SUKABUMIUPDATE.com - Nur Maulidiah El Fajr dan Tri Lestari mempunyai cara sendiri untuk ikut andil dalam menghijaukan kembali bumi Indonesia yang gersang, yaitu melalui aplikasi Taponesia: Tanam Pohon Indonesia.
Mereka baru saja mempresentasikan gagasannya mengenai model bisnis sekaligus peduli lingkungan itu kepada juri di ajang Young Social Entrepreneurs 2017.
Acara yang diselenggarakan oleh Singapore International Foundation pada Jumat 4 November 2017 itu, diikuti 16 tim yang terdiri dari 37 pemuda dari 10 negara. Meski dewan juri tak memilihnya sebagai salah satu yang mendapat pendanaan, namun ide cemerlang yang dimulai tim Taponesia sejak 2015 itu akan terus berlanjut.
“Ya kami telah bekerja sama dengan banyak pihak untuk mengembangkan Taponesia ke depannya,†kata Tri usai presentasi yang digelar di Suntec Singapore Convention and Exhibition Centre.
Taponesia menawarkan platform agroforestri digital yang membantu petani setengah menganggur. Pada saat yang sama juga memanfaatkan lahan kritis sekaligus menarik investor untuk memperoleh pendapatan yang berkelanjutan.
Kepedulian lingkungan mereka bermula dari data 5 juta hektare lahan subur yang kurang dimanfaatkan atau tidak produktif, sementara jutaan petani di sekitarnya menganggur.
Taponesia kemudian bermitra dengan Green Community Forum di Minahasa Utara, Sulawesi, untuk menyediakan 200 hektare lahan dan petani lokal dalam program platform mereka.
Taponesia dengan Green Community Forum juga menyiapkan bibit dan lahan. Bibit pohon yang dijual dipilih yang memiliki daya serap besar terhadap karbon. Pilihan itu jatuh pada pohon pala, pohon yang tak hanya diambil kayunya tetapi juga buahnya yang mempunyai nilai eknomois tinggi. “Pohon ini harganya Rp 1,5 juta per pohon,†kata Tri.
Pohon Pala termasuk dalam tumbuhan rempah dari Maluku. Buah pala yang dihasilkan selain sebagai penyedap rasa juga memiliki khasiat untuk pengobatan. Buah pala juga dikenal dalam dunia kecantikan dan berkhasiat untuk menghilangkan noda dan flek hitam serta menjaga kelembaban.
Harga buah pala di pasaran saat ini mencapai Rp 170 ribu per kilogram dan bisa berlipat-lipat ketika dalam bentuk minyak, yang dikenal dengan minyak atsiri yang harganya mencapai 600 ribu per liter. Di Indonesia, Pala sendiri telah diekspor hingga ke Eropa dan menjadi komoditas unggulan yang ditanam di Taponesia.
Selain punya nilai ekonomis tinggi, tanaman Pala dipilih karena bisa berbuah pada lima tahun pertama, kemudian setiap bulan bisa dipanen. Dalam satu hektare lahan, bisa ditanam 200 pohon pala.
Menurut Nur, bisnis yang dikembangkan Taponesia adalah mengajak perusahaan besar untuk mengalokasikan dana Corporate Social Responsibility untuk membeli pohon yang telah disiapkan. “Untuk saat ini kami masih melakukannya bisnis to bisnis, namun ke depannya kami akan mengembangkan untuk perorangan.â€
Jean Tan, Direktur Eksekutif dari Singapore International Foundation, mengatakan bahwa ajang YSE 2017 ini akan menjadi batu loncatan bagi para wirausaha muda untuk memulai atau meningkatkan bisnis sosial mereka, menciptakan koneksi secara internasional, dan menjembatani perbedaan budaya untuk dunia yang lebih baik.
“Para pemuda masa kini banyak yang terdorong memiliki usaha sosial yang kuat dan kami ingin terlibat di dalamnya,†kata Jean Tan. “Hal ini memungkinkan mereka menjadi agen perubahan sosial yang positif antara Singapura dan seluruh dunia.â€
Program yang diselenggarakan Singapore International Foundation ini didukung oleh sejumlah organisasi termasuk penyandang dana, antara lain Asia Philanthropic Ventures, Deutsche Bank dan Ngee Ann Development Pte Ltd dan mitra lokal serta lembaga internasional lainnya, seperti Ashoka, Intellecap, Ogilvy dan Mather, SAP, Singapore Management University, Tata Institute of Social Sciences, Unilever, Tsinghua University, dan YES Bank.
Sejak 2010, program YSE telah menghasilkan 700 alumni dari 27Â negara. Program ini akan terus berlanjut dan pendaftaran baru untuk program YSE 2018 pun telah dibuka melalui situs mereka.
Nur mengatakan tim aplikasi Taponesia beruntung bisa mengikuti program YSE 2017 yang digelar SIF karena mendapat banyak ilmu dari pelatihan yang dilakukan SIF. “Dari mentoring itu, kami disarankan untuk menjalankan bisnis ini dari B to B,†kata Nur.
Sumber: Tempo