SUKABUMIUPDATE.com - Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan RI kembali memastikan jika Indonesia tidak akan terkena resesi pada tahun 2023 ini.
Kepastian yang diungkapkan oleh Sri Mulyani tersebut merujuk pada prediksi Dana Moneter Internasional atau IMF yang baru mengeluarkan prediksi ekonomi dunia.
"IMF baru saja mengeluarkan prediksi sepertiga dari ekonomi dunia akan kemungkinan terkena resesi. Kita tidak termasuk yang sepertiga, insya Allah kita jaga terus," ujar Sri Mulyani dalam keterangannya di YouTube Kementerian Keuangan yang mengutip dari Tempo.co (9/1/2023)
Baca Juga: Mengulas Ramalan Jayabaya Soal Pulau Jawa Akan Terbelah Dua di Masa Depan?
Sebelumnya, Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva pada 1 Januari 2023 kembali memperingatkan sebagian besar ekonomi global soal resesi. Ia mengatakan 2023 akan menjadi tahun yang sulit lantaran mesin utama pertumbuhan global - Amerika Serikat, Eropa dan Cina - mengalami aktivitas yang melemah.
Karena itu, Sri Mulyani menilai 2023 adalah tahun yang sangat menarik dan memiliki banyak tantangan. Terlebih tahun ini kita ada agenda politik di dalam negeri, yaitu menuju Pemilu 2024. "Jadi pasti suhu akan sedikit meningkat," kata dia. Ditambah tantangan dari ekonomi global yang juga luar biasa.
Baca Juga: 5 Ramalan Jayabaya 2023, Maraknya Fenomena Cocokologi Faktual Masa Depan
Tetapi, menurutnya, pemulihan ekonomi Tanah Air sejak tahun lalu terus menguat hingga kuartal ketiga 2022. Ia pun berharap pada kuartal keempat 2022 pertumbuhannya masih bisa bertahan di sekitar 5 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani mengingatkan tantangan di 2023 kemungkinan akan lebih berat dan harus terus dijaga dengan rasa optimisme dan kewaspadaan.
Sementara itu, Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan meski perekonomian Indonesia tak lepas dari perekonomian global, tetap butuh waktu untuk dampaknya menjalar ke Tanah Air.
Tetapi, ia menilai Indonesia akan menghadapi tantang berat, meski ada kemungkinan tidak mengalami resesi.
Ekonom lulusan Vanderbilt University, Amerika Serikat itu, mengingatkan agar tiap pihak untuk tetap waspada karena resesi adalah perpaduan antara demand shock dan supply shock, diiringi inflasi yang sangat tinggi. Ditambah, kata dia, pengaruh pandemi Covid-19 sebetulnya masih terjadi.
Tantangan lainnya adalah climate change yang semakin gila-gilaan. Menurut Faisal, dampaknya bisa mempengaruhi harga pangan, karena banjir dan kekeringan ekstrem.
Ia memprediksi produksi pangan akan terus menurun, bahkan setiap negara mengurangi ekspornya dan menambah pasokan cadangan.
Sumber: Tempo.co (Riani Sanusi Putri)