SUKABUMIUPDATE.com - Lockdown di Indonesia tentu tak luput dari keputusan Presiden selaku Kepala Negara. Ya, Presiden Joko Widodo.
Seperti diketahui, Jokowi sempat bersemedi selama tiga hari untuk bisa menetapkan kebijakan apakah Indonesia akan lockdown atau tidak saat di awal Pandemi COVID-19.
Tak hanya jokowi, Soeharto juga memiliki jejak pertapaan dalam dunia politik nya di Indonesia.
Baca Juga: 3 Daerah Angker Ini Konon Jadi Tempat Presiden Indonesia Bertapa
Mengutip Tempo.co, Presiden Jokowi kembali dimana akhirnya memutuskan Indonesia tidak menerapkan kebijakan lockdown atau mengunci satu kawasan agar virus tak menyebar. Padahal saat itu 80 persen menteri di kabinet hingga DPR meminta lockdown, seperti yang diterapkan di negara lain.
"Saya semedi 3 hari untuk memutuskan apa ini, apakah kita harus lockdown atau tidak. Karena betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai ini," kata Jokowi dalam rakornas transisi penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2023 di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023.
Semedi atau bertapa merupakan hal yang identik dengan budaya Jawa. Bukan hanya Jokowi, Presiden ke-2 RI, Soeharto juga pernah melakukannya.
Baca Juga: Pisau Tertancap di Tengkuk, Kronologi Anak Tewas Usai Dilempar Tas oleh Ayahnya
Diberitakan Tempo, Soeharto menjabat sebagai Presiden RI ke-2 sejak 1967. Kekuasaan itu tak dia dapat hanya karena peluang di dunia politik. Soeharto pun melakoni pertapaan guna memuluskan keinginannya itu.
Dalam artikel Dari Gua Semar, Wangsit itu Berasal, di Edisi Khusus Soeharto Majalah Tempo, 10 Februari 2008, dituliskan bahwa Soeharto setidaknya menjalani 10 pertapaan. Pertapaan dimulai dari Gua Jambe Lima, Gua Jambe Pitu, dan Gua Suci Rahayu di kawasan Gunung Selok, Cilacap, Jawa Tengah.
”Di Suci Rahayu itulah Soeharto melakukan penyucian awal,” kata Rusmanto, juru kunci Gua Semar. Selama melakoni semadi, Soeharto ditemani juru kunci Darmaji, yang tak lain adalah paman dari Rusmanto.
Dari Gua Suci Rahayu, Soeharto bergeser ke Gunung Srandil, yang juga ada di Cilacap. Gunung di tepi pantai itu memang terkenal sebagai tempat khusus untuk ziarah.
Di sanalah dimakamkan para leluhur tanah Jawa: Eyang Agung Heru Cokro, Eyang Sukmo Sejati, Eyang Kaki Tunggul Sabdo Jaati Doyo Amongrogo, Nini Dewi Tanjung Sekar Sari, dan Eyang Lalangbuono atau lebih dikenal sebagai Ismoyo Ratu.
"Kemudian, Soeharto melanjutkan semedi di Gunung Lawu, tempat menghilangnya raga Raja Brawijaya," kata Rusmanto, dikutip Jumat (27/1/2023).
Baca Juga: Reses di Curugkembar Sukabumi, Warga Gantungkan Harapan Perbaikan Jalan pada Badru
Di Gunung Lawu, Soeharto melakukan empat tahap pertapaan: di Argo Dalam, Argo Tumila, Argo Piruso, dan Argo Tiling. Setelah itu, ia bertapa lagi pada sebuah gunung kecil di Kecamatan Bobotsari, Purbalingga, Jawa Tengah.
"Selain bertapa, di gunung itu juga ada acara nyekar di makam Syekh Jamu Karang."
Usai deretan pertapan itu, barulah Soeharto menuju kawasan Dieng. Kala itu, kondisi Dieng belum sebagus sekarang. Jalannya berbatu-batu, menanjak, dan berlubang.
Menurut Rusmanto, Gua Semar adalah istana terakhir Mandala Sari alias Semar. Di sanalah Semar bersemedi abadi setelah pertapaan di berbagai tempat. "Menurut kepercayaan, urut-urutan pertapaan di tanah Jawa selalu berakhir di kawasan Dieng."
Selama menjalani pertapaan, Soeharto hanya ditemani oleh juru kunci Darmaji. Para pengawalnya menunggu pada jarak yang agak jauh. Sebelum bertapa, Soeharto harus melakukan bimolukar atau mandi lulur. "Tujuannya untuk menghilangkan nafsu angkara murka," ujar Rusmanto.
SUMBER: TEMPO.CO | MAJALAH TEMPO | CORNILA