SUKABUMIUPDATE.com - Bangsa Arab pra Islam mengenal beberapa macam perkawinan. Hal tersebut seperti dipaparkan Yusup Abdurrahman dalam jurnalnya yang berjudul Pernikahan Poliandri dalam Filsafat Kebebasan Manusia.
Menurut Yusup, keenam jenis perkawinan tersebut diantaranya adalah: Pertama, Istibdha yaitu seorang suami meminta kepada istrinya untuk berjima' dengan laki-laki lain yang dipandang mulia atau memiliki kelebihan tertentu, seperti keberanian dan kecerdasan. Selama istri "bergaul" dengan laki-laki tersebut, suami menahan diri dengan tidak berjima' dengan istrinya sebelum terbukti bahwa istrinya hamil.
"Tujuan perkawinan seperti ini adalah agar istri melahirkan anak yang memiliki sifat yang dimiliki laki-laki yang menyetubuhinya, yang tidak dimiliki oleh suaminya," tulis Yusup seperti dikutip sukabumiupdate.com, Rabu (31/05/2023).
Kedua, kata Yusup, adalah perkawinan poliandri yaitu sistem pernikahan seorang wanita yang mempunyai lebih dari satu orang suami. "Menurut Ali Husein Hakim dalam bukunya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan poliandri, yaitu ketika seorang perempuan dalam waktu yang sama mempunyai lebih dari seorang suami," jelasnya.
Baru-baru ini viral, paktik perkawinan poliandri yang dilakukan seorang wanita muda berhasil diungkap. Dalam video wawancara khusus yang unggah 18 April 2023 itu sudah ditonton 671 ribu tayangan dan dibanjiri 3.313 komentar, seperti dikutip sukabumiupdate.com, Sabtu (27/05/2023)
Wanita muda tersebut adalah Ibu Siti, memiliki dua orang suami yang juga masih muda, Suami pertama bernama Abdul dan kedua bernama Somad. Praktik poliandri yang mereka lakukan memang tidak lazim sehingga wajar bila ada warga yang merasa keberatan. Bahkan, mereka sempat diusir warga gegara praktik poliandri yang dinilai tak wajar di kampung tersebut.
Pasalnya, Ibu Siti bersama Pak Somad dan Pak Abdul tinggal di satu atap dan mencari nafkah bersama. Mereka Memiliki usaha warung kecil-kecilan dan warung bensin eceran. Ibu Siti dan kedua suaminya mengaku kerap hampir diusir oleh warga karena status mereka yang poliandri dan tinggal serumah. "Ada warga mengaku kami mencemarkan nama kampung. Tapi da gimana lagi, ga punya tempat lain lagi," ujar Pak Somad.
Ketiga, lanjut Yusup adalah perkawinan Badal, yaitu tukar menukar istri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan tujuan memuaskan hubungan seks dan terhindar dari rasa bosan.
Kalau diibaratkan kasus serupa pada saat ini, perkawinan Badal mirip dengan isitlah Swinger, Swinger atau dalam bahasa lain disebut partner swapping yang lazim diterjemahkan secara sederhana, yakni bertukar pasangan,
Kemudian, Keempat dalah perkawinan Syighar, yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuannya kepada seorang laki-laki tanpa mahar.
Selain beberapa tipe perkawinan di atas, sambung Yusup mengutip pendapat Abdur Rahim dalam buku Kasf Al Gumma, menjelaskan beberapa perkawinan lain yang terjadi pada bangsa Arab sebelum datangnya Islam, sebagai berikut:
Pertama, bentuk perkawinan dimana seorang meminta kepada orang lain untuk menikahi saudara perempuan atau budak dengan bayaran tertentu (mirip kawin kontrak).
Kedua, perkawinan Mut’ah. Dalam perkawinan ini ditentukan waktunya dan syaratnya. Perkawinan ini akan berakhir apabila waktunya habis berdasarkan syarat yang ditentukan sebelumnya.
Keenam model perkawinan diatas, setelah datangnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW merupakan model pernikahan yang dilarang. Larangan perkawinan tersebut bisa dirujuk pada keterangan yang terdapat dalam Al-Quran maupun Al-Hadits.
Sedang model perkawinan yang disebut terakhir, yakni perkawinan mut'ah, menurut berbagai kalangan perkawinan semacam ini haram hanya saja Syi‟ah Istna Ashari yang masih menghalalkannya.