SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta pemerintah daerah atau pemda memperluas kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan pada sektor informal. Mereka yang termasuk pekerja sektor informal seperti guru honorer, guru ngaji, marbot masjid hingga ojol atau pengemudi ojek online diharapkan bisa turut mendapatkan jaminan perlindungan sosial.
Ida menjelaskan, saat ini jumlah pekerja informal jauh lebih banyak dibanding pekerja formal. Namun sayangnya kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan masih didominasi oleh pekerja formal.
Padahal, menurut Ida, baik pekerja formal maupun informal, keduanya memiliki risiko kerja. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 ini membuat setiap pekerja perlu mendapatkan jaminan sosial.
"Para pekerja seperti guru honorer, guru ngaji, marbot masjid, pengemudi ojek online, nelayan, petani, mereka semua sangat rentan dalam melakukan pekerjaan, jadi ini penting untuk pemerintah daerah memberikan perlindungan sosial baik ke depannya," kata Ida, Jumat, 17 September 2021.
Hal tersebut disampaikan Ida pada acara Sosialisasi Program BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah sekaligus memberikan secara simbolis santunan kepada keluarga pekerja kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Cilegon, Banten.
Ida saat itu sempat berdiskusi dengan salah satu keluarga penerima santunan sekaligus sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan yakni Ibu Mulyati, istri dari Syarifuddin yang telah meninggal. Putri Mulyati mendapat santunan berupa bantuan beasiswa pendidikan sampai lulus perguruan tinggi karena Syarifuddin terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan membayar iuran program mulai Rp 16.800 per bulan, kata Ida, pekerja akan mendapatkan perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Adapun manfaat JKK berupa pengobatan tanpa batas biaya, serta Jaminan Kematian (JKm) yang manfaatnya akan diterima ahli waris jika peserta meninggal dunia berupa santunan uang tunai.
Ida memaparkan, jika peserta BPJS Ketenagakerjaan meninggal, maka pendidikan anaknya ditanggung sampai perguruan tinggi. "Kemudian yang di-cover tidak hanya 1 anak, tapi 2 anak. Itu salah satu cara kita melahirkan generasi-generasi baru yang masa depannya sudah kita pikirkan."
SUMBER: TEMPO.CO