SUKABUMIUPDATE.com - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan saat ini pajak royalti untuk profesi peneliti cukup tinggi. Sesuai dengan aturan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atau 26, royalti bagi para peneliti saat ini disebut mencapai 2-15 persen.
Direktur Peraturan Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Yunirwansyah mengatakan dengan kondisi perpajakan seperti itu tak heran jika profesi peneliti tak banyak diminati. Salah satunya karena pajaknya yang dianggap terlalu tinggi.
"Di Indonesia, peneliti dianggap bukan profesi yang menjanjikan. Orang cenderung jadi youtuber, jadi foto model," kata Yunirwansyah yang diikuti gelak tawa peserta dalam acara Seminar Nasional Perpajakan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Kamis 14 Maret 2019.
Adapun data Direktorat Pajak menunjukkan bahwa royalti yang didapatkan dari wajib pajak pada 2017 mencapai angka Rp 46,7 triliun. Sedangkan pajak terhadap royalti atau PPh atas pasal 23 dan 26 dari peneliti mencapai Rp 7,6 triliun.
Yunirwansah juga menjelaskan, profesi peneliti juga enggan dipilih karena minimnya insentif pajak untuk riset dan pengembangan (research and development) atau penelitian. Karena itu, pemerintah lewat Kementerian kini tengah menyusun skema baru berupa pengurangan pajak bagi perusahaan swasta yang memiliki anggaran penelitian.
Menurut Yunirwansah, skema ini juga diterapkan di beberapa negara, misalnya Perancis. Di sana, para peneliti banyak diberikan insentif sehingga minat meneliti menjadi lebih tinggi. "Jangan sampai penelitian obyeknya ada di sini tapi penelitiannya dilakukan di luar negeri," kata dia.
Sumber: Tempo