SUKABUMIUPDATE.com - Serikat Pekerja Kampus atau SPK melakukan penelitan untuk mengetahui masalah tingkat kesejahteraan dosen dan para pekerja di lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Ternyata 76 persen responden mengaku harus cari pekerjaan sampingan karena rendahnya gaji sebagai dosen.
Melansir tempo.co. SPK menyebut beban kerja dosen di perguruan tinggi tak sebanding dengan gaji yang diterima. Menurut hasil penelitian SPK, meski memiliki tanggung jawab yang besar, mayoritas dosen masih berpenghasilan di bawah Rp 3 juta pada kuartal pertama 2023.
Sekitar 76 persen responden atau dosen mengaku harus mengambil pekerjaan sampingan karena rendahnya gaji dosen. Pekerjaan itu membuat tugas utama mereka sebagai dosen menjadi terhambat dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan.
Selain itu, dosen di universitas swasta jauh lebih rentan terhadap gaji rendah. Peluangnya tujuh kali lebih tinggi untuk menerima gaji bersih kurang dari Rp 2 juta. Sebanyak 61 persen responden merasa kompensasi mereka tidak sejalan dengan beban kerja dan kualifikasi mereka.
Anggota tim penelitian dan pengembangan SPK, Fajri Siregar mengatakan beberapa dosen merasa kurang dihargai. “Ini mempengaruhi motivasi dan keterlibatan mereka dalam tugas dosen,” kata dia melalui Zoom pada Kamis, 2 Mei 2024.
"Dosen diberikan beban berlebih dalam administrasi karena harus melaporkan secara detail setiap tindakannya," kata Ketua SPK Dhia Al-Uyun dalam keterangannya Senin, 6 Mei 2024.
Dosen Universitas Brawijaya (UB) itu menyampaikan, dosen-dosen yang berpenghasilan di bawah Rp 3 juta itu pun belum mendapatkan kenaikan gaji dalam tujuh tahun terakhir. Dia menyebut kondisi ini membuat kesulitan secara ekonomi bagi dosen junior jika dibandingkan dosen senior.
Lebih lanjut, Dhia mengungkap bahwa kini dosen tak hanya terikat pada Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan-pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Menurut dia, ada pilar lain yang harus diperhatikan dosen, yaitu professional services.
"Itu memberikan kewajiban bagi dosen-dosen untuk membuat proyek-proyek yang menguntungkan di lingkungan universitas mereka. Pola-pola transaksional itu terjadi dalam proses tersebut," tuturnya.
Tak sampai di situ, pakar hukum tata negara itu juga menyampaikan bahwa dosen dan pekerja kampus lainnya kerap menjalani jam kerja melampaui batas. Situasi itu, jelas Dhia, seringkali dinormalisasi dengan dalih mengabdi kepada institusi.
Dhia turut menyebut bahwa dosen-dosen ini kerap mendapatkan penilaian secara langsung dari atasan mereka, bukan dari tim yang menilai secara objektif dan independen. Keadaan demikian, sambung Dhia, menyebabkan para dosen dan tendik melakukan pekerjaan yang non-substansial.
"Dosen dan tenaga kependidikan mengalami ketakutan yang sangat luar biasa ketika tidak melaksanakan tugas dari pimpinan karena berpengaruh pada jenjang karir," ucapnya.
Kemudian, Dhia juga menyebut bahwa para dosen yang tertindas ini kerap dilarang untuk berserikat. Menurut dia, para pimpinan universitas seringkali menganggap perserikatan sebagai bentuk pemberontakan.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito, angkat bicara soal keluhan yang disampaikan oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) yang menyebut mayoritas dosen bergaji di bawah Rp 3 juta.
Warsito menjelaskan, pendidikan tinggi di Indonesia terbagi dalam dua kelompok, yakni Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Dia menyebut rendahnya gaji dosen di PTS bergantung pada status kepegawaian dosen dan sumber daya yayasan yang menyediakan pendidikan tinggi.
"Harus dilihat betul apakah sampel yang diambil merupakan dosen tetap atau dosen tidak tetap," kata Warsito dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo, Sabtu, 4 Mei 2024.
Warsito menjelaskan, setiap yayasan memiliki aturan masing-masing. Dia mencontohkan, dosen tetap mendapat gaji tetap dan honor jam/sks kuliah sedangkan dosen tidak tetap hanya mendapat honor sesuai dengan jumlah sks.
Lebih lanjut, Warsito mengakui adanya yayasan atau PTS yang tidak sehat di mana sumber dayanya rendah. Dia menduga dosen yang mengajar di PTS inilah yang mengalami kekurangan pendapatan sehingga bekerja sampingan.
Sumber: Tempo.co