mengutip NU Online, berkurban adalah salah satu ibadah yang wajib dibarengi dengan niat. Hal itu merupakan sudah menjadi syarat untuk setiap ibadah yang akan dilakukan oleh umat Muslim. Oleh karena itu, seseorang yang hendak akan berkurban ia adalah seorang Muslim.
Syekh Muhammad bin Ali Ba’athiyah berkata:
فائدة من شروط النية إسلام الناوي ولا يشترط إسلامه في عدة صور ذكرها صاحب كتاب المواكب العلية وهي خمس صور
“Faidah. Di antara syarat-syarat niat adalah islamnya orang yang niat. Tidak disyaratkan islamnya dalam beberapa persoalan yang disebutkan oleh pengarang kitab al-Mawakib al-Aliyyah, yaitu ada lima kasus,” (Syekh Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba’athiyah, Ghayah al-Muna Syarh Safinah al-Saja, hal. 159).
Baca Juga: 10 Ciri-ciri Hewan yang Tidak Boleh Dijadikan Kurban, Awas Jangan Asal Pilih!
Meskipun seorang Non Muslim tidak sah atas nama kurbannya, bukan berarti pemberian hewan kurban tersebut tidak memiliki manfaat sama sekali. Hewan tersebut tetap boleh diterima yang di atas namakan sedekah. Malah dari sedekahnya itu, seorang non-Muslim tetap mendapat manfaat pahalanya dari Allah SWT.
Para ulama sepakat dan menegaskan, amal ibadah yang dilakukan non-Muslim yang contohnya tidak membutuhkan niat seperti sedekah, tetap dicatatkan pahalanya untuk sang pelaku dan bisa bermanfaat di dunia dengan memperbanyak rezeki serta meringankan siksaannya di akhirat.
Syekh Sulaiman al-Jamal menegaskan:
ـ «من أحيا أرضا ميتة فله فيها أجر وما أكلت العوافي» أي طلاب الرزق «منها فهو له صدقة» رواه النسائي وغيره وصححه ابن حبان
“Orang yang menghidupi bumi mati maka ia mendapat pahalanya. Apa yang dimakan para pencari rezeki dari tanah tersebut adalah sedekah untuknya,” (Hadits riwayat al-Nasai dan lainnya, disahihkan oleh Ibnu Hibban).
ـ (قوله أي طلاب الرزق) أي من إنسان أو بهيمة أو طير وفيه دليل على أن الذمي ليس له الإحياء لأن الأجر لا يكون إلا للمسلم اهـ. إسعاد اهـ. زيادي
“Ucapan Syekh Zakariyya, para pencari rezeki, maksudnya manusia, binatang atau burung. Di dalam hadits tersebut menunjukan bahwa kafir dzimmi tidak diperbolehkan menghidup-hidupi bumi mati, karena pahala tidak dapat didapat kecuali oleh seorang muslim.”
Baca Juga: 4 Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Menghapus Dosa Selama 2 Tahun
أقول وقد تمنع دلالته على منع إحياء الذمي وقوله فهو له صدقة لا يؤخذ منه التخصيص بالمسلم لأن الكافر له الصدقة ويثاب عليها أما في الدنيا فبكثرة المال والبنين وأما في الآخرة فبتخفيف العذاب كباقي المطلوبات التي لا تتوقف على نية بخلاف ما يتوقف عليها فإنه لا يصح خصوصا
“Aku berkata, petunjuk bahwa hadits tersebut melarang menghidupi bumi mati bagi kafir dzimmi ditolak. Sabda Nabi; maka sedekah baginya; tidak bisa diambil kesimpulan mengkhususkan kepada muslim, sebab orang kafir sah bersedekah dan mendapat pahala atasnya. Adapun di dunia, dengan banyaknya harta dan anak. Adapun di akhirat, dengan diringankan siksa seperti anjuran-anjuran syariat lainnya yang tidak membutuhkan niat, berbeda dengan ibadah yang membutuhkan niat, maka tidak sah dilakukan oleh orang kafir,” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 3, hal. 561).
Berkenaan dengan sumbangan dan penerimaan hewan kurban dari non-Muslim oleh tokoh agama, hukumnya diperbolehkan. Hewan tersebut tetap halal asalkan dengan catatan yang menyembelih adalah orang Islam.
Baca Juga: Jadwal Puasa Tarwiyah dan Arafah Beserta Niat dan Tata Caranya
Akan tetapi, diperbolehkannya menerima pemberian hewan kurban dari Non-Muslim tidak berdampak merugikan umat Muslim. Semisal ditemukannya konspirasi terselubung yang akan menghancurkan umat Muslim.
Alhamdulillahnya, di negara tercinta Indonesia, kekhawatiran seperti itu jarang terjadi. Umumnya, penerimaan daging kurban dari non-Muslim dilakukan atas dasar menjaga hubungan baik atau toleransi antar umat beragama.
Imam Al-Bukhari dalam kitab sahihnya menegaskan, kebolehan menerima pemberian hadiah dari orang non-Muslim dengan mengutip beberapa hadits yang menjadi tendensi atas pendapatnya. Imam Al-Bukhari menegaskan:
بَاب قَبُولِ الْهَدِيَّةِ مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ هَاجَرَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام بِسَارَةَ فَدَخَلَ قَرْيَةً فِيهَا مَلِكٌ أَوْ جَبَّارٌ فَقَالَ أَعْطُوهَا آجَرَ وَأُهْدِيَتْ لِلنَّبِيِّ ﷺ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ وَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ ﷺ بَغْلَةً بَيْضَاءَ وَكَسَاهُ بُرْدًا وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
“Bab (kebolehan) menerima hadiah dari orang-orang musyrik. Abu Hurairah berkata dari Nabi bahwa Nabi Ibrahim Hijrah bersama Sarah (istrinya), lalu memasuki daerah yang di dalamnya ada sosok raja atau sang diktator, sang raja berkata, berilah dia hadiah. Nabi Muhammad diberi hadiah kambing yang terdapat racunnya. Abu Hamid berkata; Raja Ayla memberi hadiah kepada Nabi keledai putih dan selimut serta menyurati Nabi di Negara mereka,” (HR. al-Bukhari).
Baca Juga: Link Nonton Film Sewu Dino Full Movie, Film Horor Tentang Santet yang Mematikan
Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam komentarnya atas referensi di atas mengatakan bahwa pendapat al-Bukhari tegas mengenai kebolehan menerima hadiah non-Muslim. Menurut al-Asqalani, al-Bukhari secara tidak langsung memvonis lemah riwayat lain yang melarang pemberian non-Muslim.
Dalam karya monumentalnya, Fath al-Bari, Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:
ـ (قوله باب قبول الهدية من المشركين) أي جواز ذلك وكأنه أشار إلى ضعف الحديث الوارد في رد هدية المشرك
“Ucapan al-Bukhari; bab menerima hadiah dari orang-orang musyrik. Maksudnya kebolehan menerimanya. Al-Bukhari seakan-akan memberi isyarat tentang lemahnya hadits yang menolak hadiah orang musyrik,” (Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, juz 5, hal. 230).
Al-Asqalani juga mengutip beberapa pendapat ulama yang mengkomparasikan beberapa hadits yang bertentangan mengenai masalah tersebut. Menurutnya, pendapat yang kuat adalah bahwa hadits yang melarang menerima pemberian non-Muslim konteksnya adalah pemberian yang terindikasi kuat bertujuan menghancurkan orang Islam atau berdampak merugikan mereka. Sedangkan hadits yang membolehkannya diarahkan kepada tujuan menghibur dan kepentingan mendakwahkan Islam.
Pakar hadits dari Asqalan tersebut menegaskan:
وأورد المصنف عدة أحاديث دالة على الجواز فجمع بينها الطبري بأن الامتناع فيما أهدي له خاصة والقبول فيما أهدي للمسلمين وفيه نظر لأن من جملة أدلة الجواز ما وقعت الهدية فيه له خاصة وجمع غيره بأن الامتناع في حق من يريد بهديته التودد والموالاة والقبول في حق من يرجى بذلك تأنيسه وتأليفه على الإسلام وهذا أقوى من الأول
“Sang pengarang menyebutkan beberapa hadits yang menunjukkan kebolehan menerima hadiah non-Muslim. Al-Imam al-Thabari mengomparasikan bahwa penolakan Nabi diarahkan kepada hadiah yang secara khusus diberikan kepada beliau, dan hadits yang menerima diarahkan kepada pemberian untuk orang-orang Islam secara umum. Pendapat ini perlu dikaji ulang, sebab di antara dalil yang membolehkan adalah hadiah yang secara khusus diberikan kepada Nabi. Ulama lain memberikan jalan tengah bahwa penolakan Nabi konteksnya adalah non-Muslim yang bertujuan konspirasi (jahat), dan penerimaan Nabi konteksnya adalah non-Muslim yang dengan menerima hadiahnya dimaksudkan menghibur dan memberinya simpati agar masuk Islam. Ini adalah pendapat yang lebih kuat dibandingkan yang pertama. (Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, juz 5, hal. 231).
Status hukum kurbannya non-Muslim adalah tidak sah sebagai kurban. Namun distribusi hewan kurban dari mereka tetap boleh diterima oleh orang Islam atas nama sedekah, bahkan menjadi langkah yang tepat untuk menjaga keharmonisan antar umat beragama.
Hewan pemberian non-Muslim itu tetap halal dimakan dengan syarat penyembelihannya dilakukan oleh orang Islam.
Sumber: Nu Online