SUKABUMIUPDATE.com - Shalat Jumat merupakan salah satu ibadah yang wajib dilakukan untuk kaum laki-laki yang beragama Islam.
Shalat Jumat dilaksanakan setiap hari Jumat saat waktu Dzuhur. Lalu bagaimana jika seorang lelaki sedang mengalami sakit, apakah boleh tidak melaksanakan Shalat Jumat?
Melansir dari Akurat.co, Allah SWT mewajibkan umat Islam melakukan salat Jumat. Salat Jumat kewajibannya langsung Allah tegaskan dalam Al-Qur'an.
Baca Juga: Gambaran Pasar Surga yang Buka Setiap Hari Jumat Menurut Cerita Rasulullah SAW
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya, “Wahai orang yang beriman, bila diseru shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah menuju zikrullah (shalat Jumat) dan tinggalkan aktivitas jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya,” (Surat Al-Jumu‘ah ayat 9).
Kemudian disebutkan juga dalam hadits Rasulullah SAW riwayat At-Turmudzi, At-Thabarani, Ad-Daruquthni, orang-orang yang tidak melakukan shalat Jum’at atau meninggalkannya dengan niat meremehkan (tidak ada ‘uzur) maka Allah akan menutup hatinya".
Baca Juga: Jadwal Tayang Preman Pensiun 8, Simak Info Terbarunya Langsung dari Sang Sutradara
Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
من ترك الجمعة ثلاث مرات تهاونا بها طبع الله على قلبه
Artinya: “Siapa meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan, niscaya Allah menutup hatinya,” (HR At-Turmudzi, At-Thabarani, Ad-Daruquthni). Hadits yang terakhir ini kemudian dijelaskan oleh Imam Ar-Ramli melalui Kitab Nihayatul Muhtaj".
Lalu bagaimana jika seseorang tidak melakukan shalat Jumat karena ia sedang mengalami sakit? Apakah orang yang demikian tetap masuk dalam kategori orang yang akan Allah kunci hatinya. Atau Allah maafkan karena ada alasan sakit?
Baca Juga: Kisah Masjid di Cibadak Sukabumi, Berdiri di Area Proyek Jembatan Pamuruyan Baru
Syekh Ahmad Az-Zarqa, dalam Syarhul Qawaidil Fiqhiyyah, halaman 243, menjawab pertanyaan di atas dengan logika seperti di bawah ini,
إذَا تَعَارَضَ الْمَانِعُ وَالْمُقْتَضِي فَإِنَّهُ يُقَدَّمُ الْمَانِعُ لأنَّ اعْتِناءَ الشارِعِ بالمَنْهِيّاتِ أَشَدُّ مِنِ اعْتِنائِه بالمَأْمُوْراتِ لِحَدِيْث مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْه فَاجْتَنِبُوْه ومَا أَمَرْتُكُمْ بِه فَأْتُوْا مِنْه مَا اسْتَطَعْتُمْ
Artinya: “Jika (kita) dihadapkan pada larangan dan perintah (wajib/sunnah), maka larangan diprioritaskan karena perhatian syariat pada larangan lebih kuat daripada perhatian pada perintah sebagaimana hadits Rasulullah, ‘Apa yang kularang kepada kalian, jauhilah. Apa yang kuperintahkan kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian.”
Baca Juga: Julang Emas Mati Ditembak, Burung Ikon Geopark Ciletuh Sukabumi Kini Tersisa 3 Ekor
Dalam konteks orang yang sedang sakit dan akan melakukan salat Jumat, maka hakikatnya ada larangan untuk pergi memaksakan melakukan ibadah, sebab dikhawatirkan merusak jiwa.
Padahal, dalam Islam, menjaga jiwa lebih penting dari memperhatikan perintah melakukan ibadah. Maka, menjalankan larangan (tidak shalat Jum’at) harus lebih diutamakan daripada melakukan perintah (salat Jumat).
Salah satu hadits yang juga memberikan isyarat agar seseorang memperhatikan penyakitnya daripada memaksakan melakukan ibadah, adalah sebuah hadits sebagai berikut:
Baca Juga: Persib Kehilangan 1 Pemain, Daftar Perpindahan Pemain Bursa Transfer Liga 1 hingga 17/1
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَامَ الْفَتْحِ إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ فَصَامَ النَّاسُ ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فَرَفَعَهُ حَتَّى نَظَرَ النَّاسُ إِلَيْهِ ثُمَّ شَرِبَ فَقِيلَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ إِنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ صَامَ فَقَالَ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ
Artinya: “Dari sahabat Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW keluar pada tahun Fathu Makkah (630 M/8 H) menuju Makkah pada bulan Ramadhan. Rasulullah masih berpuasa. Tiba di Kira Al-Ghamim, orang-orang juga masih berpuasa. Rasulullah kemudian meminta segelas air (karena kondisi fisik menurun) lalu mengangkatnya tinggi-tinggi sehingga orang banyak melihat gelas yang dipegangnya. Ia kemudian meminumnya. Setelah itu Rasul dikabarkan bahwa sebagian orang memaksakan diri berpuasa. Rasul mengatakan, ‘Mereka orang yang bermaksiat. Mereka orang yang bermaksiat,’” (HR Muslim).
Baca Juga: Cuti Bersama Imlek 2023: Apakah 23 Januari Jadi Tanggal Merah? Simak Informasinya di Sini
Pada hadits tersebut di atas, Nabi melarang orang-orang yang memilikli pengalaman maksiat untuk melakukan puasa, karena kemaksiatan merupakan sebuah penyakit. Maka Nabi Muhammad memerintahkan mereka untuk fokus menghilangkan penyakit dan meninggalkan kemaksiatan untuk kemudian melakukan shalat.
Dalam arti lain, orang yang sedang sakit dibolehkan untuk tidak melakukan salat Jumat. Wallahu A’lam.
Sumber: Akurat.co