SUKABUMIUPDATE.com - Malam Jumat Identik dengan hal yang membuat bulu kuduk merinding. Cerita makhluk mistis bahkan tersebar luas di kalangan Masyarakat Sunda, seperti Kuntilanak.
Ya, Kuntilanak yang sering dikenal dengan Mbak Kunti adalah salah satu mahluk mitologi (baca: hantu) yang dipercaya oleh masyarakat hingga saat ini.
Masyarakat meyakini sosok Kuntilanak berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia atau wanita yang meninggal karena melahirkan dan anak tersebut belum sempat lahir ke dunia. Tak hanya itu, Kuntilanak juga dikaitkan dengan perempuan yang sakit hati.
Kuntilanak identik dengan sosok perempuan berambut panjang, berbaju putih dan bercucuran darah. Tempat kuntilanak juga kerap dipercaya menjadi penghuni kuburan, pohon angker hingga kamar bersalin di Rumah Sakit.
Menarik untuk dikaji tentang Visualisasi Kuntilanak dalam Cerita Legenda Urban (Urban Legend) yang diyakini masyarakat sebagai sosok Perempuan menyeramkan berambut panjang.
Informasi kemudian dikutip dari Artikel Penelitian bertajuk "Visualisasi Karakter Kuntilanak Berdasarkan Cerita Legenda Urban Mengenai Tragedi Sakit Hati Perempuan". Penelitian ditulis oleh Achmad Deptian Djenuari Rizky dan Yully Ambarsih Ekawardhani dari Program Studi Desain Komunikasi Visual, UNIKOM.
Baca Juga: Sosok Nyi Blorong, Mitos Penunggu Wisata Alam Curug Cikaso Sukabumi
Misteri Mbak Kunti dalam Cerita Hantu Urban Legend, Kaitannya dengan Perempuan Sakit Hati
Asal Mula Disebut Hantu Kuntilanak atau Puntianak
Dahulu kala, di suatu kerajaan daerah Kalimantan Barat, tepatnya pantai utara terjadi skandal yang dinilai sangat memalukan, dilakukan oleh salah seorang putri dari kerabat keluarga kerajaan itu sendiri.
Terungkap adanya kehamilan tidak diinginkan -saat ini dikenal dengan hamil diluar nikah- karena kesalahan tindakan sang putri.
Bagi keluarga kerajaan, ini menjadi aib besar yang berpotensi merusak kehormatan keluarga. Ketakutan akan nasibnya dalam keluarga mendorong sang putri untuk meninggalkan keluarganya dan mengasingkan diri.
Tempat yang dituju adalah Pontianak, sampai di sebuah pulau di tengah sungai berair hitam. Hidup dalam pengasingan tidak membuat hidupnya lebih baik, tetapi justru semakin buruk, merana, hingga mengubah bentuk fisiknya.
Kecantikan terhalang kesengsaraan, rasa sakit karena kehilangan kehidupannya
sebelum mengalami musibah membuat dirinya berubah, baik sifat, perilaku
maupun penampilannya.
Kemarahan membuatnya suka berteriak marah dan kecewa, kesedihan membuatnya menangis kemudian tertawa. Kekecewaan membuatnya tidak mengurus diri, sehingga rambutnya tumbuh tidak beraturan, acak dan pakaiannya tersobek-sobek.
Sampai suatu saat, ia telah sampai di puncak penderitaan dan meninggal dengan merana. Kematiannya yang tidak wajar membuat sosok hantu Kuntilanak ini bangkit dari kematian.
Setelah bangkit, pertama yang ditujunya adalah sebuah pohon besar dekat
pondok rumahnya. Pohon itu adalah pohon paling tua di pulau tersebut dan ditengah batang pohon terdapat lubang yang cukup besar dan tinggal lah ia disana.
Oleh karena sudah siap melahirkan, hantu puteri itu akhirnya melahirkan di lubang pohon. Kadangkala hantu puteri ini terlihat oleh nelayan yang
singgah di pinggir pulau sambil menggendong bayi.
Berdasarkan cerita ini, orang kampung setempat menyebutnya “Kunti Anak” atau perempuan yang menggendong anak, dalam bahasa Malaysia “Puan Anak” hingga menjadi kalimat “Kuntilanak” atau “Puntianak”.
Itulah Asal Mula Cerita Kuntilanak atau Hantu Puntianak.
Baca Juga: Wisata Curug di Sukabumi, Cikaso Jadi Tempat Bersemayam Prabu Siliwangi?
Cerita lainnya berhubungan dengan sejarah kota Pontianak, yang konon berasal dari Abdurrahman Alkadrie, pendiri Kesultanan Pontianak. Ia diganggu hantu ini ketika akan menentukan tempat pendirian istana.
Alhasil, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan empat belas perahu kakap menyusuri Sungai Peniti.
Ketika waktu dzuhur, mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan shalat dzuhur itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, (dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan). Di pulau itu mereka mulai
mendapat gangguan hantu Pontianak atau Kuntilanak.
Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Syarif Abdurrahman kemudian terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan dimana meriam itu jatuh, maka disanalah wilayah kesultanannya didirikan.
Peluru meriam itu jatuh melewati simpang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kini lebih dikenal dengan Beting Kampung. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.
Kisah tersebut termasuk salah satu Cerita Legenda Urban tentang Hantu Kuntilanak yang dipercaya masyarakat.
Baca Juga: 3 Mitos Pantai Palabuhanratu Sukabumi, Kamar Hotel 308 hingga Larangan Baju Hijau
Sekilas tentang Urban Legend: Cerita Legenda Urban Visualisasi Kuntilanak
Legenda urban, seperti legenda lainnya adalah bagian dari folklore, yaitu tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau diwariskan secara turun temurun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), folklore adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.
Sebagian masyarakat legenda urban meyakini ini cerita mengenai makhluk gaib atau hantu yang berasal dari roh atau arwah yang meninggalkan raga atau badan karena kematian. Beberapa karakter hantu yang popular di masyarakat antara lain Kuntilanak, Genderuwo, Pocong, Tuyul dan Suster Ngesot.
Sumber: Jurnal UNIKOM