SUKABUMIUPDATE.com - Sebelah selatan lapas pantai Jampang terdapat satu pulau bernama Pulau Christmas alias pulau natal, meskipun begitu penduduknya mayoritas adalah muslim berbangsa melayu. Meskipun secara jarak Pulau ini lebih dekat ke pantai Sukabumi, namun secara teritorial berada dibawah kekuasaan pemerintah Australia.
Penamaan pulau natal bukan berarti terkait perayaan natal, namun karena disinggahi oleh Kapten William Mynors pada 25 Desember 1643 dan dinamai Christmast Island. Sebagian orang berpendapat bahwa pulau ini adalah Nusa Larang yang disebutkan dalam pantun Bogor yang mengisahkan Raja Pajajaran Terakhir (Prabu Ragamulya) dalam pelariannya ke wilayah Ujung Genteng yang hendak menyebrang menggunakan kapal.
Namun rencana tersebut gagal karena datangnya badai dahsyat sehingga Prabu Ragamulya pun memilih Moksa/Ngahyang. Sementara itu di Sukabumi, meskipun mayoritas penduduk Sukabumi adalah muslim, namun natal dan tahun baru juga lazim dirayakan di jaman dulu.
Baca Juga: Fakta Menarik Gunung Padang Cianjur, Situs yang Diklaim Lebih Tua dari Piramida Mesir
Hal ini terutama terjadi di zaman kolonial mengingat penduduk Belanda dan sebagian orang Tionghoa dan sunda saat itu juga ada yang beragama Kristen Protestan atau Katolik. Tidak heran jika hingga kini banyak berdiri gereja di wilayah Kota Sukabumi dan juga di wilayah Kabupaten seperti Pangharepan Cikembar dan Cicurug.
Natal dan Tahun Baru dalam sebutan Belanda adalah Kerstmis en Nieuw Jaar sedangkan orang Inggris menyebutnya sebagai Christmast and New Year. Dua kegiatan ini seringkali disatukan perayaannya mengingat jaraknya tidaklah jauh dari tanggal 25 ke tanggal 31, pun di Sukabumi pada masa itu liburnya digabungkan.
Perayaan natal di Sukabumi pada masanya memang meriah karena banyak juga warga Batavia yang sengaja berlibur ke daerah “Boven” atau daerah dataran tinggi yang sejuk yaitu Sukabumi. Mereka juga merayakan seperti warga lokal, maka tak jarang Gedung disewa untuk perayaan natal seperti penggunaan Bioskop Standard di jalan Ciwangi pada perayaan Natal tahun 1931. Sedangkan perayaan tahun barunya diadakan di Gedung Capitol sehingga kemeriahannya tumpah kejalan Grote Postweg atau Jl. A. Yani sekarang.
Baca Juga: Jajal Tol Bocimi Seksi 2, Wisatawan Luar Kota Datang ke Sukabumi saat Tahun Baru
Bagi yang merayakannya, tahun baru dirasa sebagai selesainya pekerjaan di tahun sebelumnya sehingga harus dirayakan. Karena sifatnya umum, maka banyak pula warga muslim yang merayakan tahun baru ini sekedar keluar dan bergembira di alun-alun.
Kendati begitu warga muslim Sukabumi memiliki tahun baru yang lebih meriah yaitu 1 muharam yang sering dirayakan dengan arak-arakan dan pawai obor. Khusus komunitas Kristen di Sukabumi memang menyiapkan betul kegiatan supaya meriah, terkadang mereka menggalang dana untuk perayaan. Kegiatan perayaan ini selain di gereja dan Gedung juga dilakukan di Hotel, salah satu hotel yang menyediakan tempat untuk perayaan Natal dan Tahun Baru adalah Hotel Wanasari.
Bahkan pada malam natal tahun 1930 paduan suara jerman yaitu Weichnaconcert diundang untuk tampil dan mengadakan event di Sukabumi bertajuk Weichnafest. Sementara gereja-gereja dihias dengan meriah, disekitar altar ada bunga-bunga dan gemerlap cahaya.
Baca Juga: Ada Spanduk Ancaman Golput Gegara Jalan Rusak di Berekah Sukabumi, Ini Kata Kades
Gereja biasanya penuh sehingga Sebagian berdiri. Ritualnya biasanya ada misa dan juga pujian yang khusyuk, diikuti dengan pesta pohon natal untuk anak-anak bermain Bersama keluarga dan teman-temannya. Masyarakat Kristen Sukabumi dan dari luar bertemu para suster, Bersama anak-anak menyanyikan lagu Silent Night.
Salah satu pendeta yang terkenal khutbanhnya adalah Pendeta Hoevaners, yang seringkali diselingi pembagian permen dan bingkisan. Anak-anak menyanyikan lagu “De Lerderkens hingga pembagian bingkisan selesai dan orang-orang pulang dengan puas. Khusus pembagian paket bingkisan anak-anak dikordinasikan oleh Sister Gunning yang mengelola 3 lembaga social. Tak hanya makanan yang dibagikan, tapi juga selimut, kelambu, pakaian serta barang lainnya.
Suasana perayaan natal yang khusyuk ini berakhir Ketika masuknya tentara Jepang. Banyak orang Eropa ditangkapi dan dimasukan ke kamp interniran sehingga praktis perayaan natal tidak lagi berlangsung. Begitupun pasca proklamasi, mengingat situasi keamanan yang masih tidak stabil, Sebagian keluarga Kristen hanya melakukan perayaan di rumahnya masing-masing.
Baca Juga: Rekomendasi 5 Film yang Cocok Untuk Habis Malam Tahun Baru
Perayaan terbatas sempat diadakan saat Tentara Belanda menduduki Sukabumi tahun 1947, bahkan Piet Hitam (Zwarte Piet) sang pembantu Sinterklas berkeliling kota dalam rangka merayakan natal sambil membagikan hadiah.
Salah satu perilaku unik pada masa itu adalah ucapan selamat dari para pejuang kepada Belanda di Sukabumi. Hal ini dilakukan pada peringatan natal tahun 1948 oleh sekelompok pejuang yang menamakan dirinya sebagai Iblis Citarum.
Kemungkinan besar mereka adalah anggota laskar Citarum yang saat terjadi hijrah pejuang ke Yogyakarta, mereka tetap bertahan dan terus melakukan perlawanan kepada pasukan Belanda. Pada akhir perjuangannya terjadi friksi antara brigade Citarum dengan TNI terkait perjanjian Renville sehingga sebagian daripada pasukannya dianggap pemberontak.
Baca Juga: PPKM Dihentikan, Masker dan PeduliLindungi Kini Hanya Anjuran
Keunikan perilaku Pasukan Citarum ini adalah dengan memasang sejumlah pamphlet disepanjang jalan kereta api di Sukabumi. Isi Pamfletnya adalah Ucapan Selamat Natal dan tahun baru kepada Belanda.
Namun selain ucapan tersebut disertai pula ramalan yang mereka cantumkan mengenai keberadaan Belanda. Didalam pamflet tersebut disebutkan bahwa 100% Indonesia merdeka dan pasukan Belanda akan mundur dari Indonesia pada tahun 1949.
Faktanya ramalan tersebut memang tidaklah meleset, sesudah perjanjian meja bundar di Denhaag pada tahun 1949, Belanda kemudian mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia Serikat dan pasukannya ditarik mundur. Suatu kebetulan yang unik yang terjadi pada natal dan tahun baru di Sukabumi dimasa peperangan.
Penulis: Irman Firmansyah, Pengamat Sejarah Sukabumi
(Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis)