SUKABUMIUPDATE.com - RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) resmi disahkan oleh DPR saat Rapat Paripurna ke-13 masa persidangan II tahun 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 15 Desember 2022 lalu.
Namun, UU PPSK ini nyatanya menuai pro kontra dari sejumlah pihak, termasuk pengacara kondang tanah air, Hotman Paris.
Kekinian, UU PPSK tersebut resmi menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 setelah diteken oleh Presiden Jokowi, dikutip via Tempo.co.
“UU PPSK adalah ikhtiar pemerintah dan DPR untuk memajukan kesejahteraan umum dengan melakukan reformasi sektor keuangan Indonesia. Sektor keuangan yang inklusif, dalam, dan stabil merupakan prasyarat utama untuk mempercepat pembangunan perekonomian nasional Indonesia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui keterangan tertulis, Jumat, 13 Januari 2023.
Baca Juga: Wisata Curug di Sukabumi, Cikaso Jadi Tempat Bersemayam Prabu Siliwangi?
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah dan DPR RI menyepakati lima lingkup dalam UU PPSK. Pertama, penguatan kelembagaan otoritas sektor keuangan dengan tetap memperhatikan independensi. Kedua, penguatan tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik.
Ketiga, mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan. Keempat, perlindungan konsumen. Kelima, literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan.
Untuk diketahui, UU PPSK terdiri dari 27 bab dan 341 pasal. Undang-Undang ini akan menggantikan 17 Undang-Undang terkait sektor keuangan yang telah cukup lama berlaku, bahkan hingga 30 tahun.
“Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan dinamika perubahan zaman,” kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Wakil Indonesia Fajar/Rian Melesat ke Final, Cek Jadwal Malaysia Open 2023
Sementara itu, salah satu yang mendapat sorotan dari UU PPSK adalah kewenangan penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tindak pidana jasa keuangan. Hal ini lalu dijelaskan anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun melalui akun Twitter resminya.
"Kewenangan menyidik kasus tindak pidana keuangan sebagaimana yang diatur Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah memperkuat OJK," cuit Misbakhun, Kamis, 5 Januari 2023.
Ia menjelaskan, substansi dalam Pasal 49 ayat (5) Bagian Keempat UU PPSK itu selaras dengan regulasi OJK yang selama ini diterapkan. Menurutnya, hal itu bertujuan agar OJK mempunyai determinasi dalam melaksanakan tugasnya dan aturan yang diterbitkan dihormati oleh pelaku industri.
"Kalau pengawasnya mempunyai kewenangan sampai tindak pidana, wibawa OJK lebih kuat dalam memberikan kepastian hukum. Apalagi sektor keuangan adalah salah satu penyangga ekonomi yang perlu dilengkapi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur khusus, termasuk dalam aspek penegakan hukum," kata dia.
Dia melanjutkan, komposisi tim penyidik OJK kini lebih beragam, dari kepolisian hingga pegawai negeri sipil (PNS). Dia berharap, dengan adanya kewenangan itu, penguatan penegakan hukum untuk menegakkan aturan itu dihormati industri dan tidak melahirkan pelanggaran yang merugikan konsumen maupun negara.
Catatan untuk UU PPSK yang Kini Sudah Sah
UU PPSK mendapat catatan dari sejumlah pihak. Salah satunya adalah kewenangan penyidikan pidana di sektor jasa keuangan oleh OJK. Kewenangan tersebut dijelaskan pada UU PPSK Bagian Keempat yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU OJK diubah menjadi "Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini."
Hal ini diperjelas dengan Pasal 48B ayat (1) yang berbunyi: Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan dimulainya, tidak dilakukannya, atau dihentikannya penyidikan terhadap tindak pidana sektor jasa keuangan.
“Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan,” begitu bunyi Pasal 49 ayat (5) yang mendukung kewenangan tersebut.
Baca Juga: Kata Warga Soal Progres Pembangunan Jembatan Baru Pamuruyan di Cibadak Sukabumi
Kewenangan inilah yang disoroti sejumlah pihak dan berpotensi membuat OJK tidak independen. Sebabnya, OJK tidak memiliki pengawas.
