SUKABUMIUPDATE.com - Kelompok Tani Hati Nurani Rakyat (Hanura) di kampung Cipeusing, Desa Cimerang, Kecamatan Purabaya, bertekad terus mengembangkan bercocok tanam padi organik. Kelompok tani ini memilih tanaman padi organik untuk menjaga kesuburan tanah dan pengelolaan tanam yang berkelanjutan. Selain padi organik, kelompok tani ini memilih menggunakan pupuk organik.
Para petani yang tergabung dalam kelompok ini sudah menanam 10 hektare padi organik. Kelompok tani yang terbentuk sejak tahun 1991 silam ini didirikan Abah Tamrin (alm) tokoh petani di kampung Cipeusing.
Kelompok ini berawal dari beberapa petani di kampung Cipeusing yang berinisiatif untuk menjadikan kotoran hewan ternak sebagai pupuk pengganti pupuk non organik. Sebab hampir seluruh petani di kelompok ini memiliki hewan ternak.
BACA JUGA: Gapoktan Sukatani Sukabumi Salurkan Bantuan Sarana Produksi Gula Merah
Mengenai nama, Kelompok tani Hanura tak ada kaitannya dengan Parpol.
Ketua Kelompok Tani Hanura Bebeng Anwari (56 tahun) menjelaskan saat itu ketika mencoba beralih dari pupuk non organik ke pupuk organik tak semudah seperti yang dipikirkan. Dimana petani sempat mengalami penurunan hasil panen padi.
Pada musim panen pertama, penurunan hasil panen padi hampir 50 persen. Di tahap ke dua terjadi penurunan sekitar 25 persen hingga di musim panen ke tiga panen kembali normal dan kembali seperti sedia.
Bebeng yang merupakan generasi kedua dalam kelompok tani Hanura ini mengungkapkan setelah sukses mengembalikan penggunaan pupuk organik. Selanjutnya, dihadapkan dengan tanam padi organik yang mengalami kendala namun dialami di awal saja. Hal ini disebabkan kondisi tanah yang masih mengalami penyesuaian.
"Kondisi tanah yang banyak mengandung kimia dipaksa harus kembali ke semula. Makanya wajar jika pada awalnya terjadi penurunan hasil panen," ungkap Bebeng.
BACA JUGA: Gapoktan Sukaraja Kabupaten Sukabumi Berharap BUMDes Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tani
Hal tersebut menjadikan motivasi buat petani lain untuk mengikuti jejak Bebeng dan Abah Tamrin. Setiap tahunnya, kelompok bertambah anggotanya karena harga padi organik cenderung tinggi dan stabil di harga Rp 18 ribu per Kilogramnya. Hal ini, membuat kondisi ekonomi petani di Kampung Cipeusing pun stabil. Terlebih pupuk yang digunakan dibuat sendiri oleh petani sehingga mengurangi ongkos produksi.
"Mereka biasa menjual beras organiknya ke Jakarta dan di pasarkan di pasar modern di Jakarta," jelasnya.
Kendalanya hanya satu saja yaitu malas. Sebab kata Bebeng proses Pemakaian pupuk organik atau kandang sangat membutuhkan kesabaran yang tinggi dalam pengurusannya.
Menurut dia, untuk mencukupi kebutuhan satu hektare lahan sawah dibutuhkan sekitar 20 ton kotoran kandang dan itu hanya di awal sebelum memulai tanam. Selanjutnya dalam proses perawatan hanya sekitar lima ton pupuk saja.
"Bila kondisi tanah sudah stabil dan normal tanpa kimia justru akan lebih gampang prosesnya, " lanjut Bebeng.
Dalam mengatasi Hama, kelompok tani ini pun membuat formulanya sendiri yang terbuat dari ramuan akar dan pohon yang didapat dari kebun.
BACA JUGA: Gapoktan Desa Bojonggaling Gaet BP3K
"Keunggulan penanam dengan proses organik ini sangat banyak, selain irit juga hasilnya lebih banyak karena hewan ternak pun bisa kita jual juga, "tambah Bebeng.
Karena kesuksesanya di bidang padi organik, kelompok tani ini mendapat penghargaan dalam even kelompok tani berprestasi pada tahun 2017.
Sementara itu, Kepala Desa Cimerang E Setiawan, mengatakan kelompok tani Hanura diharapkan bisa menularkan semangat bertani secara organik ke petani lainnya.
"Saya berharap kelompok tani yang lain mengikuti Jejak kelompok tani Hanura ini, agar kehidupan petani bisa lebih makmur dan sejahtera," pungkasnya.