SUKABUMIUPDATE.com - AMSI dan Komisi Informasi Jabar mendorong lembaga negara dan lembaga pengguna anggaran negara lainnya lebih terbuka. Sikap tertutup dari penyelenggaraan lembaga-lembaga tersebut tak hanya melanggar aturan, malah menjadi masalah dan berpotensi koruptif.
Bahasan ini mengemuka dalam Talk Show Keterbukaan Informasi dari Sudut Pandang Kebutuhan Pemberitaan, di kantor KI Jabar, Jalan Turangga, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat kemarin. 30 April 2021. Diskusi ini mengupas implementasi dari Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Keberadaan undang-undang ini tidak membuat badan publik lebih terbuka dengan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Faktanya masih banyak lembaga pemerintah yang dibiayai oleh uang negara merasa repot menjalankan keterbukaan informasi kepada publik sebagaimana amanat dari undang-undang ini.
Badan publik terkesan hanya mau terbuka pada informasi yang bersifat seremonial, bukan substansi. Dalam diskusi disebutkan bahkan jarang ada pemda dan lembaga negara terbuka soal angka-angka APBD dan turunannya, padahal semua pos anggaran itu diperuntukkan bagi layanan masyarakat.
Baca Juga :
"Ketertutupan ini mendekatkan pada korupsi. Padahal jika bersih, tidak perlu merasa risih," ujar Ketua Komisi Informasi Jawa Barat Ijang Faisal, dalam Talk Show tersebut dikutip dari rilis AMSI.
Lembaga negara mulai dari legislatif, eksekutif, yudikatif, dan badan-badan yang dibiayai oleh negara semestinya terbuka soal semua informasi yang dibutuhkan masyarakat, tak terkecuali soal anggaran.
Hadir sebagai pembicara lainnya dalam talk show ini Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Dr Dadang Rahmat Hidayat, Pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Pusat Roni Kusuma. Acara kerjasama AMSI Jawa Barat dan Komisi Informasi Jawa Barat ini dimoderatori oleh Ketua AMSI Jabar Riana A Wangsadireja.
Dadang Rahmat Hidayat dalam pemaparannya berpendapat pemerintah Indonesia sudah memberikan jaminan ruang agar masyarakat dapat memperoleh informasi. Jaminan keterbukaan informasi itu, diantaranya adanya No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan lainnya.
Namun faktanya masih banyak informasi penting tak tak sampai kepada masyarakat. Ada dua masalah penting di era keterbukaan informasi yang menurutnya menjadi sumbatan mengalirnya informasi.
Pertama, keterbukaan itu tak didapatkan dari lembaga-lembaga publik. Alasannya beragam, mulai dari tidak terbiasa membuka informasi yang selama ini disimpan rapat, sampai risiko yang bakal dihadapi jika keterbukaan itu dilakukan.
Kedua, kemampuan media dalam mengolah informasi untuk kepentingan masyarakat. "Jadi bisa saja, lembaganya yang susah untuk terbuka. Atau kalau lembaga sudah memberikan data, tapi medianya yang menutupi, tidak menyampaikan kepada masyarakat," ujarnya.
Roni Kusuma, pengurus AMSI pusat, juga merasakan media masih kerap mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi dari lembaga negara. Padahal, selain ada UU Keterbukaan Informasi Publik, media juga memiliki undang-undang yang memberikan jaminan bisa memperoleh informasi.
Menyoal kualitas media yang terkadang menyampaikan informasi sumir, AMSI sejak didirikan terus mendorong untuk memproduksi informasi berkualitas. "Informasi yang salah itu tidak saja berdampak buruk terhadap objek, tapi juga lembaganya (media). Makanya, kami terus mendorong media-media untuk memproduksi berita berkualitas," ujarnya.
Acara diskusi ini, sepakat mendorong kepada lembaga publik dan media untuk terbuka menyampaikan informasi yang dibutuhkan publik dan juga berkualitas.