"Kalau kecurigaan (OJK) bisa saja karena dia menerima sesuatu dari lembaga yang fragile untuk melakukan penyimpangan atau koruptif, karena menerima uang atau pendapatan dari lembaga tersebut," kata Guru Besar Perbandingan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Ratno Lukito pada Tempo, Jumat, 6 Januari 2023.
Menurut dia, setiap lembaga pemerintah harusnya memiliki komisi pengawas terhadap penyimpangan moral atau etik. Tapi, OJK tidak memiliki lembaga tersebut.
Hal tersebut juga dikatakan anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika. Menurutnya, perlu ada lembaga pengawas OJK. Ia mencontohkan, Polri memiliki Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Kejaksaan memiliki Komisi Kejaksaan, dan ada juga Komisi Yudisial yang mengawasi hakim.
"Nah, yang mengawasi lembaga penyelidikan ini (OJK) nanti siapa? Makanya perlu ada perubahan penguatan struktur agar jangan sampai kayak tadi, untuk meminimalisir persekongkolan yang terjadi," kata Yeka pada Tempo, Jumat, 6 Januari 2023.
Dia menjelaskan, jangan sampai nanti ada persekongkolan, misalnya kasus-kasus tertentu yang menjadi perhatian publik di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan/dihentikan penyidikannya) karena terjadi persekongkolan.
Pengacara ternama Hotman Paris Hutapea ikut menanggapi kewenangan OJK sebagai penyidik tindak pidana jasa keuangan. Menurutnya, ini sangat berdampak fatal terhadap kewenangan penyidikan di Polri.
"Di Pasal 49 ayat 5, ini saya bacakan, ini akibatnya sangat fatal, merubah semua kewenangan kepolisian. Disebutkan di sini penyidikan atau tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan penyidik Otoritas Jasa Keuangan. Artinya apa? Penyidik OJK menjadi satu-satunya penyidik tunggal dalam bidang tindak pidana jasa keuangan," kata Hotman dalam video yang diunggah di Instagramnya, Senin, 9 Januari 2023.
Padahal, kata dia, tindak pidana jasa keuangan itu sangat luas, merangkap perbankan dan masalah ekonomi lainnya. Menurutnya, UU PPSK membuat banyak bagian-bagian di kepolisian harus tutup.
"Undang-Undang ini sangat berpotensi ke arah penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Karena apa? OJK akan merangkap sebagai regulator dan juga sebagai penyidik. Apakah OJK sudah siap? Karena tindak pidana jasa keuangan itu ada di seluruh Indonesia, ada di seluruh Polda. Di mana OJK menyediakan penjaranya? Kalau dia penyidik, dia berhak memenjarakan orang," tutur Hotman.
Selain soal kewenangan OJK sebagai penyidik pidana jasa keuangan, banyaknya kewenangan lembaga ini juga disoroti ekonom. Hal ini diungkap Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara.
"Saya cuma khawatir OJK ini akan overload melihat infrastruktur dan SDM (sumber daya manusia) yang ada sekarang, karena amanat dari UU PPSK terhadap OJK banyak sekali," kata Bhima, Jumat, 6 Januari 2023.
Dia melanjutkan, OJK punya banyak wewenang seperti mengawasi soal aset kripto. Padahal di saat yang sama, kata dia, ada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti. Kemudian, OJK juga berwenang menangani soal bullion bank hingga bursa karbon.
"Sepertinya amanat baru ini harus dilakukan secara hati-hati dan dipersiapkan dulu skema peraturan teknis dan SDM, terutama pada pengaturan yang benar-benar baru," ucap Bhima.
Di sisi lain, OJK dituntut segera lakukan peralihan kewenangan dari lembaga seperti Bappebti yang atur aset kripto sesuai masa transisi UU PPSK. Semakin lama masa transisi pengalihan pengawasan ini, menurut Bhima, bisa jadi menambah ketidakpastian dari investor.
"Karena banyak wewenang, dan ujungnya perlindungan ke masyarakat jadi menurun," ucap Bhima.
SUMBER: TEMPO.CO | AMELIA RAHIMA SARI | MOH. KHORY ALFARIZI