SUKABUMIUPDATE.com - Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, menghadapi tantangan serius dalam penyediaan air bersih. Krisis air bersih di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pertumbuhan populasi yang cepat, urbanisasi, dan perubahan iklim. Di banyak daerah, terutama di pedesaan dan wilayah terpencil, akses terhadap air bersih masih sangat terbatas.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), mencatat sekitar 27,4 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses terhadap sumber air bersih yang layak pada tahun 2020. Selain itu, masalah pencemaran air semakin memperparah krisis ini, dengan banyak sungai dan sumber air yang terkontaminasi oleh limbah domestik, industri, dan pertanian.
Pencemaran sungai di Indonesia menjadi perhatian utama dalam upaya menjaga kualitas air. Sungai-sungai besar seperti Citarum dan Brantas sering kali diberitakan sebagai salah satu yang paling tercemar di dunia.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), lebih dari 80% sungai di Indonesia tercemar berat. Pencemaran ini disebabkan oleh pembuangan limbah rumah tangga tanpa pengolahan yang memadai, limbah industri yang mengandung bahan kimia berbahaya, serta limbah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk. Kondisi ini tidak hanya mengancam kesehatan manusia tetapi juga mengancam kelangsungan ekosistem perairan.
Pencemaran air di Indonesia sangat dipengaruhi oleh limbah industri dan domestik yang dibuang langsung ke sungai dan sumber air lainnya. Limbah industri, khususnya dari pabrik-pabrik besar, sering mengandung bahan kimia berbahaya seperti logam berat, senyawa organik beracun, dan zat-zat berbahaya lainnya yang dapat mencemari air dalam jangka panjang.
Selain itu, limbah domestik yang tidak diolah dengan baik, seperti air limbah dari rumah tangga yang mengandung deterjen, sampah organik, dan produk-produk kebersihan rumah tangga, juga berkontribusi besar terhadap pencemaran air. Pengelolaan limbah yang kurang efektif dan sistem sanitasi yang belum memadai memperparah masalah ini.
Aktivitas manusia sehari-hari dan sumber alami juga memiliki pengaruh signifikan terhadap mutu air. Aktivitas pertanian, misalnya, sering menggunakan pupuk dan pestisida yang berlebihan yang kemudian terbawa aliran air hujan ke sungai dan danau.
Penambangan ilegal dan deforestasi juga meningkatkan erosi tanah dan menyebabkan sedimentasi yang mencemari sungai. Selain itu, sumber alami seperti erosi alami dari lereng gunung dan kontaminasi dari bahan mineral di dalam tanah juga bisa mempengaruhi kualitas air, meskipun dampaknya cenderung lebih kecil dibandingkan aktivitas manusia.
Kualitas air yang buruk membawa resiko besar terhadap kesehatan manusia. Air yang terkontaminasi oleh bakteri patogen, virus, dan parasit dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, kolera, dan infeksi saluran pencernaan lainnya. Penyakit-penyakit ini sangat berbahaya, terutama bagi anak-anak, orang tua, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Selain itu, paparan jangka panjang terhadap bahan kimia berbahaya dalam air dapat menyebabkan penyakit kronis seperti kanker, kerusakan ginjal, dan gangguan sistem saraf. Oleh karena itu, menjaga kualitas air sangat penting untuk kesehatan masyarakat.
Pengelolaan mutu air yang baik sangat penting untuk keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan manusia. Pengelolaan air yang efektif harus mencakup pemantauan kualitas air secara berkala, pengendalian sumber-sumber pencemaran, dan penerapan teknologi untuk pemurnian air. Selain itu, pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan air dan pengelolaan limbah yang tepat juga sangat diperlukan.
Dalam konteks pemantauan mutu air, IoT memungkinkan pemasangan sensor yang dapat mengukur berbagai parameter kualitas air, seperti pH, suhu, kadar oksigen terlarut, dan konsentrasi polutan tertentu, secara real-time. Teknologi ini memungkinkan data untuk dikumpulkan secara terus-menerus dan dikirim ke pusat pemantauan atau cloud untuk analisis lebih lanjut.
Penggunaan IoT dalam pemantauan mutu air memberikan efisiensi operasional yang signifikan. Sensor IoT yang terpasang di berbagai titik sumber air dapat mengurangi kebutuhan akan inspeksi manual yang memakan waktu dan sumber daya. Pemantauan otomatis memungkinkan deteksi masalah dalam waktu nyata, sehingga tim pemeliharaan dapat segera mengambil tindakan korektif sebelum masalah tersebut memburuk. Hal ini tidak hanya menghemat biaya operasional, tetapi juga memastikan bahwa sumber daya manusia dapat dialokasikan untuk tugas-tugas lain yang lebih strategis.
Sistem pemantauan mutu air berbasis IoT bekerja melalui serangkaian langkah yang saling terhubung, dimulai dari pengumpulan data hingga analisis dan pelaporan. Sensor yang ditempatkan di lokasi strategis mengumpulkan data tentang berbagai parameter kualitas air, seperti tingkat kekeruhan, suhu, pH, dan kandungan bahan kimia.
Data ini dikumpulkan secara real-time dan dikirimkan melalui jaringan nirkabel ke gateway IoT, yang berfungsi sebagai penghubung antara sensor dan sistem manajemen data pusat. Gateway ini dapat mengumpulkan data dari beberapa sensor, mengolahnya secara awal, dan mengirimkannya ke cloud untuk penyimpanan dan analisis lebih lanjut.
Baca Juga: Slamet Bicara Pengendalian Pencemaran Air dan Resmikan IPAL di Sukabumi
Implementasi teknologi Internet of Things (IoT) dalam pemantauan mutu air menawarkan solusi efektif untuk mengatasi tantangan kualitas air di Indonesia. Dengan kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara real-time, IoT memungkinkan deteksi dini terhadap perubahan kualitas air, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, dan meningkatkan keselamatan serta kualitas layanan.
Penggunaan sensor yang terhubung melalui jaringan nirkabel dan didukung oleh analisis data canggih memudahkan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat oleh para pemangku kepentingan. Dengan demikian, IoT tidak hanya berkontribusi pada peningkatan efisiensi operasional, tetapi juga berperan penting dalam menjaga kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Penulis: MOH IRKHAM BAIHAQI - Mahasiswa Program Studi Mekatronika Politeknik Astra Cikarang - e-mail: [email protected]