SUKABUMIUPDATE.com - Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) itu bersifat Final and Binding, bersifat Final dan mengikat serta langsung dapat dijalankan terkait isi putusannya sepanjang mengenai putusan uji materi salah satu norma dalam suatu UU yang dinilai inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 hasil Amandemen.
Hakim MK tidak boleh mengabulkan uji materi suatu norma dalam suatu UU yang bersifat Open Legal Policy atau Kebijakan Hukum Terbuka dari Pembentuk UU, yakni kebijakan dari DPR bersama presiden pada saat menyusun draft RUU dan mensahkan RUU tersebut menjadi UU.
Suatu norma dalam suatu UU yang bersifat open Legal Policy menjadi urusan pembentuk UU, yakni DPR bersama pemerintah (presiden) sehingga MK akan menjadikan open Legal Policy tersebut untuk menolak Uji Materi suatu norma dalam Suatu UU terhadap UUD, seperti contoh beberapa kali MK telah menolak permohonan uji materi terhadap norma atau pasal yang mengatur tentang ambang batas 20 % Presidential Treshold atau ambang batas syarat 20% perolehan kursi DPR bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mengusung dan mendaftarkan pasangan capres cawapres dalam suatu pemilihan presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Saldi Isra Ungkap Peristiwa Aneh Jelang Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres
MK selalu menolak Uji materi terkait norma 20% Presidential Treshold tersebut dengan alasan hukum bahwa norma tersebut termasuk Open Legal Policy atau urusan DPR dan pemerintah selaku pembentuk UU, bukan urusan MK.
Dalam perkara uji materi terkait norma atau pasal tentang batas usia 40 tahun sebagai syarat calon presiden dan calon wakil presiden, terhadap tiga permohonan yang diajukan oleh PSI, Partai Garuda dan Kepala Daerah, MK menolak terkait uji materi batas usia 40 tahun tersebut, MK dengan alasan permohonan uji materi yang diajukan oleh para pemohon tersebut. Salah satunya open Legal Policy, meskipun para pemohon memiliki legal standing atau kedudukan hukum yang dirugikan hak konstitusionalnya.
Akan tetapi, terhadap Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang mengaku Mahasiswa Universitas Negeri Surakarta, MK malah justru mengabulkan Uji Materi terkait batasan usia 40 tahun, yakni norma pasal terkait batas usia 40 tahun sebagai syarat Capres dan atau Cawapres, MK menyatakan Inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai berusia 40 tahun atau sedang dan pernah berpengalaman menjadi kepala daerah dan atau jabatan lain yang dipilih melalui hasil pemilu.
Saya melihat MK tidak konsisten dan telah melanggar kode etik dan hukum acara MK, yakni terkait penetapan prinsip dan asas hukum open Legal Policy tersebut diatas, meskipun dalam perkara no 90 yang dikabulkan permohonannya oleh MK, terdapat Dissenting Opinion atau perbedaan pendapat diantara 9 orang hakim MK terkait open Legal Policy, 4 orang hakim menyatakan open Legal Policy dan 5 orang hakim menyatakan bukan open Legal Policy. Dari 5 orang hakim yang menyatakan bukan open Legal Policy, 2 orang hakim menyatakan pendapat atau alasan hukum yang berbeda meskipun menyatakan sependapat atau Concurring Opinion.
Saya berpandangan seharusnya Dissenting Opinion dan Concurring Opinion Hakim MK tersebut adalah terkait Legal Standing Pemohon atau kedudukan hukum pemohon yang tidak jelas status dan kedudukan pemohon sebagai mahasiswa universitas negeri Surakarta, seharusnya Hakim meneliti lebih detail terkait identitas pemohon tersebut secara detail dan seksama serta melihat secara detail dan seksama kedudukan hukum pemohon dalam kepentingannya sebagai pihak yang dirugikan secara konstitusional terkait batas usia 40 tahun sebagai syarat Capres cawapres.
Seharusnya Hakim MK menyatakan pemohon tidak memiliki Legal Standing atau kedudukan hukum sebagai pemohon karena pemohon tidak dirugikan secara konstitusional secara langsung, karena pemohon bukan calon presiden atau bukan pula calon wakil presiden yang diusung oleh Partai Politik.
Penulis : Saleh Hidayat / Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Damar Keadilan Rakyat (DKR) Sukabumi