SUKABUMIUPDATE.com - Sebanyak 60 persen tenaga kerja Indonesia bergerak di sektor UMKM, di mana di dalamnya sebagian besar bergerak di bidang pengolahan atau disebut IKM (Industri Kecil Menengah). Ke depan ditargetkan, sektor ini mampu memberikan kontribusi ekonomi sebanyak 58 persen. Begitu kira-kira perbincangan para pakar pada akhir tahun 2018.
Saat wabah Covid-19 melanda dunia di awal tahun 2020-2021, 20 persen sektor ini berhenti produksi dan 80 persen lainnya tidak bisa melanjutkan usaha karena kehabisan tabungan dan modal usahanya. Pemerintah telah berupaya memulihkan kondisi tersebut melalui BPUM, BLT, UMKM, dan saat ini sudah sampai tahap ketiga.
Jumlah penerima BPUM BLT UMKM mencapai 9,8 juta pelaku. Namun sayang, verifikasi penerima masih sangat rendah dan sebagian besar penerima tidak memanfaatkan sebagai tambahan modal usaha, tetapi digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Sedikit sekali usaha yang kembali menggeliat karena program tersebut.
Kepala Bidang ESDM dan Fasilitasi Dinas Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Sukabumi Yana Chefiana mengatakan modal usaha saat Pandemi Covid-19 bukanlah suatu halangan. Sebab, kata dia, banyak sumber permodalan yang bisa dimanfaatkan.
"Kuncinya lakukan usaha pantang menyerah, urus legalitas, pertahankan kualitas, dan perluas cakupan pasar. Urusan fasilitasi permodalan bisa berkoordinasi dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Kabupaten Sukabumi," katanya, Jumat, 2 Juli 2021. Salah satu sumber pendanaan yang saat ini sedang disosialisasikan kepada para pelaku usaha adalah Securities Crowfunding (SCF).
"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat mensosialisasikan POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities Crowfunding (SCF) kepada pelaku Usaha Kecil dan Menengah dengan pertimbangan yang matang dan juga mencermati serta mengadopsi budaya yang sangat lekat di tengah masyarakat yaitu gotong royong," jelas dia.
Yana menuturkan, istilah crowdfunding dapat diartikan sebagai urunan dana atau patungan untuk membantu saudara, kerabat, atau sahabat yang sedang membutuhkan bantuan. Budaya-budaya tersebut kemudian diserap ke dalam bentuk aktivitas bisnis di pasar modal melalui konsep penawaran efek. Hanya saja, mekanismenya dilakukan melalui aplikasi atau platform digital atau sering kita sebut dengan istilah financial technology securities crowdfunding.
Pada awalnya, fintech crowdfunding diatur dalam POJK Nomor 37 Tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding (ECF). Setelah dievaluasi OJK, kegiatan ECF itu ternyata masih memiliki banyak keterbatasan, di antaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan jenis efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham.
"Sebagai gambaran, sampai akhir Desember 2020 jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF dari empat penyelenggara baru mencapai 129 penerbit dengan jumlah dana yang dihimpun Rp 191,2 miliar. Jika dibandingkan dengan jumlah UMKM menurut data Kemenkop UKM tahun 2018 sebesar 64 juta pelaku usaha, jumlah penerbit ECF tersebut masih sangat sedikit," kata Yana.
Berkaca dari evaluasi itu, OJK memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020 untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat. Tidak hanya PT, namun juga CV, Firma, dan koperasi. Selain itu, POJK 57 tersebut juga memperluas jenis efek yang dapat ditawarkan, dari hanya saham, kini bisa obligasi dan sukuk.
"Di samping memberikan kemudahan dari sisi penerbit, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan luas bagi para investor ritel, khususnya yang berdomisili di daerah kedudukan pelaku usaha yang menerbitkan SCF untuk berkontribusi pada pengembangan ekonomi di daerah masing-masing," paparnya.
Pasca diterbitkannya POJK Nomor 57 tahun 2020, hingga 31 Mei 2021 total penyelenggara bertambah jadi lima dan jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF juga tumbuh 17,05 persen (ytd) jadi 151 penerbit. Jumlah dana dihimpun naik 43,02 persen (ytd) jadi Rp 273,47 miliar. Dari sisi pemodal juga tumbuh 49,06 persen (ytd), dari per 31 Desember 2020 hanya 22.341 menjadi 33.302 investor.
"Salah satu platform atau penyelenggara SCF diantaranya adalah PT Santara Daya Inspiratama atau Santara yang telah mengumpulkan modal patungan Rp 136 miliar untuk membantu para pelaku usaha kecil dan menengah," kata Yana.
"Para pelaku usaha utamanya Industri Kecil Menengah yang berminat mengembangkan usaha ke arah profesional bisa berkonsultasi ke Dinas Perindustrian dan ESDM Kabupaten Sukabumi yang beralamat di Komplek Gelanggang Pemuda Cisaat Kabupaten Sukabumi," pungkas dia.