SUKABUMIUPDATE.com - IMF atau Dana Moneter Internasional menulis laporan prediksi disetopnya penggunaan batu bara di seluruh dunia, bisa memberi keuntungan hingga US$ 77,89 triliun atau sekitar Rp 1.123 kuadriliun. Angka itu menggunakan asumsi kurs Rp 14.400 per dolar AS.
Mengutip berita tempo.co, nilai keuntungan jumbo itu tercantum dalam laporan IMF bertajuk The Great Carbon Arbitrage yang terbit pada Juni 2022. Laporan tersebut ditulis oleh Ekonom IMF Tobias Adrian, Ekonom Columbia University Patrick Bolton, dan Ekonom Stanford University Alissa M. Kleinnijenhuis.
Studi itu mengukur keuntungan dari penghentian batu bara serta biaya untuk menggantinya dengan energi baru dan terbarukan (EBT). Tak hanya itu, ada juga kalkulasi atas keuntungan sosial yang diperoleh dari penghentian batu bara tersebut.
Dari perhitungan IMF, penghentian penggunaan batu bara disebutkan bisa memberikan keuntungan bruto hingga US$ 106,9 triliun atau berkisar Rp 1.540 kuadriliun.
Selain itu, IMF menghitung biaya penghentian penggunaan batu bara senilai US$ 29 triliun (sekitar Rp 417 kuadriliun). Dengan begitu, keuntungan secara neto adalah US$ 77,89 triliun (sekitar Rp 1.123 kuadriliun).
"Ini mewakili sekitar 1,2 persen dari PDB dunia saat ini setiap tahunnya hingga tahun 2100," tulis laporan itu, dikutip pada Sabtu, 4 Juni 2022.
Adapun studi itu menunjukkan bahwa terdapat keuntungan sekitar US$ 125 atau sekitar Rp 1,8 juta ketika penggunaan setiap satu ton batu bara dihentikan. Berikutnya, ada keuntungan sekitar US$ 55 atau bila dirupiahkan keuntungan sebesar Rp 792.000 dari hilangnya setiap satu ton emisi karbondioksida.
Dengan penghentian penggunaan batu bara itu, IMF menilai munculnya emisi karbon hingga 1.326 gigaton dapat dihindari. Dengan begitu, akan terdapat sekitar 632 gigaton batu bara yang tidak digunakan.
Tapi, menurut IMF, tingginya keuntungan dari penghentian batu bara membuat kebijakan itu harus dilakukan secara global.
"Manfaat bersih dari penghentian penggunaan batu bara begitu besar sehingga upaya baru, penetapan harga karbon, dan kebijakan pembiayaan lain yang kita diskusikan, harus diupayakan," tulis laporan IMF tersebut.
SUMBER: TEMPO.CO (BISNIS)