SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku belum bisa menanggapi soal terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2020. Instruksi ini berisi penegakan protokol kesehatan untuk pengendalian Covid-19 yang salah satunya isinya mengatur sanksi ancaman pemberhentian kepala daerah yang melanggarnya.
Dikutip dari Tempo.co, Emil, sapaan akrab mantan Wali Kota Bandung ini mengatakan persoalan tersebut harus dilihat secara komprehensif.
"Karena begini, harus dilihat secara komprehensif, adakah perilaku tercela dari kepala daerah yang melanggar hukum. Biasanya pemberhentian itu, dalam definsi itu, biasanya diproses dengan pemberhentian. Tapi kalau ada dinamika seperti ini, nah itu yang besok kita akan elaborasi," kata Emil, Kamis, 19 November 2020.
Emil mencontohkan terjadinya unjuk rasa. "Contoh demo, kumaha itu, kerumunan kan. Masa setiap ada demo, kalikan semua, terus kepala daerahnya harus bertanggung jawab secara teknis,” kata dia.
Ia mengatakan sudah mengirimkan instruksi untuk pelaksanaan tahapan pilkada. Tiga daerah yang melaksanakan pilkada langsung tahun ini, saat ini masuk dalam zona merah yakni Kabupaten Bandung, Karawang, dan Kabupaten Tasikmalaya.
BACA JUGA: Enam Instruksi Mendagri untuk Kepala Daerah Soal Prokes, Termasuk Pembubaran Kerumunan
"Di beberapa daerah yang zona merah seperti Kabupaten Bandung, Tasikmalaya itu sudah diinstruksikan untuk mengantisipasi menjelang hari pencoblosan, (dengan) proses-proses pengurangan intensitas kegiatan. Itu arahan kami," kata Emil.
Emil mengatakan, salah satu kegiatan yang diminta dikurangi intesitasnya itu adalah kampanye. “Karena Covid itu akan, tinggi intensitas kegiatan, akan tinggi pula intensitas penularan. Jadi kepada yang pilkada sedang zona merah, arahan kami adalah mengurangi yang namanya intensitas kegiatan kampanye,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meneken instruksi untuk para gubernur, bupati, dan wali kota buntut sejumlah kerumunan yang terjadi belakangan ini. Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 itu diteken pada Rabu, 18 November 2020 dan memiliki enam poin.
Tito mengatakan berbagai langkah telah dilakukan secara sistematis dan masif dengan mengeluarkan biaya yang besar, termasuk dari pajak rakyat. Kepala daerah, kata dia, juga perlu menghargai kerja keras dan dedikasi bahkan nyawa para pejuang yang telah gugur terutama para dokter, perawat, tenaga medis lainnya, anggota TNI/Polri, dan relawan serta berbagai elemen masyarakat.
Menurut Tito, perlu langkah-langkah cepat, tepat, fokus, terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyikapi kebijakan yang telah terbit untuk mencegah penyebaran Covid-19 di daerah. Ia mengatakan pemerintah telah menerbitkan serangkaian peraturan untuk pencegahan penyebaran Covid-19.
Yakni UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Kemudian Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Covid-19, dan Peraturan Mendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda.
Tito juga menyinggung kewajiban kepala daerah yang diatur dalam Undang-undang Pemda. Ia mewanti-wanti bahwa kepala daerah yang melanggar peraturan perundang-undangan bisa diberhentikan.
Sumber: Tempo.co