SUKABUMIUPDATE.com - Hari Bahasa Ibu Internasional diperingati setiap tanggal 21 Februari. Penetapan Hari Bahasa Ibu Sedunia ini dilakukan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tanggal 17 November 1999.
Hari Bahasa Ibu Internasional telah diperingati setiap tahun sejak tahun 2000an silam. UNESCO sebagai bagian dari badan PBB mengajak seluruh negara di dunia untuk ikut merayakannya sebagai pengingat bahwa keberagaman bahasa dan multilingualisme adalah aspek penting.
Melalui perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional, UNESCO ingin mempromosikan tentang kesadaran akan keanekaragaman bahasa dan budaya serta kemampuan multibahasa. Mengingat perbedaan bahasa di seluruh dunia menjadi hal penting untuk pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: Festival Tunas Bahasa Ibu, Kadisdikbud Kota Sukabumi: Melestarikan Bahasa Sunda
Bahasa ibu adalah penguasaan bahasa seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertamanya (B1). Sementara, pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses panjang, yang dimulai sejak anak tak bisa berbicara hingga fasih berbicara dan mulai mengenal bahasa lain (B2), dilansir dari dispusip.pekanbaru.go.id.
Misalnya, seorang anak yang lahir di suatu daerah akan mampu berbicara bahasa daerah dari orang tuanya, lingkungan sekitar, dan daerah tempat tinggalnya. Kemudian, ia akan mengenal bahasa Indonesia sebagai jenjang bahasa formal karena menjadi bahasa pendidikan di tingkat dasar.
Contoh nyata dari implementasi penggunaan bahasa ibu adalah masyarakat Sukabumi yang mayoritas adalah suku Sunda. Maka tak heran, warga Sukabumi mayoritas bahasa ibunya adalah bahasa Sunda.
Namun sayangnya, penggunaan bahasa Sunda di Sukabumi perlahan mulai terkikis sehingga sebagian anak muda Sukabumi terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia yang merupakan Bahasa Nasional.
Sejarah Hari Bahasa Ibu Internasional: International Mother Language Day
Sejarah Munculnya Hari Bahasa Ibu Internasional bermula dari inisiatif UNESCO pada 17 November 1999, yang secara resmi diakui oleh Majelis Umum PBB.
Baca Juga: Kenapa Namanya Sukabumi? Sebelum Like Earth Kekinian, Ini Cerita Historis Kota Mochi!
Gagasan awal untuk merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional adalah inisiatif dari Bangladesh. Resolusi bahasa internasional ini disarankan oleh Rafiqul Islam, seorang Bangli yang tinggal di Vancouver, Kanada.
Ia menulis surat kepada Kofi Annan pada tanggal 9 Januari 1998, memintanya untuk mengambil langkah untuk menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day).
Adapun kenapa tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional karena pada tanggal tersebut Bangladesh mengalami tragedi pembunuhan di tahun 1952 ketika memperjuangkan bahasa Bengali di Dhaka.
Pada tanggal 16 Mei 2009, Majelis Umum PBB meminta negara-negara anggotanya untuk mempromosikan semua bahasa yang digunakan oleh orang-orang di dunia.
Sebelumnya di tahun 2008, Mejelis Umum menyatakan tahun tersebut sebagai Tahun Bahasa Internasional untuk mempromosikan persatuan dalam keanekaragaman dan pemahaman internasional melalui multibahasa dan multikulturalisme.
Kabar buruk menerpa perjuangan bahasa ibu di Indonesia, yang mana keanekaragaman Bahasa semakin terancam.
Menurut UNESCO, banyak keanekaragaman bahasa semakin terancam karena makin banyaknya bahasa yang hilang. Bahkan, setiap dua minggu sebuah bahasa dilaporkan lenyap.
Dengan hilangnya bahasa, secara langsung juga berdampak pada hilangnya warisan budaya.
“Ketika sebuah bahasa punah, dunia kehilangan warisan yang sangat berharga. Sejumlah besar legenda, puisi dan pengetahuan yang terhimpun dari generasi ke generasi akan ikut punah,” dikutip dari UNESCO via dispusip.pekanbaru.go.id, Selasa (21/2/2023).
Walaupun Indonesia adalah negara yang kaya akan bahasa daerah dan budaya serta menjadi negara kedua yang memiliki bahasa daerah terbanyak setelah Papua Nugini, ancaman punahnya bahasa daerah juga dihadapi negara ini. Tercatat di Indonesia sendiri, sebanyak tujuh bahasa daerah punah di kepulauan Maluku.
Dilansir dari website UNESCO, Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay dalam pesannya mengatakan
“Bahasa lebih dari sekedar alat komunikasi. Tapi ini adalah kondisi kemanusiaan kita. Nilai-nilai kita, keyakinan dan identitas kita tertanam di dalamnya” tuturnya.
Sumber: dispusip.pekanbaru.go.id