SUKABUMIUPDATE.com - Desakan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di berbagai daerah kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar mengabulkan permohonan uji materiil Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang telah diajukan Syaefurrochman A melalui kuasanya para Advokat dan peneliti hukum dari Kantor Advokat M.Z. Al-Faqih & Partners terus menggelinding. Kali ini desakan muncul dari KPID Kalimantan Timur.
Ketua KPID Kalimantan Timur, Irwansyah mengungkapkan demi kepentingan penyiaran, MK seharusnya mengabulkan perpanjangan masa jabatan KPI dari 3 tahun menjadi 5 tahun.
“Hal ini bukan tidak berdasar melainkan berangkat dari kondisi lapangan, dimana masa jabatan KPI yang saat ini hanya 3 tahun kurang maksimal”, ujarnya.
Irwan juga menambahkan kondisi lapangan di Kalimantan Timur saat ini terdapat kurang lebih 147 lembaga penyiaran yang tersebar di 10 kabupaten/kota di bawah naungan KPID Kalimantan Timur. Lembaga-lembaga penyiaran tersebut untuk beradaptasi dengan Undang-Undang Penyiaran dan Peraturan KPI butuh waktu.
Baca Juga: Bikin Pedestrian, DPUTR dalam Pembangunan Kota Sukabumi yang Inklusif
“Untuk memahami aturan saja sudah memakan waktu sehingga dalam pendampingan sampai dengan pengawasan kurang maksimal, yang kita ketahui bersama Kalimantan Timur jangkauannya cukup jauh antar Kabupaten/Kota sehingga terkadang untuk monitoring dan evaluasi dalam satu tahunnya dengan 147 lembaga penyiaran tidak sampai 30%nya,” ucapnya.
Sebelumnya, KPID Sumatera Selatan, KPID Bengkulu, KPID Gorontalo, KPID Papua, KPI Daerah Istimewa Yogyakarta, dan KPID Kalimantan Selatan mendesak MK agar mengabulkan permohonan uji materiil ini.
Ketua KPID Sumsel, Herfriady, mendukung pengajuan Judical Review perihal masa jabatan Komisioner KPI Pusat dan KPID.
“Masa jabatan komisioner KPI Pusat dan KPID yang hanya 3 tahun dirasa belum begitu maksimal. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana tugas dan kewenangan KPI Pusat dan KPID di tengah persaingan media penyiaran dengan media baru membuat KPI belum bisa memberikan kontribusi maksimal bagi lembaga penyiaran khususnya di daerah,” ujarnya.
Fonika Thoyib, Wakil Ketua KPID Bengkulu menilai desakan KPID berbagai daerah di Indonesia kepada MK untuk mengabulkan uji materiil Undang-Undang Penyiaran ini adalah hal yang wajar karena adanya perbedaan masa jabatan antara komisioner KPI Pusat dan KPID dengan masa jabatan komisioner lembaga negara lain yang dibentuk Undang-Undang.
“Masa jabatan lembaga negara tidak boleh diskriminatif karena komisioner lain masa jabatannya 5 tahun misalnya KPU, Bawaslu, Komnas HAM, KPAI, dan lain-lain, maka upaya Judicial Review untuk menuntut masa jabatan KPI Pusat dan KPID dari 3 tahun menjadi 5 tahun adalah hal yang wajar. Sudah lebih 20 tahun perlakuan diskriminatif terhadap KPI Pusat dan KPID berlangsung,” tegas Fonika.
Baca Juga: Rektor Nusa Putra Bicara Ekonomi, Sosial dan Budaya di Jawaharlal Nehru University India
Ketua KPID Papua, Rusni Abaidata juga menyatakan dengan tegas dukungannya terhadap permohonan uji materiil Undang-Undang Penyiaran ini.
“Kami Komisioner KPID Papua sangat mendukung uji materiil masa jabatan Anggota KPI/KPID dari 3 tahun menjadi 5 Tahun. Pasal 9 ayat (3) Undang Undang Penyiaran tentang masa jabatan anggota KPI/KPID sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan media yang semakin pesat”, kata Rusni.
Wakil Ketua KPID Gorontalo, Rajibgandi juga berpendapat sama, KPI seharusnya disamakan dengan lembaga negara independen lain yang memiliki constitutional importance.
“sangat tampak adanya perlakuan yang tidak adil (injustice) yang seharusnya diperlakukan sama sesuai dengan prinsip keadilan (justice principle),” ujarnya.
Ketua KPI Daerah Istimewa Yogyakarta, Hazwan Iskandar Jaya, juga mendukung uji materiil ini, dan mendorong MK mengabulkan gugatan tersebut karena pasca Analog Switch Off (ASO), beban kerja KPI Pusat dan KPID kian berat.
Ketua KPID Kalsel, HM Farid Soufian sepakat dengan pendapat Hazwan, KPID Kalsel mendukung uji materiil ini karena karena berhubungan langsung dengan KPID dan komisioner KPID.