SUKABUMIUPDATE.com - Seni budaya menjadi bagian tak terpisahkan dari pengembangan Ciletuh-Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sebagai kawasan Geopark dunia. Sudah seharusnya Ciletuh memiliki garapan musik yang kelak bisa menjadi identitas kawasan ini.
Melihat kondisi ini sejumlah komunitas seni budaya yang bermitra dengan Paguyuban Alam Pakidulan (PAPSI), pun melahirkan garapan musik yang diberi nama Sawarga.
Sawarga sendiri merupakan garapan musik hasil eksplorasi para seniman terhadap hampir seluruh seni musik tradisi yang ada di kawasan ini, meramunya dalam sebuah komposisi nada yang harmonis, hingga meski berakar kuat pada tradisi karya musik tesebut, tetap bisa dinikmati oleh bangsa asing sekalipun.
BACA JUGA:Â Ciletuh Kabupaten Sukabumi, Jadi Media Gratis Kenalkan Seni Tradisi
Jenis musik yang diusung Sawarga, merupakan progresif kontemporer. Menurut Agus Ridwan, selaku Produser Sawarga, untuk detil musik dipercayakan kepada Chanra Hardy Nugraha (29 tahun), seniman yang penah besar di Kecamatan Waluran, sementara buat manajerial dipegang Noer Ramlan (39 tahun), seniman yang juga merupakan pengurus PAPSI.
"Sawarga terlahir dari komunitas yang peduli terhadap Ciletuh. Komunitas melihat perlunya Ciletuh memiliki identitas mewakili sembilan kecamatan yang saat ini termasuk ke dalam kawasan Geopark, dan semua itu kita jawab dengan musik," tuturnya kepada sukabumiupdate.com, dalam salah satu kesempatan baru-baru ini.
BACA JUGA:Â Seniman Kota Sukabumi Kembangkan Geopark Ciletuh Lewat Seni Budaya
Agus menjelaskan, dengan materi Kacapi 12 atau Kacapi buhun, sebagai instrumen musik utama, dicoba dikawinkan dengan waditra Bambu dalam musik Sawarga.
"Bambu hingga saat ini merupakan elemen alam yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan orang Sunda, termasuk dalam bidang musik, bahkan beberapanya tergolong dalam waditra buhun, seperti Karinding, dan Celempung, juga Suling. Sementara sisanya adalah alat musik Bambu hasil eksplorasi, seperti lodong, bonceret, dan toleat." Jelas Agus seraya menambahkan pemilihan alat musik Bambu sebagai instrumen musik dalam garapannya.
Di usianya yang baru menginjak delapan bulan lanjut Agus, Sawarga telah memiliki lima buah lagu, dan secara militan menggelar pertunjukan-pertunjukan di setiap kecamatan yang termasuk dalam kawasan Geopark.
BACA JUGA:Â Dewan Sambut Baik Adanya Perda Seni dan Budaya di Kabupaten Sukabumi
"Dari sembilan kecamatan tersebut, tinggal empat kecamatan lagi yang belum. Target kita, bulan depan Sawarga sudah pentas di seluruh kecamatan yang termasuk dalam Geopark. Dalam setiap pementasan, Sawarga tidak sendiri, di situ kita tampilkan juga musik Karinding dari komunitas Karasukan, dan etnik kontemporer dari Komunitas Sketsa, sambil terus mensosialisasikan keberadaan Geopark kepada masyarakat, serta sambil merangsang kesadaran budaya di tiap-tiap tempat yang dikunjungi," bebernya.
Ditanya tentang target kedepannya, Agus menjelaskan, akan membawa Sawarga tampil di festival musik tingkat nasional, dan terus berusaha mencari peluang, agar Sawarga bisa tampil di pentas dunia.
"Jangan hanya keindahan alamnya saja, dunia pun harus tahu kekayaan seni tradisi yang dimiliki Ciletuh Geopark, salah satunya adalah musik," tutupnya.