SUKABUMIUPDATE.com - Rumah tangga Novi Sovianti (33) dan Ruslan Permana (31) jadi salah satu dari banyak keluarga di Indonesia yang ekonominya babak belur akibat pandemi COVID-19. Akibat pandemi berkepanjangan hingga muncul kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, Novi terpaksa menjual perabotan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk beli beras.
Bahkan terkini, pasangan yang tinggal di Kampung Panagelan, RT 02/04, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu baru saja menjual speaker bluetooth yang dipajangnya lewat media sosial Facebook. Speaker tersebut akhirnya laku seharga Rp 50 ribu pada Jumat (23/7/2021).
"Iya terpaksa dijual lagi buat beli beras, buat jajan anak-anak," ujar Novi kepada Suara.com, Jumat (23/7/2021).
Hantaman ekonomi bagi keluarganya sudah dirasakan sejak awal COVID-19 mewabah Maret 2020. Ketika itu suaminya bernama Ruslan yang baru bekerja sebulan di Bali dengan iming-iming upah Rp 300 ribu per akhir akhirnya terdampak. Ruslan dihentikan dari pekerjaannya.
Sejak saat itu suaminya terkatung-katung selama delapan bulan di Bali tanpa kejelasan dan penghasilan. Hanya untuk biaya makan sehari-harinya pun cukup sulit.
Sementara Novi harus pontang-panting untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. "Terus suami pulang, tapi masih ada COVID-19. Nyari kerja susah gak dapat-dapat," tutur Novi.
Kebutuhan keluarganya yang berjumlah delapan orang termasuk dua anaknya yang tinggal di satu atap rumah sempat terbantu ketika suaminya merintis usaha penjualan stroberi. Konsumennya sudah tetap berada di wilayah Jabodetabek.
Namun ketika mulai menikmati hasilnya, usaha suaminya lagi-lagi terdampak kebijakan PPKM Darurat. Tak ada aktivitas pengiriman lantaran konsumennya seperti di Jakarta pun tutup beroperasi.
Novi semakin terpukul ketika ayahnya terkena stroke dua bulan lalu, sehingga tak bisa beraktivitas seperti biasanya. Ayahnya kini terbaring lemas di rumah yang rencana akan dijualnya.
Kondisi itu membuat Novi dan suaminya pun kian tersudut. Apalagi di keluarganya tak ada satupun yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap.
Ia pun sampai harus menjual perabotan rumah tangga hingga pakaian. Seperti panci, helm, rice cooker hingga yang teranyar menjual speaker. Bahkan Novi dan keluarganya merasa malu sebab sudah terlalu sering dikirimi beras oleh saudaranya.
"Jual rice cooker Rp 5 ribu ke tukang rongsokan buat beli beras. Makannya saya netes air mata kalau anak minta jajan juga," tutur Novi.
Meski perekonomiannya seolah berada diujung tanduk, namun ironisnya lagi keluarganya belum pernah mendapat uluran bantuan apapun dari pemerintah. Kemungkinan salah satu ke dalamnya adalah masalah domisili.
Sebab meskipun ia dan keluarganya sudah dua tahun tinggal di Cisarua, Bandung Barat, namun Kartu Keluarganya (KK) masih berdomisili di Kota Cimahi. Anehnya, kata dia, ketika ada event pesta demokrasi keluarganya selalu dilibatkan dalam pemilihan.
"Bantuan gak ada selama pandemi COVID-19, katanya harus bikin surat pindah. Tapi aneh kalau ada kaya pemilihan selalu dilibatkan," ujarnya.
Rencana ke depan, ia bakal menjual rumah yang saat ini ditinggalinya selama dua tahun terakhir. Novi dan keluarganya akan tinggal kembali di Kota Cimahi untuk mencari peluang mendapatkan pundi-pundi rupiah.
"Mau dijual, tapi belum laku. Mau pindah lagi ke Cimahi. Di sana bisa jualan atau apa yang penting bisa melanjutkan hidup," pungkasnya.
SUMBER: Ferrye Bangkit Rizki/SUARA.COM