SUKABUMIUPDATE.com - Tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Sukabumi 2018 telah memasuki masa pendaftaran pasangan calon perseorangan, kemudian pada bulan Januari 2018 memasuki tahapan pendaftaran pasangan calon yang diusung dan didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sampai saat ini, belum ada pasangan calon dari jalur perseorangan yang mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum KPU) Kota Sukabumi. Persyaratan untuk pasangan calon perseorangan dapat dikatakan lebih berat daripada pasangan calon yang diusung dan didukung oleh partai politik, mereka harus menyiapkan sekitar 22.000 fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dilengkapi dengan pernyataan dukungan asli oleh para pemilik KTP tersebut.
Genderang Pilkada Kota Sukabumi tahun 2018 akan lebih banyak ditabuh oleh partai-partai politik yang ada di Kota Sukabumi. Dengan demikian, peta politik statis: perolehan suara pada penyelenggaraan pemilihan umum legislatif tahun 2014 sangat memengaruhi konstelasi gabungan atau koalisi partai politik untuk mengusung dan mendukung pasangan calon di Pilkada 2018 ini. Wacana ini menguatkan pandangan hampir setiap elit dan pengurus partai politik yang sering terjebak oleh sangkaan bahwa kemenangan Pilkada tidak ditentukan oleh partai politik mana yang mengusungnya melainkan oleh figur atau ketokohan calon.
Harus diakui, pandangan yang menyebutkan kemenangan pasangan calon dalam Pilkada ditentukan oleh figur calon merupakan anggapan mengambang yang kurang didukung oleh data dan perkembangan politik dinamis. Bahkan jika saja kita mau jujur menjawab pertanyaan ini: Siapakah figur atau orang yang dianggap sebagai tokoh penting di Kota Sukabumi ini? Atau apakah Kota Sukabumi –memang- masih memiliki seorang atau beberapa orang figur yang dapat dikatakan sebagai seorang tokoh dan memiliki pengaruh besar di mata masyarakat? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut bisa saja bersifat subyektif sebab pada zaman ini tokoh bisa diciptakan, bahkan tidak sedikit orang yang cenderung menokoh-nokohkan diri sendiri.
Sejarah penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Sukabumi telah mencatat, selalu dimenangkan oleh pasangan calon yang diusung dan didukung oleh gabungan atau koalisi partai politik yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilu Legislatif empat tahun sebelumnya. Artinya, kemenangan pasangan calon dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah lebih besar dipengaruhi oleh kekuatan mesin partai politik yang mengusung pasangan calon tersebut.
Pada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2008, pasangan Muslikh Abdussyukur dan Mulyono meraih hinggal 50% suara, pasangan ini diusung oleh tiga partai politik: Partai Golkar, PAN, dan Partai Demokrat. Perolehan suara ketiga partai politik dalam Penyelenggaraan Pemilu Legislatif tahun 2004 di Kota Sukabumi yaitu: Partai Golkar: 43.717 (28,8%) – saat itu Partai Golkar menempatkan 9 anggota legislatifnya di parlemen. Partai Demokrat: 12.279 (8,08%) dengan perolehan 3 kursi. PAN meraih suara sebanyak 8.205 (5,42%) dan menempatkan 3 anggota legislatif di DPRD Kota Sukabumi. Jumlah keseluruhan kursi legislatif yang ditempati oleh koalisi atau gabungan partai politik ini sebanyak 15 kursi dan telah membawa kemenangan pasangan Muslikh-Mulyono hingga meraih sebanyak 73.609 suara (50,63%) dalam Penyelenggaraan Pilkada 2018.
Koalisi PKS dan PDI Perjuangan mengusung Yudi Widiana Adia (Sekretaris Umum DPW PKS Jabar) dan Iwan Kustiawan (Wakil Walikota Sukabumi) saat itu meraih 40.776 (28,04%). Perolehan kedua partai politik pada Penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004 meraih 4 kursi oleh PKS dan 3 kursi oleh PDIP. Kemudian diikuti oleh dua pasangan calon lainnya yang meraih suara kurang dari 25% dari total suara sah.
Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2013, Pasangan Muraz-Fahmi yang diusung oleh Partai Demokrat, PKS, dan didukung PKB meraih 55.347 suara. Perolehan suara ketiga partai politik dalam Penyelenggaraan Pemilu Legislatif Tahun 2009 yaitu: Partai Demokrat meraih 30.006 suara (20,85%), PKS 17.381 suara (12,08%). Kedua partai pengusung ini menempatkan 12 anggota legislatifnya di DPRD Kota Sukabumi. Pasangan Mulyono-Jona yang diusung oleh PDIP dan PPP meraih sebanyak 55.279 suara, kedua partai ini memperoleh 7 kursi pada Penyelenggaraan Pemilu Legislatif Tahun 2009.
