SUKABUMIUPDATE.com - Akhir-akhir ini jagad media sosial ramai menyoroti Kampus Mengajar. Akun instagram @kampusmengajar dipenuhi komentar oleh para peserta program kampus mengajar 7 yang mempertanyakan soal bantuan biaya hidup atau BBH dan pemotongan UKT (Uang Kuliah Tunggal).
Program besutan Kemendikbud Ristek ini sejatinya adalah kanal pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar di luar kampus selama satu semester. Dirancang untuk melatih kemampuan menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan menjadi mitra guru untuk berinovasi dalam pembelajaran, pengembangan strategi, dan model pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
Jika edisi 1 sampai 6 berjalan lancar, tidak dengan kampus mengajar 7 yang memicu banyak pertanyaan soal BBH dan kebijakan UKT. Sejumlah peserta Kampus Mengajar 7 dari berbagai lembaga pendidikan di Sukabumi coba memberikan penjelasan kenapa banyak yang mempertanyakan kedua hal tersebut.
Anisa, peserta kampus mengajar 7 dari salah satu kampus swasta di Sukabumi menyebut ada keterlambatan pencarian BBH, dimana termin 1 baru cair setelah 3 bulan program berjalan. “Ini tuh terbilang telat karena seharusnya BBH termin 1 itu cair setelah 2 bulan program berjalan,” ucapnya kepada tim liputan sukabumiupdate.com, Kamis 23 Mei 2024. Hal tersebut lanjut Anisa berdampak pada pelaksanaan proker. Dimana banyak proker perlu pendanaan sedangkan BBH telat cair.
Banyak peserta Kampus Mengajar yang mengeluhkan terlambatnya pencairan BBH karena banyak proker yang belum terlaksana. Keterlambatan tersebut juga dibenarkan oleh Koordinator PT kampus mengajar Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Tidak hanya terjadi pada mahasiswa ternyata hal ini juga dialami oleh Koordinator PT dan DPL (Dosen Pendamping Lapangan).
Masalah tambah runyam karena dan bikin kecewa peserta karena ketidakkonsistenan informasi yang mereka dapatkan dari pembina, email, maupun sistem.
“Di awal pembinaan banyak pemateri yang bilang kita tuh dapet Rp 7,2 juta selama 4 bulan. Tapi di bulan April 2024 kita menerima email yang menjelaskan cuma dapet Rp 6 juta. Kan gak jelas ya, gak ada transparansi kalau berkurang tuh karena apa,” ungkap Rendi, mahasiswa universitas swasta lainnya di Sukabumi, yang juga menjadi peserta kampus mengajar 7.
Menurut dia, penyelenggara Kampus Mengajar kurang konsisten dalam menyampaikan informasi terutama soal BBH,.sehingga para peserta kampus mengajar 7 dibuat kebingungan.
Dari sejumlah peserta terungkap bahwa pada Desember 2023, informasi BBH yang akan terima adalah Rp 6 juta, walaupun di awal pembinaan peserta banyak pemateri yang menyampaikan jumlah BBH Rp 7,2 juta. Ini kemudian divalidasi oleh sistem pusat bantuan kampus merdeka, helpdesk, 19 Maret 2024. 18 April 2024 seluruh peserta Kampus Mengajar 7 serentak mendapatkan email yang meluruskan informasi soal BBH yang diterima oleh peserta. Yaitu Rp 6 juta atau Rp 1,5 juta per bulan.
Adanya miskomunikasi dari kampus mengajar membuat informasi yang menyebar menjadi simpang siur. Dimana Setiap angkatan penyelenggara Kampus Merdeka selalu memperbarui kebijakannya. Dimana pada Kampus mengajar angkatan 2, 3 dan 5 menerima total bantuan biaya hidup sebesar Rp 7,2 juta. Sementara itu, angkatan setelahnya mendapatkan Rp 6 juta.
Tidak hanya mahasiswa sebagai peserta, koordinator PT dan DPL (Dosen Pendamping Lapangan), juga menegaskan ada keterlambatan informasi dari pihak kampus mengajar yang harus diperbaiki kedepannya. Firman, Koordinator PT Kampus Mengajar Universitas Muhammadiyah Sukabumi, juga menegaskan bahwa pembayaran honorarium bagi koordinator PT dan DPL juga terlambat.
“Di kampus mengajar 6 ada pemberitahuan akan cair setelah kegiatan selesai baik termin 1 dan 2. Namun di kampus mengajar 7 ini tidak ada pemberitahuan mengenai hal itu. Jadi kalau kami mah tidak merasa heran kalo mengalami keterlambatan seperti itu. Sementara untuk BBH peserta kampus merdeka (mahasiswa) saya juga tidak tahu, karena bukan bukan ranah koordinator. Jawaban panitia maupun sistem menjawab agar mahasiswa bersabar dan menunggu info selanjutnya mengenai BBH,” jelasnya kepada sukabumiupdate.com
Deden Ahmad Supendi, mantan Dosen Pendamping Lapangan (DPL) Kampus Mengajar 2 dan 3 coba menjelaskan hal ini. Dosen Universita Muhammadiyah Sukabumi ini menyebut tingginya antusiasme mahasiswa pada kampus mengajar membuat lonjakan jumlah peserta, dan hal itu bisa berdampak nominal bantuan biaya hidup yang diterima para peserta.
“Pengalaman saya di kampus mengajar 2 dan 3. Mahasiswanya jauh-jauh, ada yang dari Yogyakarta, Ciamis, dan Karawang. Kebijakan sekarang berubah ya, sesuai domisili. Mungkin itu juga yang menjadi daya tarik bagi mahasiswa untuk ikut serta,” bebernya.
“Peserta bertambah, DPL juga bertambah. Jadi pemerintah mungkin merasa perlu mengubah kebijakannya untuk menyesuaikan dana yang dikeluarkan,” sambung Deden.
Selain soal BBH, Deden juga mengungkapkan bahwa perubahan juga terjadi pada kebijakan bantuan UKT bagi mahasiswa peserta Kampus Mengajar. Dimana pada Kampus Mengajar angkatan 2,3 dan 5, selain BBH Rp 4,8 juta selama 4 bulan program berjalan, ada bantuan UKT sebesar Rp 2,4 juta.
Kebijakan ini menurut Deden Ahmad Supendi berubah pada kampus mengajar angkatan 6, dimana ada pemangkasan jumlah bantuan UKT yang semula Rp 2,4 juta menjadi Rp 1,2 juta.
Baca Juga: Cerita 2 Siswi di Sukabumi, Motor Nyaris Dibegal Modus Asuransi Kendaraan
Terlepas dari komentar-komentar negatif, kampus mengajar ini menurut Deden merupakan program Kemendikbud Ristek yang mendukung mahasiswa untuk mengeksplor pengalamannya di luar kampus. Ada banyak program yang memungkinkan mahasiswa mengeksplor pengalamannya, tidak hanya program kampus mengajar saja.
Ia mendorong mahasiswa (peserta) fokus eksplor pengalamannya, karena BBH itu hanya bonus. “Menurut saya, kampus mengajar itu sangat bagus. Apalagi di kurikulum MBKM ini memberi kesempatan pada mahasiswa untuk belajar di luar kampus. Minimal 1 semester. Pengalaman itu justru penting bagi mahasiswa. Jadi menurut saya, jangan terlalu dihiraukan komentar-komentar negatif,” pungkasnya.
Tim liputan PKL UMMI 2024 (Jelsa, Alfin, Rita)