Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Para Penambang Rakyat yang diwakili Paguyuban Jampang Tandang Makalangan, Perusahaan Tambang (tidak hadir), Perusahaan Pemegang HGU (tidak hadir), Pihak Perhutani (tidak hadir) dan Pihak ESDM Jawa Barat dengan Ketua DPRD dan Komisi 1 DPRD Kabupaten Sukabumi.
Materi dalam RDP tersebut dimana para penambang rakyat menyampaikan keluhan dan keresahan atas persoalan hukum yang seringkali dihadapi oleh mereka terkait jeratan hukum pertambangan ilegal. Sementara disisi lain sebenarnya para penambang tersebut ingin mengikuti aturan hukum dan melakukan pertambangan secara legal. Akan tetapi terkendala dengan sulitnya mengajukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Oleh karenanya para penambang rakyat di Sukabumi menyampaikan aspirasi, meminta agar aktivitas tambang rakyat di Sukabumi segera di legalkan.
Tentu hal itu harus diapresiasi sebagai perjuangan para penambang rakyat dalam upaya melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin menjadi pertambangan rakyat yang legal.
Baca Juga: Bappelitbangda Sukabumi Ungkap Hasil Audit Kasus Stunting: Bahan Perencanaan
Sebenarnya pemicu terjadinya polemik pertambangan ilegal adalah di regulasi pemerintah itu sendiri, yakni terkait dalam menentukan Wilayah Pertambangan (WP). Apakah akan ditetapkan sebagai Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) yang menjadi Hak dan domainya sebuah perusahaan tambang (korporate), atau ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Negara (WPN) yang menjadi hak dan domainnya BUMN atau BUMD atau ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang menjadi hak dan domainnya usaha rakyat atau ditetapkan sebagai Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK).
Dalam Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2023 Tentang Wilayah Pertambangan, telah dinyatakan dengan tegas bahwa WUP, WPN, WPR dan WUPK tidak boleh tumpang tindih, artinya WPR tidak boleh berdiri diatas WUP/WIUP, sebaliknya WUP/WIUP juga tidak boleh berdiri diatas WPR.
Baca Juga: Inilah Manfaat Anggur Brazil, Buah Langka yang Baik Dibudidayakan di Sukabumi
Persoalannya kemudian terjadi pada saat pemerintah telah menetapkan WPR dengan IPRnya atau WUP dengan IUPnya tanpa persetujuan pemilik hak atas tanah secara administrasi (HGU atau Hak Milik Adat). Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan merujuk kepada Pasal 1 angka 29 UU No.3 tahun 2020 tentang Perubahan UU No.4 tahun 2009 tentang Minerba, pasal tersebut menyatakan bahwa penetapan wilayah pertambangan menjadi WUP, WPN, WPR atau WUPK tidak terikat dengan wilayah administrasi hukum terkait status tanah tersebut.
Artinya pemerintah dapat saja menetapkan WUP dan menerbitkan IUPnya berdiri diatas tanah hak milik adat milik masyarakat seperti yang terjadi di Kecamatan Ciemas ada IUP dan WUP milik sebuah perusahaan yang sudah ditetapkan pemerintah yang berdiri diatas ratusan hektare tanah milik adat atau milik masyarakat. Sementara itu diatas tanah tersebut sedang dan atau telah dilakukan usaha pertambangan rakyat yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Baca Juga: Petani Ubi di Sukabumi Berjuang di Tengah Kemarau, Saat Pupuk Subsidi Dicabut
Itulah polemik yang menjadi sulitnya para penambang rakyat memperoleh IPR, karena IPR tidak boleh terbit diatas IUP/WUP milik sebuah perusahaan. Disisi lain ada penambang rakyat yang melakukan usaha tambang rakyat diatas Lahan HGU juga tetap saja disebut usaha tambang ilegal, melanggar pasal 158 UU No 3 tahun 2020, tentang Minerba. Padahal diatas lahan HGU tersebut telah ditetapkan sebagai WPR dan telah terbit pula IPR nya, tapi tetap saja para penambang rakyat tersebut dijerat pasal 158 dan dipenjarakan karena dilaporkan oleh Perusahaan Pemegang HGU tersebut diatas, seperti yang terjadi di Cihaur Kecamatan Simpenan.
Jadi saya memandang bahwa pemicu konflik atau polemik pertambangan ilegal adalah regulasi pemerintah itu sendiri serta kekeliruan atau kesalahan aparat penegak hukum dalam hal menafsirkan dan menerapkan pasal 158 UU Minerba.
Baca Juga: Resahkan Warga Cibeureum Sukabumi, Monyet Ekor Panjang Dilepasliar ke TNGGP
Sehingga saya melihat bahwa nampaknya aspirasi penambang rakyat Sukabumi yang disampaikan melalui RDP dengan Ketua dan Komisi 1 DPRD Kabupaten. Sukabumi, yakni meminta aktivitas tambang rakyat segera dilegalkan, akan menemui dan menghadapi jalan yang sulit.
Penulis : Saleh Hidayat, SH / LBH DKR Sukabumi