SUKABUMIUPDATE.com - Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai banyak yang mengkritisi. Pasalnya kenaikan PPN ysng akan mulai berlaku awal tahun 2025 tersebut dinilai membebankan masyarakat. Salah satu yang turut bersuara memprotes kenaikan ini adalah Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI).
Dalam keterangan tertulis yang dikutip tempo.co, YKTI menyampaikan bahwa kenaikan PPN ini akan sepenuhnya akan dibebankan kepada konsumen akhir, yang akan merasakan dampaknya dalam harga barang yang mereka beli.
Direktur Ekskutif YKTI, Ardiman Pribadi, menjelaskan bahwa jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen, beban pajak yang diterima konsumen akhir akan mencapai 21,6 persen dari harga barang.
Ardiman menegaskan, saat ini PPN masih 11 persen, konsumen sudah terbebani dengan pajak sekitar 19,8 persen. "Hal ini disebabkan oleh rantai nilai panjang dalam industri tekstil, di mana pajak yang dibayar oleh setiap subsektor akan dibebankan kepada harga barang yang sampai ke konsumen," kata dia, seperti dikutip tempo, Minggu (24/11/2024).
Baca Juga: Berlaku 1 Januari 2025, Ini Daftar Barang dan Jasa yang Terkena PPN 12 Persen
Menurut Ardiman, di tengah menurunnya daya beli masyarakat, Ardiman khawatir kenaikan PPN justru akan mengurangi konsumsi masyarakat terhadap produk tekstil. Menurutnya, hal ini bisa berbalik merugikan, karena menurunnya konsumsi akan berdampak pada penurunan penjualan di industri tekstil, yang pada akhirnya mengurangi pemasukan negara.
Sebagai alternatif, Ardiman menyarankan agar pemerintah fokus pada pemberantasan impor ilegal sebagai langkah yang lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan negara.
Berdasarkan data perdagangan tekstil dan produk tekstil (TPT) selama lima tahun terakhir, ia memperkirakan penerimaan negara hilang hingga Rp 46 triliun akibat impor ilegal yang tidak membayar bea masuk, PPN, dan Pajak Penghasilan (PPh). Nilai barang yang masuk tanpa kewajiban pajak tersebut mencapai US$ 7,2 miliar atau sekitar Rp 106 triliun.
“Jika impor ilegal diberantas, penerimaan negara dari TPT bisa meningkat hingga Rp 9 triliun per tahun tanpa perlu menaikkan PPN,” ujar Ardiman.
Baca Juga: Siap-siap, Harga Rumah Diproyeksi Bakal Naik Imbas Kebijakan PPN 12 Persen
Selain itu, pemberantasan impor ilegal diharapkan dapat menggairahkan kembali industri tekstil domestik, meningkatkan kapasitas produksi pabrik-pabrik tekstil, dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Peningkatan daya beli masyarakat melalui lapangan pekerjaan baru ini, kata Ardiman, akan secara otomatis meningkatkan konsumsi, yang pada gilirannya juga dapat mendongkrak penerimaan PPN.
Dengan demikian, Ardiman menegaskan bahwa langkah pemberantasan impor ilegal bisa menjadi solusi yang lebih tepat dalam mendongkrak perekonomian tanpa menambah beban bagi konsumen.