SUKABUMIUPDATE.com - Kepemimpinan seseorang akan diuji lewat konsistensi. Konsistensi ini maksudnya kesesuaian antara yang dikatakan dengan yang dilakukan. Konsistensi ini menjadi barang mahal di negeri ini. Apalagi jika hal itu dikatakan oleh seorang pejabat yang sedang berkuasa. Jika sesuai antara yang dikatakan dengan yang dilakukan maka apresiasi dari rakyat akan muncul. Namun, jika kebalikan maka sumpah serapah rakyat akan datang menggulung.
Telinga rakyat itu seperti iklan Mie instan sambung menyambung dari Jampang hingga Cimelati dari Selatan sampai ke Uatara. Euforia Rakyat kecil terus menggema. Mulai dari media sosial hingga ke Warung-warung kopi. Mereka mendesak Bupati Marwan Hamami untuk mundur dari jabatannya. Marwan dinilai tidak mampu mengemban tugas dengan baik selama dua tahun kepemimpinannya.
Muncul pertanyaan di benak kita bahwa mengapa di usia yang begitu muda bagi sebuah pemerintahan sudah ada gejolak untuk menurunkan pemerintahan terpilih. Apalagi secara jelas pemerintahan ini memperoleh dukungan hingga 50% pada Pilkada tahun 2015 lalu.
Jawabannya ada dua hipotesis mengenai hal ini. Pertama, apakah masyarakat yang salah karena mereka tidak sabar akan perbaikan Kabupaten Sukabumi ini. Kedua, ataukah pemerintahan sekarang ini yang tidak mampu melakukan perbaikan.
Mari kita cermati bahwa ketika kita bicara tentang perbaikan secara otomatis berhubungan dengan beberapa hal yaitu WHAT (perbaikan yang seperti apa), HOW (bagaimana perbaikan ini di lakukan), WHO (siapa yang melakukan perbaikan), dan WHEN (kapan perbaikan itu dapat diwujudkan). Dengan merefleksikan empat kerangka utama tersebut terhadap perbaikan yang ingin dicapai oleh pemerintahan sekarang ini maka kita akan dapat mengukur sejauh mana tingkat rasionalitas dari janji tersebut.
Angan-angan
Sebetulnya memberi angin segar dan angan-angan perbaikan pada kondisi terpuruk Kabupaten Sukabumi tidaklah patut untuk disalahkan. Hal ini merupakan sebuah kewajaran dan patut untuk didukung. Akan tetapi ketika angin segar tersebut berlalu begitu saja dan yang ada hanya tinggal janji. Maka tidaklah haram juga hukumnya jika sebagian masyarakat Sukabumi menuntut Pemimpin mereka untuk menepati janjinya.
Di sadari atau pun tidak ternyata hal inilah merupakan salah satu faktor yang kemudian menuai berbagai gejolak atas pemerintahan ini. Banyak ahli berpendapat bahwa Bupati Sukabumi tidak konsisten dengan janjinya. Salah satunya adalah seorang pengamat Kebijakan publik Bayu Risnandar mengatakan di Media bahwa Persoalan rendahnya penyerapan anggaran memberi gambaran tentang lambannya realisasi program atau kegiatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi saat ini. Bayu menilai dari pagu anggaran yang terserap, Belanja Langsungnya hanya 44,19 persen.
Sementara waktu yang tersisa hanya kurang dari dua bulan. Belum lagi persoalan genjotan (akselerasi) dalam rangka memperkuat atau meningkatkan serapan anggaran sehingga prinsif Periodisitas dalam penyusunan anggaran tidak terpenuhi. Kata Bayu.
Oleh karena itu harusnya pemerintahan sekarang ini dapat memberikan indikator maupun parameter yang jelas mengenai ketercapaian yang telah diwujudkan selama ini. Sehingga tidak menyebabkan multitafsir dikalangan masyarakat. Boleh saja pemerintah mengklaim bahwa pemerintahan telah mencapai hasil kerja prioritas. Akan tetapi karena ketidakjelasan parameternya masyarakat tetap menganggap belum merasa atau bahkan belum melihat perubahan apapaun.
Tidaklah relevan jika janji pemerintah tersebut begitu melangit sedangkan realisasinya tidak membumi kepada masyarakat. Pada dasarnya Rakyat tidak butuh umbar janji , melainkan pembuktian perbaikan secara jelas, terukur, dan rasional sehingga keinginan masyarakat yang sejahtera dan Sukabumi yang lebih baik itu dapat segera terwujud.