SUKABUMIUPDATE.com - Tak lama lagi, umat Islam di seluruh dunia akan memperingati Hari Raya Idul Adha 1444 H yang bertepatan pada 28-29 Juni 2023 mendatang.
Bagi umat muslim, Idul Adha adalah momen yang tepat untuk menyembelih hewan kurban. Sayangnya, tak semua orang mampu untuk membeli hewan kurban, sehingga memutuskan untuk patungan.
Namun, hukum apa hukum patungan kurban sebenarnya? Apakah benar diperbolehkan satu hewan kurban dibeli oleh beberapa orang?
Baca Juga: Inilah 5 Dampak Buruk Poliandri Seperti Kisah Bu Siti Bagi Pelakunya
Menghimpun dari lama NU Online, sesuai syariat Islam satu ekor sapi atau unta dapat digunakan untuk tujuh orang yang berkurban sementara kambing hanya sah untuk kurban sebanyak seorang saja.
Oleh karena itu, apabila melakukan patungan melebihi ketentuan tersebut, sebagai contoh sapi untuk delapan orang berkurban dan kambing untuk dua orang yang berkurban, maka hewan kurban yang disembelih tidak sah.
Hal tersebut dijelaskan dalam Hadis Riwayat Muslim yang artinya adalah sebagai berikut: “Dari jabir, beliau berkata kami keluar bersama Rasulullah seraya berihram haji, lalu beliau memerintahkan kami untuk berserikat di dalam unta dan sapi, setiap tujuh orang dari kami berserikat dalam satu ekor unta,”(HR Muslim).
Baca Juga: PART I: Kecelakaan Laut dan Nasib Status UNESCO Global Geopark Ciletuh Sukabumi
Melansir dari Suara.com, Selain itu, ketentuan tersebut juga tertuang dalam Hadis Riwayat Imam Malik bin Anas yang artinya sebagai berikut.
“Sesungguhnya Abu Ayyub al-Anshari berkata, Kami dahulu berkurban dengan satu kambing, disembelih seseorang untuk dirinya dan keluarganya, kemudian manusia setelahnya saling membanggakan diri maka menjadi ajang saling membanggakan (bukan ibadah),”(HR Imam Malik bin Anas).
Sesuai dengan hadis tersebut, muncul pandangan dari para ulama yang menegaskan bahwa patungan untuk kurban seekor kambing tidak diperbolehkan, sehingga kurban menjadi tidak sah.
Meski demikian, ada pula sebagian ulama yang berasumsi bahwa patungan seekor kambing masih diperbolehkan.
Asumsi tersebut berlandaskan atas Hadis Riwayat Muslim yang menyebutkan Nabi Muhammad SAW mengeluarkan kurban untuk keluarga dan umatnya hanya dengan dua ekor kambing.
"Nabi berkurban dengan dua kambing gibas dan berdoa, Ya Allah terimalah dari Muhammad, keluarga dan umatnya," (HR. Muslim).
Hadis itu belum cukup kuat untuk dijadikan argumentasi. Sebab, dalam hadis tersebut tidak dijelaskan konteks patungan atau kongsi berkurban kambing, melainkan berkaitan dengan al isyrak fi al tsawab (menyertakan orang lain dalam pahala kurban).
"Mencukupi satu kambing tertentu berupa domba atau kambing kacang dari satu orang saja, maka bila ia menyembelih untuk dirinya dan keluarganya, atau untuk dirinya dan menyertakan orang lain di dalam pahala berkurban, maka boleh. Atas ketentuan ini diarahkan haditsnya Imam Muslim: Nabi berkurban dengan dua kambing gibas dan beliau bersabda, Ya Allah semoga engkau terima kurban ini dari Muhammad, keluarga, dan umatnya," (Syekh Khathib al-Syarbini, al-Iqna’ ‘Ala Matni Abi Syuja’, juz.4, hal.332).
Kesimpulannya, patungan membeli kambing hukumnya tidak sah sebagai kurban. Namun, apabila hal tersebut telah terlanjur dilakukan maka status daging yang disembelih hanya sebagai sedekah biasa yang berpahala, namun tak memiliki konsekuensi seperti kurban.
Adapun solusi yang bisa ditempuh adalah dengan menghibahkan uang hasil patungan tersebut kepada satu orang untuk kemudian dibelikan kambing.
Dengan demikian, kambing yang dibeli menjadi haknya secara utuh dan sah dikurbankan atas namanya. Ia juga bisa memberikan pahala kurbannya untuk sejumlah orang yang tergabung dalam kongsi.
Sumber: Suara.com (Nadia Lutfiana Mawarni)