SUKABUMIUPDATE.com - Pesan dari rapat pleno Golkar cukup jelas. Idrus Marham diangkat sebagai PLT ketum Golkar dalam durasi yang sangat singkat: sampai praperadilan yang kedua atau sampai munaslub. Jika munaslub tak terhindari, besar kemungkinan berlangsung di tengah Desember 2017.
Bagaimanakah wajah Golkar paska Munaslub? Siapakah pemimpin baru Golkar? Mampukah Golkar terkonsolidasi cepat, sehingga melejit di Pilkada 2018 dan Pilpres/ Pileg 2019.
Per- hari ini, dua tokoh utama yang akan bertarung adalah Idrus Marham dan Airlangga Hartato. Mereka dibayangi dua calon lain: Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo.
Agar kokoh cepat terkonsolidasi dan melejit kembali bagaimanakah pertarungan munaslub itu sebaiknya?
Satu konsep perlu diperkenalkan dalam kosa kata politik Indonesia masa kini: Coopetition. Ini gabungan antara kata cooperation (kerjasama) dan competition (persaingan).
Konsep ini evolusi dari kebijakan berkompetisi. Tak terhindari karena berbeda konsep, kepentingan, target, kompetisi itu terjadi. Namun banyak kompetisi yang berakhir zero sum games: yang satu menang mendapat semua. Yang kalah musnah, binasa atau dibinasakan.
Coopetion adalah mekanisme kompetisi yang berujung win win solution. Aneka pihak tetap mencari titik kerjasama walau tetap berkompetisi. Coopetition kini dianggap lebih unggul ketimbang kompetisi murni. Publik luas lebih diuntungkqn oleh coopetition karena bersinerji positifnya pihak yang berkompetisi.
Di dunia bisnis, ini terjadi antara mobil citroen dan toyota. Dua jenis mobil ini memilih kerjasama untuk riset dan memproduksi satu komponen penting mobil yang bisa membuat kualitas mobil mereka melompat.
Komponen bersama yang mereka hasilkan secara kerja sama sangat membantu kedua jenis mobil itu. Citroen pun meningkat menjad Peugeout 107 dan Citroen C1. Sementara komponen yang sama meningkatkan toyota menjadi Toyota Aygo.
Setelah keluar dua produk baru, hasil kerjasama, masing masing jenis mobil itu kembali berkompetisi berebut pembeli. Kerjasama tak menghalangi persaingan. Atau persaingan mereka ternyata lebih produktif dengan mencari elemen yang bisa dikerjasamakan.
Kasus Citroen dan Toyota itu contoh kerjasama ada di awal lalu diakhiri dengan persaingan. Bisa juga persaingan itu di awal tapi diakhiri dengan kerjasama.
Saya membayangkan team Idrus Marham dan team Airlangga Hartoto memilih coopetition itu. Mereka bersepakat bersaing di Munaslub. Namun sudah ada juga pembicaraan di awal. Siapapun yang terpilih, dua tokoh ini tetap bekerja sama dengan saling mengajak, demi konsolidasi Golkar yang lebih cepat dan kuat.
Posisi apa yang disepakati untuk Airlangga Hartato jika Idrus menang? Atau posisi apa yang disepakati untuk Idrus Marham jika Airlangga yang menang? Soal itu biarlah menjadi kesepakatan mereka.
Jika ini terjadi, coopetition yang mereka mulai akan menjadi tradisi politik yang sehat terutama untuk partai dan masyarakat yang terfragmentasi.
Konsolidasi Golkar akan lebih cepat terjadi. Semua potensi kekuatan di balik dua tokoh itu akan bersinerji, bukan saling meniadakan. Paska Munaslub, Golkar cepat terkonsolidasi.
Kerja selanjutnya, tinggal membuat ikhtiar agar Golkar keluar dengan branding baru paska Munaslub.
Bagaimana jika Setya Novanto menang di pra peradilan dan Munaslub tidak terjadi? Dengan sendirinya coopetion antara Idrus Marham vesus Airlangga Hartato juga tak terjadi.
Mungkinkah Setya Novanto menang di pra peradilan dan tiada munaslub di Golkar hingga 2019? Itu sudah di luar analisa tulisan yang berjudul Coopetition ini.