SUKABUMIUPDATE.com - Co-Founder & CEO PT Investree Radhika Jaya Adrian Gunadi menyatakan sektor bisnis, khususnya UMKM menghadapi tantangan besar agar bisa bertahan di masa pandemi Covid-19. Mengutip Tempo.co, salah satu tantangan itu terkait dengan kebutuhan pendanaan untuk menjaga bisnis yang kemudian menjadikan fintech peer-to-peer atau P2P lending atau yang biasa disebut pinjaman online terus booming.
Tak hanya yang resmi, pinjaman online ilegal terus bertambah banyak dan bisa ditemukan dengan mudah. Terkait hal ini, Adrian menyebutkan pinjaman online bisa jadi salah satu alternatif tempat para UMKM untuk mencari sumber dana, namun ada risiko besar bila terjebak oleh penawaran entitas fintech ilegal.
Agar masyarakat dan pelaku bisnis lebih awas dalam sebelum terlibat dengan pinjaman online ilegal, Adrian menyebutkan sejumlah karakteristik fintech P2P lending ilegal tersebut. Berikut ciri-cirinya:
1. Tidak memiliki surat izin resmi dari OJK untuk beroperasi
Masyarakat dapat memeriksa status dari perusahaan fintech P2P lending atau pinjaman online di situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Entitas resmi hanyalah yang sudah mendapatkan izin dan terdaftar dari otoritas.
Saat ini terdapat 33 perusahaan fintech P2P lending yang memiliki status berizin dari OJK dan terdapat 128 entitas fintech yang berstatus terdaftar. Anda dapat mencari sumber dana dari 161 entitas resmi yang diawasi OJK tersebut.
2. Tidak terdaftar sebagai anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI)
Adrian menjelaskan bahwa AFPI merupakan asosiasi resmi yang ditunjuk oleh OJK untuk mengawasi dan mengarahkan setiap kegiatan penyelenggaraan layanan fintech P2P lending. Ia yang menjabat sebagai Ketua Umum AFPI menjelaskan bahwa sosiasi memberikan perlindungan bagi para pengguna layanan fintech P2P lending, baik pemberi dana maupun peminjam dana.
Sebelum mengajukan pinjaman atau melakukan pendanaan, masyarakat perlu memeriksa apakah fintech tersebut sudah menjadi anggota AFPI melalui situs resmi www.afpi.co.id.
3. Tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas
Sebuah perusahaan membutuhkan identitas dan alamat kantor yang jelas untuk dapat beroperasi dengan baik. Informasi tersebut wajib diinformasikan agar OJK bisa mengawasi perusahaan bersangkutan.
4. Persetujuan pinjaman terlalu mudah
Menurut Adrian, perusahaan fintech lending yang beroperasi sesuai dengan aturan yang berlaku akan memiliki sistem dan strategi mitigasi risiko agar terdapat kepastian dari pembayaran setiap pinjaman.
Dia menilai bahwa jika pengajuan pinjaman terlalu mudah disetujui, pelaku usaha perlu curiga dan mencari tahu lebih banyak mengenai perusahaan tersebut. Di Investree, setiap pinjaman yang diajukan telah diseleksi menggunakan sistem credit scoring.
5. Informasi terkait aktivitas pinjam meminjam tidak jelas
Perusahaan fintech P2P lending yang terpercaya wajib memberikan informasi terkait syarat dan ketentuan pinjam meminjam dengan jelas dan terbuka. Hal tersebut mencakup bunga, penalti atau denda, dan risiko mendanai.
Menurut Adrian, fintech P2P lending yang berizin dan diawasi seperti Investree selalu mencantumkan informasi lengkap terkait aktivitas pinjam meminjam bagi para lender dan borrower melalui situs resmi dan aplikasi resmi.
6. Bunga tidak terbatas
Menurut Adrian, perusahaan yang telah diberikan izin dan resmi beroperasi di bawah pengawasan OJK wajib memiliki batas bunga. Pelaku usaha harus selalu berhati-hati dan memastikan bahwa terdapat batas penetapan bunga yang jelas sebelum mengajukan pinjaman.
7. Denda keterlambatan pembayaran tidak terbatas
Serupa dengan bunga tidak terbatas, penerapan denda keterlambatan pembayaran yang tidak terbatas oleh fintech P2P lending ilegal wajib dicurigai. Hal tersebut dapat sangat merugikan pelaku bisnis yang mengajukan pinjaman, di mana perusahaan fintech ilegal tersebut dapat menagih denda keterlambatan pembayaran sebanyak mungkin tanpa aturan yang jelas.
Lebih jauh Adrian menganjurkan masyarakat dan pelaku usaha untuk tetap meluangkan lebih banyak waktu untuk memastikan keresmian dan keamanan perusahaan fintech lending yang dipilih.
Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali melaporkan bahwa terdapat sekitar 589 fintech P2P lending yang beroperasi tanpa izin dalam kurun Januari 2020 hingga Juni 2020. Temuan itu menambah daftar entitas fintech ilegal yang diciduk SWI sejak 2018 hingga saat ini menjadi 2.591 entitas.
"Keberadaan perusahaan fintech lending ilegal tentu menghambat pertumbuhan UMKM di Indonesia dan secara tidak langsung berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian negara,” ujar Adrian pada Jumat, 17 Juli 2020.
Sumber: Tempo.co