SUKABUMIUPDATE.com Sudah menjadi rahasia umum bahwa Masyarakat Kampung Naga beragama Islam. Akan tetapi, ada hal unik yang ditemukan yakni soal pelaksanaan Ibadah Haji atau Hari Raya Idul Adha.
Menurut Masyarakat Kampung Naga, menunaikan ibadah haji tidak perlu jauh-jauh datang ke tanah suci Mekkah, namun cukup dengan mengadakan upacara hajat sasih.
Upacara hajat sasih sendiri adalah upacara keagamaan yang dilaksanakan bertepatan dengan tanggal Rayagung (Dzulhijjah) pada Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri. Seperti dikutip dari penelitian Ujang Saepullah tahun 2018, bertajuk "Etnografi komunikasi Islam Sunda Masyarakat Adat Kampung Naga di Tasikmalaya Jawa Barat".
Ya, ritual keagamaan masyarakat adat Kampung Naga memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri yang berbeda dengan pelaksanaan ajaran agama Islam pada umumnya.
Sebelumnya diberitakan tentang Shalat 3 Waktu, dari hasil wawancara peneliti dengan Ketua Adat Ade Suherlin pada 15 Maret 2015 silam.
"Shalat wajib lima waktu bagi kami cukup dilaksanakan tilu waktos bae, dhuhur asar digabung jadi sawaktu, Shalat magrib dan isya jadi sawaktu, dan Shalat subuh sawaktu. Shalat eta kudu dilaksanakan ku masyarakat adat kampung Naga, sebab eta ajaran anu diturunkeun ke para karuhun baheula ka anak cucuna, jadi kudu bisa ngalaksanakeun sabisa-bisa" kata Ketua Adat Kampung Naga.
Pemaparan Ketua Adat memberikan gambaran bahwa masyarakat kampung Naga semuanya beragama Islam, tetapi ritual keagamaannya tidak sama dengan umat Islam pada umumnya. Soal Shalat tiga waktu yang dikerjakan Masyarakat Kampung Naga yakni waktu siang hari, malam hari dan waktu pagi meski bacaan shalatnya tetap sama dengan bacaan Shalat umat Islam lain.
Peneliti juga menyinggung sumber lain yang menyebutkan bahwa masyarakat Kampung Naga disebut sebagai penganut agama Sunda Wiwitan, seperti orang Baduy di Banten.
Fenomena ibadah yang dilakukan Masyarakat Kampung Naga, adalah bentuk warisan dari nenek moyang. Namun demikian, asal usul darimana fenomena itu berasal masih belum ditemukan kebenarannya, apakah dari generasi awal Embah Eyang Singaparna atau generasi sesudahnya.
Meski begitu, ada dugaan bahwa pendiri Kampung Naga dan generasi sesudahnya relatif kurang memahami ajaran Islam dengan benar. Alhasil, implementasi ajaran Islam yang dijalankan masyarakat Kampung Naga tidak sama dengan norma-norma ajaran Islam yang sebenarnya.
Seperti diketahui, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh komunitas etnik Sunda yang sangat kuat memegang adat istiadat peninggalan nenek moyangnya.
Kampung Adat Jawa Barat ini berada pada suatu lembah yang subur, dilalui oleh sebuah sungai bernama sungai Ciwulan yang bermata air di Gunung Cikuray di daerah Garut.
Ritual Keagamaan masyarakat Kampung Naga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Entah hanya untuk berkunjung atau justru melakukan riset penelitian tentang kebiasaannya.
Sumber: Artikel Ilmiah UIN SGD