SUKABUMIUPDATE.com - Ada banyak sejarah yang melatarbelakangi keberadaan sebuah daerah salah satunya Kecamatan Nyalindung. Berada di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi, dulunya Nyalindung merupakan pusat perkantoran perusahaan saat zaman kolonial belanda.
Nyalindung awal mulanya hanya sebuah desa namun begitu luas seiring perkembangan zaman maka dimekarkan kemudian menjadi sebuah kecamatan. Kini Kecamatan Nyalindung terdiri dari 10 desa, yaitu Cisitu, Nyalindung, Kertaangsana, Mekarsari, Bojongkalong, Bojongsari, Sukamaju, Wangunreja, Neglasari, Cijangkar.
Tokoh masyarakat Nyalindung Mohammad Djuin (82 tahun) menuturkan, nyalindung memiliki arti panyalindungan atau dalam bahasa Indonesia persembunyian.
BACA JUGA: SRBC 2018, Ada Mobilnya Dilan di GWK Sukabumi
Nyalindung memiliki sumber daya alam yang melimpah. Teh, kopi dan rempah-rempah tumbuh subur sehingga dulunya banyak perkantoran Belanda yang mengelola hasil bumi Nyalindung.
"Dahulu Nyalindung ini justru adalah pusat dari perusahaan milik Belanda," jelas pria yang akrab disapa Abah Djuin ini kepada sukabumiupdate.com.
Namun ketika Jepang menjajah Indonesia, hasil bumi dari Nyalindung dihabiskan.
"Yang merusak itu justru bangsa Jepang, karena mereka tak pernah menanam hanya mengambil hasil alamnya saja," imbuhnya.
Yang menarik, kata Abah, leluhur masyarakat Nyalindung berasal dari suku Bugis Makassar yang mengembara lalu memiliki keturunan.
BACA JUGA: 45 Tahun HKTI, Berkarya Memberikan Solusi Bagi Petani
"Menurut cerita orang tua saya dulu, leluhur di Nyalindung ini adalah Uyut Lurah atau Raksa Praja yang bernama asli Unrus merupakan seorang lelaki keturunan Bugis Makassar," ungkap warga Kampung Kebontengah, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung ini.
Menurut Abah, Uyut Unrus ke Nyalindung datang pada tahun 1418 Masehi kemudian menikah dengan wanita asal Sagaranten dan memiliki 10 orang anak.
"Keturunan Uyut Unrus saat ini menyebar di seluruh pelosok Nyalindung dan sebagian Purabaya, karena dahulu sebagian daerah Purabaya itu masuk ke dalam wilayah Nyalindung," sambung Abah yang piawai bermain silat dan ahli patah tulang ini.
Abah Djuin menjelaskan bahwa talaga warna dan goa siluman merupakan tempat yang tidak bisa lepas dari sejarah terbentuknya Nyalindung.
"Talaga Warna dahulunya adalah tempat pertapaan, bahkan waktu abah kecil di tempat itu banyak di temukan batara karang (sejenis mumi yang di percaya sebagai petapa yang tubuhnya mengecil)," sambungnya.
Sementara itu goa siluman menjadi bagian sejarah penjajahan di tanah air karena menjadi tempat bersembunyi para pejuang kemerdekaan saat itu.
BACA JUGA: Ribuan Jamaah Hadiri Tabligh Akbar Bersama Ustad Evie Effendi di Cicurug Sukabumi
"Di tahun 1982 Abah pernah membuktikan bahwa keangkeran goa siluman hanya mitos, abah mengajak unsur pemerintah untuk masuk ke dalam goa dan alhamdulillah hingga saat ini goa tersebut dapat di kunjungi," ungkap nya.
Menurut dia, seluruh daerah memiliki sumber daya alam yang melimpah dan mesti dilestarikan karena alam dan manusia seperti gula dan manisnya. Demikian juga dengan sejarah.
"Manusia dan alam tak bisa dipisahkan, sejarah dan Jaman seperti garam dan asinya. Biasakan melihat dengan dua mata," pungkasnya.