SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, menyebut selama ini pemda atau pemerintah daerah punya kebiasaan menghabiskan belanja APBD di bulan terakhir tahun anggaran. Hal ini dianggap Tito perlu dibenahi terutama oleh jajaran inspektorat daerah karena tidak memberikan dampak maksimal pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Mendagri Tito meminta kepada jajaran inspektorat di daerah aktif melakukan monitoring dan evaluasi (monev) realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Upaya ini dapat dilakukan melalui kerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Sekretaris Daerah (Sekda), serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Melansir tempo.co, hal ini disampaikan Tito saat memberi arahan pada Rapat Koordinasi (Rakor) Inspektur Daerah Seluruh Indonesia bertajuk “APIP Kawal Kepatuhan Penyelenggaraan Pemda”. Rakor yang digelar secara virtual tersebut berlangsung dari Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Selasa, 26 Juli 2022.
Ia menegaskan, laju realisasi belanja tersebut harus diusahakan naik secara konsisten. Jangan sampai, realisasi tersebut hanya dihabiskan pada 3 bulan terakhir tahun anggaran.
“Upayakan tren realisasi belanja itu naiknya konsisten, tidak eksponensial, artinya tidak melengkung, (jangan) 3 bulan pertama kecil, 3 bulan kedua kecil, 3 bulan (ketiga) kecil, 3 bulan terakhir langsung dia menanjak tajam sekali,” kata Tito.
Jajaran inspektorat di daerah perlu memberi masukan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang realisasi belanjanya masih rendah. Inspektorat juga perlu mendalami penyebab rendahnya realisasi belanja tersebut, sehingga masukan yang diberikan dapat mengatasi persoalan.
Tito menegaskan, realisasi belanja ini penting dan menjadi atensi Presiden Joko Widodo. Pasalnya, realisasi belanja pemerintah termasuk salah satunya APBD, merupakan bagian dari faktor yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Melalui realisasi belanja tersebut, jumlah peredaran uang di tengah masyarakat akan meningkat, sehingga berdampak terhadap daya beli dan konsumsi rumah tangga.
“Daya beli masyarakat sangat ditentukan dengan adanya aktivitas ekonomi, baik ekonomi yang didorong oleh pemerintah atau yang didorong oleh swasta. Yang didorong oleh pemerintah adalah realisasi belanja pemerintah, realisasi APBD, APBN,” tuturnya.
Realisasi belanja juga dapat menstimulasi sektor swasta yang perekonomiannya sempat terpuruk akibat pandemi. Hal ini termasuk untuk mendukung para pelaku Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Selanjutnya, Tito mengimbau pemerintah daerah dapat mendukung Gerakan Bangga Buatan Indonesia (BBI). Pemda diminta untuk mengalokasikan 40 persen dari anggaran Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pada APBD untuk penggunaan produk dalam negeri.
Dia menjelaskan, sebagai negara dengan jumlah penduduk yang banyak, Indonesia merupakan market yang besar. Karena itu, produk dalam negeri harus mampu mendominasi pasar, sehingga berdampak terhadap perekonomian masyarakat. Produk dalam negeri ini baik yang dihasilkan oleh perusahan besar, menengah, kecil, maupun mikro.
“Ini (UMKM) adalah betul-betul sektor riil, dia tidak akan lari kemana-mana, dan itu memberikan lapangan kerja yang riil di masyarakat, dan riil (membuat) uang beredar di masyarakat,” kata dia.
SUMBER: TEMPO.CO