SUKABUMIUPDATE.com - Seluruh umat Islam di Dunia telah melaksanakan ibadah puasa Ramadan selama satu bulan penuh.
Namun, pastinya ada beberapa orang yang terpaksa tidak menjalankan ibadah puasa lantaran mengalami halangan seperti sakit, dalam perjalanan, wanita haid, wanita melahirkan dan sebagainya yang diperbolehkan untuk meninggalkan puasa.
Namun, puasa yang ditinggalkan tersebut akan menjadi hutang dan harus diganti di bulan selain bulan Ramadan atau membayar fidyah.
Selain itu, momen setelah hari Raya Idul Fitri bagi umat muslim juga dianjurkan menjalankan ibadah sunnah Puasa Syawal yang pahalanya tidak kalah besar.
Baca Juga: Gerhana Matahari di Bulan Ramadan Tanda Datangnya Imam Mahdi? Ini Kata Buya Yahya
Akhirnya sebuah pertanyaan muncul, lebih baik mana, antara membayar hutang puasa atau melakukan puasa Sunnah Syawal terlebih dahulu?
Dikutip dari NTB.Suara.com yang merujuk dari Kanal Youtube Al-Bahjah TV, Buya Yahya menjawab pertanyaan tersebut dengan jelas.
Buya Yahya menjelaskan jika lebih baiknya itu membayar hutang terlebih dahulu.
Namun demikian, agar pahala dari puasa Sunnah Syawal nya pun tidak terlewat, bagi muslim atau muslimah yang akan membayar hutang puasa, alangkah lebih baik dilakukan pada saat bulan Syawal.
Baca Juga: Buya Yahya Jelaskan Ada Kriteria Pemudik yang Tak Wajib Puasa
"Jadi dahulukan bayar hutang, cuma Allah SWT kan Maha Kasih, Ibu bayar hutang pas kan di bulan Syawal," jelas Buya Yahya.
"Maka Ibu juga dapat pahala Syawal, niatnya bayar hutang puasa saja kan enak," sambungnya.
"Jangan dibalik kalau puasa sunnah saja, hutangnya ga kebayar, kalau bayar hutang pahala sunnah nya dapat," tuturnya.
Buya Yahya juga menjelaskan untuk jangan melakukan satu puasa dengan dua niat berbeda, misal puasa di bulan syawal dengan niat puasa syawal dan membayar hutang.
Hal tersebut tidak boleh dilakukan karena ibadah puasa orang tersebut dinilai tidak sah.
Baca Juga: Pernah Berzina Tapi Tak Hamil Apakah Tetap Harus Menikah? Ini Jawaban Buya Yahya
"Tapi jangan didouble niatnya, kalau niatnya didouble disebutkan oleh para ulama kita itu nanti tidak sah," kata Buya Yahya.
Lebih lanjut, menurut Buya Yahya untuk menyebutkan niat puasa juga tidak harus menggunakan bahasa Arab, cukup dengan bahasa Indonesia yang kita pahami saja itu sudah cukup membuat Ibadah Puasa kita diterima. Insyaallah.
Sumber: ntb.suara.com/Haryo