SUKABUMIUPDATE.com - Dalam laporan berjudul Indonesia Economic Prospects (IEP), Bank Dunia memproyeksikan bahwa inflasi di Indonesia akan tembus 3,6 persen pada tahun ini. Proyeksi dari Bank Dunia ini didasarkan pada lonjakan harga pangan dan energi yang terjadi selama satu tahun belakangan di Indonesia.
Dalam laporan tersebut, Bank dunia juga memprediksi bahwa inflasi di Indonesia akan tetap tinggi hingga tahun 2025.
Bank Dunia khawatir Bank Indonesia (BI) akan mengerek suku bunga acuan bila inflasi benar naik dan tembus 3,6 persen tahun ini. "Inflasi diproyeksikan meningkat menjadi 3,6 persen pada 2022 dan tetap tinggi hingga 2025," tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut, Rabu 6 Juli 2022.
Lonjakan harga energi, kata Bank Dunia, membuat pemerintah menaikkan tarif listrik mulai Juli 2022. Tarif listrik resmi naik untuk golongan rumah tangga R2 dengan daya 3.500 VA sampai 5.500 VA, R3 dengan daya lebih dari 6.600 VA, dan kantor pemerintahan.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memproyeksikan inflasi di Indonesia mencapai 4,2 persen pada 2022. Perry mengatakan bahwa inflasi tersebut masih terkendali dibandingkan dengan beberapa negara lain.
“Bank Indonesia terus mencermati risiko tekanan inflasi ke depan dan berkoordinasi baik dengan pemerintah dan tim pengendalian inflasi di pusat dan daerah,” kata Perry dalm rapat dengan Komisi XI DPR, Selasa, 31 Mei 2022.
Lalu, apa sebenarnya inflasi?
Inflasi Adalah.....
Mengutip laman Bank Indonesia, inflasi merupakan sebuah kondisi ketika terjadi kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Perhitungan inflasi di Indonesia dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam mengukur inflasi, BPS menggunakan indeks harga konsumen atau IHK dan didasarkan pada Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP). Pengelompokan tersebut terdiri atas tujuh kelompok pengeluaran, yaitu:
Bahan Makanan.
Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan dan Olahraga.
Transportasi dan Komunikasi.
Inflasi bisa timbul karena adanya tekanan dari sisi supply atau cost push inflation, dari sisi permintaan atau demand pull inflation, dan dari ekspetasi inflasi. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya cost push inflation adalah depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri, peningkatan harga komoditi yang diatur oleh pemerintah, dan terjadinya negative supply shocks akibat adanya bencana alam dan terganggung rantai distribusi.
Dampak Inflasi
Bank Indonesia menyatakan bahwa inflasi tetap dibutuhkan bagi sebuah negara, tetapi inflasi ini harus terjadi di angka yang rendah dan syarat. Hal ini karena inflasi menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Namun, kalau inflasi menjadi sangat tinggi dan tidak terkendali akan terjadi beberapa kondisi seperti berikut ini:
Pendapatn riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup masyarakat turun.
Menciptakan ketidakpastiaan bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
SUMBER: TEMPO.CO