Pergerakan mesin politik dan perolehan suara pada penyelenggaraan pemilu legislatif sebagai kekuatan politik statis dan dinamis memberikan pengaruh signifikan terhadap perolehan suara dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah. Bahkan jika kita melakukan komparasi dengan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sukabumi tahun 2015 gabungan partai politik pengusung pasangan calon Marwan-Adjo terdiri dari Partai Golkar, Demokrat, Gerindra, PPP, dan PKB meraih hingga 50.45% suara dari total suara sah.
Bagaimana dengan Pilkada Kota Sukabumi 2018
Sampai saat ini, masing-masing partai politik masih membangun kekuatan. Bahkan para bakal calon yang telah mendaftar ke partai politik pun masih sangat bersikap hati-hati dalam menentukan sikap. Peta politik statis sebagai barometer kekuatan partai politik yang akan mengusung bakal pasangan calon walikota dan wakil walikota dapat dilihat dari hasil perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 sebagai berikut: NasDem: 5.737 suara (1 kursi), PKB: 5.509 suara (1 kursi), PKS: 16.926 suara (3 kursi), PDIP: 27.196 suara (6 kursi), Golkar: 27.589 suara (6 kursi), Gerindra: 20.378 suara (4 kursi), Demokrat: 16.635 suara (4 kursi), PAN: 12.814 suara (3 kursi), PPP: 11.235 suara (3 kursi), Hanura: 19.179 suara (4 kursi), PBB:3.323 suara, dan PKPI: 1.657 suara.
Isu politik dinamis yang telah berkembang yaitu PPP dan PAN mendeklarasikan Koalisi MASAGI, kedua partai politik ini meraih 6 kursi dalam Pemilu Legislatif 2014. Namun tetap saja, deklarasi koalisi dua partai politik ini masih belum mencerminkan arah kepada bakal calon mana dukungannya akan diberikan. Isu politik lain yang sedang berkembang yaitu H.Muhamad Muraz sebagai incumbent tidak akan mencalonkan kembali pada Pilkada 2018, Demokrat memberikan dukungan kepada Andri Hamami untuk berpasangan dengan Achmad Fahmi dari PKS.
Isu pasangan FAHAM (Fahmi-Andri) telah menyebar secara luas di masyarakat. Jika bakal pasangan calon ini memang diusung dan didukung oleh PKS, Demokrat, dan PKB secara statis ketiga partai politik ini menduduki 8 kursi di parlemen. Peta politik statis tersebut tentu sangat dipengaruhi juga oleh politik dinamis di mana H. Andri Hamami masih memiliki kantung-kantung suara Golkar. Diakui atau pun tidak, H. Andri Hamami memiliki andil besar saat menahkodai Golkar hingga membawa Partai Golkar tampil sebagai partai pemenang dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kota Sukabumi.
Hanafie Zein sebagai bakal calon yang mendaftar ke PDIP juga harus bersaing ketat dengan pendaftar lain, Nova. Isu politik dinamis yang berkembang, PDIP akan membangun koalisi dengan Partai Golkar. Jika koalisi atau gabungan partai politik ini terbentuk maka 12 kursi sudah menjadi modal awal sebagai syarat pencalonan yang telah mereka miliki. Namun sejarah Pemilihan Kepala Daerah yang dilalui oleh PDIP sejak tahun 2008, partai ini cenderung memberikan dukungan kepada bakal calon yang memiliki elektabilitas tinggi sesuai dengan hasil survey dari DPP dan arahan elit partai di pusat. Begitu juga dengan Golkar, kasus yang menimpa Setya Novanto akan sangat memberi dampak terhadap opini yang berkembang di masyarakat terhadap partai ini. Harus diingat, Pemilihan Kepala Daerah bukan perhelatan ambisius pribadi, Pilkada sangat dipengaruhi oleh emosi masyarakat pemilih.
Mulyono sebagai ketua Partai NasDem masih harus terus berpikir keras, apakah ia akan mencalonkan diri melalui jalur perseorangan atau akan diusung oleh koalisi NasDem, PPP, dan PAN? Hal yang sama dihadapi oleh Gerindra dan Hanura, meskipun kedua partai ini menduduki 8 kursi di parlemen dan telah membuka pendaftaran bagi bakal calon namun masih berhati-hati dalam menentukan arah dan kebijakan partai.
Kehati-hatian yang dilakukan oleh setiap partai politik dalam menentukan koalisi dan memilih bakal calon yang akan diusung merupakan hal lumrah mengingat kemenangan dalam Pilkada selalu ditentukan oleh mesin partai, isu politik dinamis, dan ketepatan arah serta kebijakan partai. Bagi masyarakat sendiri, perhelatan Pilkada diyakini bukan sekadar kontestasi politik atau calon, masyarakat telah bersikap kritis dan cenderung memberikan pilihan kepada pasangan calon yang akan membawa Kota Sukabumi ke arah yang lebih baik di samping dipengaruhi oleh emosi; simpati dan empati kepada pasangan calon.