SUKABUMIUPDATE.com - Ericsson, perusahaan teknologi dan layanan komunikasi global, memprediksi jaringan 5G akan meledak dalam beberapa tahun ke depan. Mereka juga memperkirakan jumlah pelanggan mobile di Indonesia akan mencapai 400 juta pada 2023. Jumlah tersebut naik 30 juta dari tahun ini yang sudah mencapai 370 juta.
Karena itu, Ericsson tak mau main-main menggarap pasar jaringan di Indonesia. "Indonesia pasar penting di Asia Tenggara," kata Executive Vice President and Head of Business Area Networks Ericsson Global, Fredrik Jejdling, saat ditemui akhir November lalu di Hotel Shangrilla, Jakarta Pusat. Tak hanya itu, menurut Jejdling, ekonomi digital tumbuh pesar.
Karena itu, Ericsson "mencuri start" untuk mengembangkan jaringan 5G di Indonesia agar masyarakat Nusantara bisa mendapatkan banyak manfaat dari jaringan ini. Awal 2017, Ericsson sudah menguji jaringan 5G. "Kecepatannya mencapai 5,7 gigabita per detik," ujar Jejdling.
Bersama President Director Ericsson Indonesia Jerry Soper, Jejdling menjelaskan dalam beberapa tahun Ericsson akan menggarap jaringan komunikasi generasi kelima (5G) di Indonesia. Jejdling dan Soper bercerita banyak, khususnya rencana pembangunan dan potensi 5G di Tanah Air. Berikut petikannya:
Bukankah agak sulit mengubah kultur Internet di Indonesia, terutama minimnya infrastruktur?
Jejdling: Memang banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Pengembangan 4G pun masih belum selesai. Meski begitu kami terus berkomunikasi dengan pemerintah. Kapan lagi kita akan masuk ke 5G kalau tidak dimulai dari sekarang? Jaringan ini jauh sangat berbeda dengan 4G. Konsumsi video, akses data kecepatan tinggi. Intinya, 5G teknologi tinggi. Indonesia butuh ini.
Apa perbedaan signifikan antara 4G dan 5G, terutama bidang teknologi?
Soper: Paling menonjol adalah 5G menggunakan spektrum yang lebih efisien dan memiliki rancangan aplikasi yang latensinya sangat rendah. Paduan ini memungkinkan untuk menerima data lebih cepat.
Jejdling: Saya mau menambahkan. Jaringan 5G ini unik, bukan sekadar menyediakan mobile broadband, melainkan menghubungkan benda (things). Yang berbeda pula adalah jaringan inti (core network) dan fungsinya. Artinya, kita bisa mengaplikasikan jaringan ke berbagai penggunaan yang berbeda, bukan hanya ponsel pintar. Misal, mobil dengan jaringan, perangkat elektronik rumah tangga, dan lainnya.
Jaringan 5G sudah diuji di Indonesia?
Jejdling: Awal tahun ini kami sudah lakukan dan mendapatkan kecepatan 5,7 gigabita per detik dengan latensi kurang dari lima mikrodetik. Data ini jelas langkah awal yang sangat bagus. Nanti bisa saja kecepatannya lebih dari ini.
Sektor bisnis apa kira-kira akan bergantung kepada 5G?
Soper: Di Indonesia? Tergantung. Tapi kita bisa lihat dari negara lain yang sedang berencana mengadopsi 5G, seperti Amerika Serikat. Isu 5G di sana sudah lebih masif, terutama di sektor industri digital kreatif. Kalau pasar Asia kita bisa lihat ke Cina. Mereka mengarah kepada industrialisasi Internet of Things (IoT).
Bagaimana dengan di Indonesia?
Soper: Kita belum tahu. Yang jelas, 5G bisa digunakan di semua lini industri.
Kira-kira industri apa yang akan paling mendapatkan untung?
Soper: Saya rasa banyak sektor yang diuntungkan. Manufaktur, kesehatan, dan semacamnya. Kuncinya otomasi industri.
Lantas, teknologi berbasis fiber optik atau apa yang akan digunakan untuk pengembangan 5G di Indonesia?
