SUKABUMIUPDATE.com - United Overseas Bank atau UOB jadi salah satu bank yang terlibat dalam kebijakan penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) Indonesia dan Cina yakni Yuan dan Rupiah. Dua anak usaha dari perbankan multinasional asal Singapura tersebut, UOB Indonesia dan UOB Cina, menjadi satu dari sekian bank pelaksana alias appointed cross currency dealer (ACCD).
Wholesale Banking Director UOB Indonesia, Harapman Kasan, mengatakan LCS telah memungkinkan transaksi perdagangan Indonesia Cina langsung dengan Rupiah dan Yuan. Sehingga, pengusaha punya pilihan lain dan tidak bergantung pada Dolar Amerika Serikat.
"Dengan Yuan dan Rupiah itu bisa direct, kami harapkan volatilitas dari exchange rate itu bisa berkurang, mudah-mudahan ya," kata dia dalam konferensi pers virtual pada Rabu, 15 September 2021.
Kondisi ini, kata Harapan, tentu bakal menguntungkan pengusaha. Sebab jika exchange rate alias nilai tukar mata uang yang sangat volatile atau sering berubah drastis, maka pengusaha akan kesulitan menentukan harga pokok dari produk mereka.
Sehingga sebagai bank yang ditunjuk sebagai pelaksana, UOB pun akan lebih aktif untuk berbicara dengan para eksportir dan importir yang selama ini berdagang dengan Cina. Sehingga, para pengusaha ini bisa langsung melaksanakan transaksi dagang dengan Yuan ini secara langsung.
Sebelumnya, kerja sama LCS Indonesia dan Cina ini telah diteken Bank Indonesia bersama bank sentral Cina pada akhir 2020. Implementasi kebijakan dimulai 6 September 2021.
Ini bukan yang pertama, Sebelumnya, ada juga beberapa kerja sama LCS dengan mitra dagang lain, seperti dengan Yen Jepang pada Agustus 2020. "Kami berupaya memperluas kerjasama LCS untuk kebutuhan diversifikasi dan menjaga independensi nilai tukar rupiah agar tak bergantung pada dolar AS," kata Kepala Departemen Internasional BI, Doddy Zulverdi, pada 9 September 2021.
Sementara itu, ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan kata kunci dalam kebijakan LCS ini adalah price discovery alias pembentukan harga pasar. "Kalau kita shift away dari dolar, kita kan punya cross rate (nilai tukar silang)," kata Enrico.
Misalnya, nilai tukar terhadap Yuan kalau memakai dolar AS adalah Rp 3000 per renminbi (nama resmi Yuan). "Sekarang jadi direct, harusnya itu turun dong," kata dia.
Ketika nilai tukar tersebut turun, kata Enrico, maka price discovery juga bagus. Walhasil yang terjadi adalah inflasi Indonesia bakal lebih rendah, daya beli akan naik, dan kesejahteraan meningkat.
Akan tetapi, implementasi kebijakan ini tergantung dari kedua belah pihak untuk menjalan komitmen tersebut, baik eksportir maupun importir. Menurut Enrico, pilihan BI menjalankan LCS saat ini memang sudah sangat tepat yaitu dengan mitra dagang utama seperti Cina, Jepang, Malaysia, dan Thailand.
Hanya saja, kata dia, proporsi penggunaan mata uang lokal tersebut masih di bawah 5 persen dari total nilai perdagangan terhadap masing-masing negara tersebut. Sehingga, kata dia, hal penting dalam pelaksanaan mata uang lokal Yuan dan Rupiah ini adalah bentuk implementasi yang jelas. "Niscaya ini akan membawa keberuntungan dan kebaikan bagi kedua belah pihak," kata dia.
SUMBER: TEMPO.CO