SUKABUMIUPDATE.com - Sejumlah awak bus di Sukabumi berkomentar soal aturan larangan mudik lebaran tahun ini. Mereka jelas menolak dan menjerit karena selama pandemi COVID-19, pendapatan turun drastis sehingga tidak sedikit kehidupan rumah tangga mereka terancam.
Reporter sukabumiupdate.com, menemui sejumlah sopir dan kernet bus antar kota dan provinsi di Terminal KH Ahmad Sanusi di Lingkar Selatan Kota Sukabumi. Dari lima orang yang ditemui tidak ada yang setuju dengan kebijakan larangan mudik lebaran tahun ini, alasan utamanya karena perekonomian keluarga mereka salah satunya bergantung pada musim mudik hari raya Idul Fitri.
Suhada (56 tahun) sopir MGI Sukabumi Bandung tadinya terhadap pandemi covid-19 berakhir pada awal tahun 2021 saat vaksinasi sudah dilakukan. Ia cukup terkejut dengan aturan yang mulai disosialisasikan pemerintah soal larangan mudik lebaran tahun 2021 ini.
"Larangan mudik tahun ini sangat menyayat hati kami para sopir. Khususnya saya tidak setuju kalau bisa harus dicabut larangan mudiknya, karena selama ini pendapatan kami para sopir angkutan sudah berkurang drastis. Banyak yang bangkrut, nasib keluarga dan rumah tangga kami terancam," ungkapnya.
Jika alasan larang mudik karena khawatir lonjakan kasus Covid-19, Suhada menegaskan selama ini penerapan protokol kesehatan sudah cukup ketat. "Selama ini kami sudah pembatasan, penumpang wajib pakai masker, mobil rutin di semprot desinfektan, artinya tinggal jalankan protokol kesehatannya saja, jangan dilarang," sambung pria warga Cijati Bojongpicung Cianjur yang harus mengeluarkan uang lebih untuk kebutuhan menginap di terminal Sukabumi atau Bandung.
Ia bekerja di MGI baru 2 tahun, sebelumnya Suhada adalah mantan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi selama 10. Disana ini juga menjadi sopir (sawag) travel, lalu pulang ke Cianjur menjadi sopir bus primajasa selama 15 tahun di Cikarang jurusan Bandung.
Soal penghasilan dari sopir, Suhada sudah sangat pengalaman. Sebelum covid-19 mengurung dunia, ia masih bisa mengantongi pendapatan hingga Rp 400 ribu (kotor) per hari. Selama pandemi berlangsung penghasilannya langsung melorot menjadi Rp 120 ribu (kotor).
"Rp 50 ribu untuk biaya makan selama di terminal, artinya hanya Rp 100 ribu untuk keluarga. Dengan kebutuhan saat ini, penghasilan kami jelas tidak mencukupi. Jujur, rumah tangga sempat terganggu," bebernya.
Hal yang sama diungkap Sidin (40 tahun) kernetnya Suhada. Pria warga Sukaasih Cugenang, Cianjur. "Saya berharap aturan itu dicabut, jangan larang mudik. Cukup diperketat saja. Kami selama ini tertib kok," tegasnya.
Tuntutan senada juga diucapkan oleh Aridwan (45 tahun) sopir bus Kuningan - Sukabumi. Ia bahkan sempat mengalami trayek sebelumnya harus ditutup karena tidak mampu mengejar biaya operasional.
Aridwan menjelaskan dampak dari larangan mudik, tidak hanya bagi kru angkutan umum seperti mereka, tapi juga banyak profesi lainnya di terminal. "Saya harap pemerintah bisa lebih bijak. Setahun sudah kami ini bertahan walaupun resiko rumah tangga hancur, jika musik tahun ini dilarang maka kami akan lebih menderita," tegasnya.
Larangan mudik lebaran tahun ini bahkan menjadi mimpi buruk bagi Hendiyansyah (45 tahun) sopir bus Hibah Putra trayek Bandung Sukabumi. Ia yang berhadap bisa kembali bangkit dari keterpurukan karena 7 bulan dirumahkan, harus menerima kenyataan jika musim mudik tahun ini yang diharapkannya bisa memperbaiki perekonomian keluarganya malah dilarang.
"Sangat tidak setuju karena susah penghasilan untuk pekerja yang di jalan, selama covid juga susah ditambah dilarang mudik makin susah aja. 7 bulan saya tidak bekerja dikarenakan lockdown," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang mudik tahun 2021. Semua angkutan, baik darat, laut, udara akan dibatasi untuk mengangkut penumpang, mulai tanggal 6 hingga 17 Mei 2021.