Jejdling: Kami masih akan tetap menggunakan teknologi nirkabel, yang sebelumnya kami manfaatkan untuk 3G dan 4G. Lalu kita juga akan bekerjasama dengan operator telekomunikasi di Indonesia untuk mengembangkan teknologi lain yang tentu saja salah satu fiber optik.
Tapi kalau Ericsson masih menggunakan jaringan teknologi nirkabel tidakkah nantinya akan bermasalah, mengingat di 3G dan 4G pun banyak persoalan yang belum selesai?Â
Soper: Hal ini tampaknya kembali ke infrastruktur dan ini tantangan kami untuk mengembangkan teknologi yang lebih efisien.
Berbicara soal efisien, isu teknologi Internet of Things (IoT) dipresikdi akan melahirkan teknologi baru lain yang mumpuni. Bagaimana pandangan Ericsson?
Jejdling: Itu betul sekali, terlebih jika 5G datang. Akan banyak aplikasi dan teknologi pengembangan IoT yang mungkin tidak pernah terpikirkan saat ini. Misalnya, gawai (gadget) berdaya rendah yang bisa bertahan selama 10 tahun.
Ericsson punya partner strategis di Indonesia untuk mengembangkan 5G?
Jejdling: Banyak, baik perusahaan swasta maupun perguruan tinggi. Dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), misalnya, kami punya kerja sama dalam pembuatan kebijakan.
Bagaimana Ericsson melihat Indonesia?
Jejdling: Indonesia adalah salah satu pasar ekonomi besar di Asia Tenggara. Dan tentunya, akan terus berkembang. Kami percaya jaringan 5G bisa menambahkan setidaknya 30 persen pendapatan operator telekomunikasi di Indonesia.
Kami juga selalu melakukan riset untuk mengerti pasar Indonesia. Misalnya, di sektor industri pertambangan, kami mencari tahu apa yang menjadi hambatan dalam industri ini. Lalu, kami perbaiki di sana-sini kekurangan yang dirasakan konsumen. Begitu pun soal 5G. Kami selalu melakukan berbagai pendekatan untuk mengetahui kemungkinan pengembangan 5G di Indonesia.
Misalnya saya adalah seorang businessman, mengapa saya harus mengadopsi 5G padahal 4G saja belum bekerja maksimal di Indonesia?
Jejdling: Pendapat Anda benar. Memang, kami harus memastikan dulu kebutuhan para konsumen di 4G benar-benar sudah tercukupi sembari mengembangkan 5G.
Memang harus selangkah demi selangkah. Yang jelas, teknologi 4G Ericsson akan sangat mudah berevolusi menjadi 5G nantinya. Jadi, ketika frekuensi band sudah tersecdia, Anda hanya perlu menambahkan radio ke jaringan yang telah tersedia untuk memfasilitasi 5G.
Soper: Ini adalah sebuah evolusi. Kita akan mencapai tahap tersebut pada akhirnya. Namun, sekarang, kita harus membangun fasilitas dan menciptakan layanan yang bagus. Saat ini, saya dengan operator telekomunikasi di Indonesia dan otoritas sedang berusaha untuk menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan 4G. Setelah itu giliran 5G.
5G tentunya sudah diuji tak hanya di Indonesia, melainkan di global. Bagaimana tanggapan mereka?Â
Jejdling: Saya bisa nyatakan bahwa 5G dan IoT akan menjadi teknologi yang dominan dalam tiga tahun ke depan. Juga, ada banyak negara yang ingin mengadopsinya lebih cepat. Cina, misalnya, kemungkinan akan memajukan transformasi ke 5G yang semula 2020 menjadi 2019. Di Jepang, akan dilakukan uji coba 5G selama Olimpiade pada 2020.
Katakanlah 5G akan sukses di 2026, termasuk di Indonesia. Sudahkah Ericsson memikirkan pengembangan 6G, atau bahkan 7G?
Jejdling: Semua memang tergantung kepada dukungan infrastruktur dan regulasi tiap negara. Namun saya yakin laboratorium Ericsson di Stockholmes sudah berpikir tentang 6G, bahkan 7G.
Sumber: Tempo