SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna atas dugaan korupsi izin pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda, Cimahi, Jawa Barat. Ajay Priatna diduga menerima uang sebesar Rp 420 juta dari total Rp 3,2 miliar suap yang dijanjikan.
"Dugaan Wali Kota melakukan korupsi dalam proyek pengadaan pembangunan rumah sakit di Cimahi," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangannya Jumat, 27 November 2020.
Dikutip dari Tempo.co, Ajay merupakan Wali Kota Cimahi ketiga yang ditangkap komisi antirasuah. Pada 2016, Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija dan suaminya yang juga mantan Wali Kota Cimahi, M. Itoc Tochija juga ditangkap KPK. Berikut profil dan detail kasus ketiga wali kota tersebut.
1. Ajay Muhammad Priatna
Ajay ditangkap KPK di Bandung pada Jumat, 27 November 2020 sekitar pukul 10.20 WIB. KPK juga menangkap sembilan orang lainnya yang terdiri dari pejabat Kota Cimahi dan sejumlah pihak swasta.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membenarkan KPK menyita uang senilai Rp 420 juta dari operasi tangkap tangan itu. Adapun pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan lembaganya juga sempat menyita beberapa dokumen keuangan dari pihak rumah sakit yang diduga terkait kasus ini.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Ajay tercatat empat kali menyetor jumlah harta kekayaannya. Laporan pertama diserahkan pada 21 September 2016 saat baru menjabat sebagai wali kota dengan harta Rp 7,9 miliar.
Setahun kemudian hartanya meningkat lebih dari 2 miliar. Pada laporannya 31 Desember 2017, harta kader PDIP ini berjumlah Rp 10 miliar lebih. Dia menyerahkan laporannya yang ketiga pada 31 Desember 2018 dengan harta Rp 7,9 miliar.
Terakhir pada 21 Februari 2020, total hartanya Rp 8,1 miliar. Dalam laporan itu hartanya didominasi oleh kepemilikan sepuluh bidang tanah dan bangunan yang ditakhir berharga Rp 7,3 miliar. Tanah dan bangunan yang dimilikinya tersebar di daerah Cimahi, Bandung dan Sukabumi.
Ajay juga memiliki harta berupa lima unit mobil seharga Rp 3,6 miliar. Lalu harta bergerak lainnya seharga Rp 200 juta. Kas dan setara kas Rp 1,8 miliar dan utang sebanyak Rp 4,8 miliar.
Sebelum terjun ke politik, Ajay adalah seorang pengusaha. Ia pernah menjabat sebagai ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jawa Barat. Ajay merupakan wali kota yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Ia juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDIP Kota Cimahi. Dalam keterangannya kepada wartawan, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengatakan partai tak akan memberikan bantuan hukum dan memberhentikan Ajay secara tidak hormat.
2. Atty Suharti Tochija
Atty Suharti Tochija menjabat Wali Kota Cimahi periode 2012-2017. Ia merupakan wali kota kedua menggantikan suaminya, Itoc Tochija. Atty dan Itoc ditangkap KPK pada Desember 2016. Pada Desember 2017, Atty divonis empat tahun penjara dari tuntutan jaksa lima tahun penjara.
Jaksa mendakwa Atty menerima hadiah uang komitmen fee secara bertahap dari dua pengusaha, yakni Hendriza Soleh dan Triswara Dhanu Brata sebesar Rp 2,4 miliar ditambah Rp 500 juta. Duit itu untuk memuluskan proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Cimahi tahun 2015.
Dalam berkas dakwaan, jaksa menyebut uang yang diterima Itoc dan Atty itu diduga digunakan untuk dana kampanye Atty yang sedianya akan mencalonkan kembali menjadi Wali Kota Cimahi tahun 2017.
3. Itoc Tochija
Itoc merupakan Wali Kota Cimahi pertama. Ia menjabat pada 2002-2007 dan 2007-2012. Itoc ditangkap KPK bersamaan dengan istrinya, Atty Suharti pada Desember 2016.
Ia kemudian didakwa atas dua kasus berbeda. Kasus pertama adalah suap yang juga menjerat Atty, yakni dugaan suap proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Cimahi. KPK mendakwa Itoc terbukti menerima suap sebesar Rp 6 miliar. Pada Desember 2017, Itoc dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung. Ia divonis 7 tahun penjara.
Adapun kasus kedua terkait dugaan korupsi pembangunan Pasar Raya Cibereum pada 2006. Kasus kedua ini ditangani Kejaksaan Negeri Cimahi pada Agustus 2019.
Dalam proyek ini, Pemerintah Kota Cimahi memberikan penyertaan modal sebesar Rp 87 miliar kepada rekanan pengusaha. Itoc diduga memaksakan proyek tersebut kendati ada permasalahan lahan.
Dalam persidangan, Itoc membantah mengetahui bahwa lahan tersebut bermasalah. Kejaksaan menyebut perbuatan Itoc menyebabkan kerugian negara hingga Rp 37 miliar lebih.
Belum kelar menjalani hukuman dan proses hukum kasus keduanya, Itoc meninggal di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung pada Sabtu, 14 September 2019. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Abdul Aris ketika itu menyebut Itoc meninggal karena sakit jantung.
Sumber: Tempo.co