SUKABUMIUPDATE.com - Setelah disotor karena flexing atau pamer harta, penampilan Reihana, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Lampung juga turut diperbincangkan.
Gaya busana wanita yang dikabarkan sudah menjabat menjadi Kadinkes Lampung selama 14 tahun tersebut memang terlihat beda dari yang lain, terutama gaya hijab nyentriknya.
Terlihat di beberapa fotonya, Reihana nampak menggunakan hijab segiempat dengan bagian lekukan atasnya dibuat sangat lancip dan cukup tinggi.
Baca Juga: 4 Kawasan Kuliner di Kota Sukabumi, Cocok Dijajal saat Libur Lebaran
Namun, apakah hukum dalam Islam menggunakan hijab dengan model nyentrik atau cetar tersebut? Simak penjelasannya seperti menghimpun dari Suara.com.
Pandangan Islam Soal Hijab Wanita
Lantas, sebenarnya bagaimana pandangan Islam soal hijab? Bagaimana cara yang benar menggunakan hijab?
Oki Setiana Dewi, melalui kanal YouTube pribadinya yang diunggah pada 4 Februari 2021, menuturkan bahwa makna hijab adalah terbungkus rapi, bersih, dan terjaga. Bahwasannya hijab itu sebagai pelindung bukan sebagai penghias.
Ustazah Oki juga mengatakan kalau terdapat sejumlah syarat yang harus diperhatikan saat akan mengenakan hijab, agar sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
"Pertama adalah menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan sehingga auratnya tertutup dengan sempurna. Kedua adalah bukan pakaian (hijab) untuk berhias, syarat yang ketiga adalah tidak terlalu tipis. Keempat adalah tidak memakai wewangian yang sangat (menyengat)," tutur Oki Setiana Dewi.
Kemudian syarat yang kelima adalah tidak menyerupai pria dan di luar identitas seorang muslim. Ada pun syarat yang keenam disampaikan oleh ustazah Oki yakni bukan untuk mencari ketenaran (popularitas).
"Jadi kita menyesuaikan lazim gak nih pakaian yang kita pakai? Kalau gak lazim beda sendiri, jadi pusat perhatian berarti pakaian syuhrah. Termasuk pakaian yang terlalu mewah sehingga menarik perhatian orang," tandas kakak Ria Ricis tersebut.
Hukum Jilbab Punuk Unta
Hukum jilbab punuk unta merujuk pada sebuah hadits riwayat Muslim yang memunculkan beberapa pendapat para ulama.
“Terdapat dua golongan penduduk neraka yang belum aku melihat keduanya yaitu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia (maksudnya penguasa yang dzalim), dan perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang lain juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala wanita itu seperti punuk unta yang berlenggak-lenggok. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium bau wanginya. Padahal bau wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian waktu (jarak jauh sekali).” (HR. Muslim)
Golongan kedua yang akan masuk neraka seperti digambarkan dalam hadits tersebut adalah para wanita yang berpakaian tetapi pakaiannya tidak menutupi aurat, tidak taat menjalankan perintah dan larangan Allah SWT, dan mengajarkan orang lain untuk meniru mereka.
Pada kalimat “kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring” dalam hadits tersebut kerap kali digambarkan seperti wanita-wanita yang memakai jilbab tetapi kelihatan menonjol di atas kepala.
Dilansir dari laman NU Online, terdapat beberapa pendapat para ulama dalam hal ini:
- Penjelasan menurut an-Nawawi, yang dimaksud dengan menyerupai punuk unta adalah membesar-besarkan kepala dengan kain yang digelung di atas kepala, dan bukan di belakang kepala.
- Menurut Imam Al-Qurtubi, yang dimaksud dengan punuk unta adalah lipatan atau gelungan, baik rambut ataupun kain, yang diangkat ke atas kepala dengan tujuan berhias atau mempercantik diri. Hal ini merupakan salah satu bentuk larangan berpakaian dalam Islam.
- Menurut al-Marizi, para wanita itu suka memandang laki-laki, tidak menjaga pandangan dan tidak menundukkan kepala-kepala mereka.
- Menurut al-Qadli ‘Iyadl, para wanita itu memilin jalinan rambut dan mengikatnya sampai ke atas lalu mengumpulkannya di tengah kepala, maka menjadi seperti punuk unta.
Dengan demikian, dapat disimpulkan dari pendapat para ulama berdasar hadits riwayat Muslim, bahwa hukum jilbab punuk unta dilarang dalam Islam.
Sumber: Suara.com