Dedi Mulyadi Minta Seleksi Masuk Kedokteran Diperketat Usai Kasus Asusila di RSHS

Sukabumiupdate.com
Kamis 10 Apr 2025, 20:13 WIB
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Sumber Foto: Biro Adpim Jabar)

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Sumber Foto: Biro Adpim Jabar)

SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyikapi kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Diketahui, korban dalam kasus ini seorang perempuan yang merupakan anak dari pasien di Rumah Sakit tersebut. Sedangkan terduga pelaku yakni seorang dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjajaran (Unpad) berinisial PAP (31 tahun).

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kasus tersebut harus menjadi bahan evaluasi terhadap lembaga pendidikan dalam mencetak seorang dokter. Menurutnya tindakan asusila tak sepatutnya dilakukan oleh seorang dokter yang profesinya sangat dipercaya masyarakat.

“Yang pertama itu adalah bahan evaluasi ya. Bahwa bagaimana sebuah lembaga pendidikan mengelola, dokter itu kan orang yang sangat dipercaya. Karena dia menyangkut keselamatan manusia bagaimana dia mendiagnosa, orang harus percaya dia menghasilkan obat, memberikan resep,” ujar Dedi saat ditemui di Kantor DPRD Kota Sukabumi, Kamis (10/4/2025).

Baca Juga: Selain Tata Ruang, Dedi Mulyadi Desak Evaluasi Izin Tambang di Sukabumi Jika Rusak Lingkungan

Ia menyampaikan bahwa dokter memegang peran sentral dalam menjaga keselamatan manusia. Pasien memberikan kepercayaan penuh saat menjalani pemeriksaan hingga operasi. Karena itu, dokter harus dipastikan punya integritas dan kondisi mental yang sehat.

“Dipercaya orang mau dibuka bajunya untuk diperiksa, orang mau dibuka celananya untuk diperiksa, orang mau telanjang badannya untuk dioperasi. Kan ini perlu orang-orang yang terpercaya," tutur KDM, panggilan akrabnya.

Dedi kemudian meminta langkah evaluasi harus dimulai sejak dalam tahap seleksi atau rekruitmen calon dokter di sebuah lembaga pendidikan yang akan mencetak seorang dokter.

“Nah kalau sekarang muncul dokter memiliki hasrat biologis ketika dalam keadaan praktik, itu harus dievaluasi rekrutmennya saat menjadi mahasiswa fakultas kedokterannya,” kata Dedi.

“Berarti tingkat seleksinya harus diperketat. Tidak boleh ada orang-orang lolos tes psikologi kedokterannya yang memiliki mental yang berbeda atau kelainan seksual,” tambahnya.

Menurutnya kasus seperti ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap dunia medis. Dedi khawatir masyarakat akan takut untuk berobat karena takut menjadi korban.

“Itu harus hati-hati karena ini menyangkut kepercayaan. Bagaimana kalau nanti semua orang takut dirawat di rumah sakit, yang nungguinnya takut, kan bahaya. Dulu kan kalau di rumah sakit takutnya aya jurigan (ada hantunya) kok hari ini dokternya seperti jurig. Ga juga ya jurig ga pernah merkosa,” pungkasnya.

Baca Juga: Pemkab Sukabumi Setop Sementara Aktivitas Tambang yang Diduga Cemari Sawah di Simpenan

Diberitakan sebelumnya, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol. Hendra Rochmawan mengatakan bahwa kasus ini mencuat setelah korban, seorang wanita berinisial FH, melapor ke pihak berwajib pada 18 Maret 2025.

Dalam laporannya, FH mengaku dibawa oleh tersangka dari ruang IGD ke lantai 7 Gedung MCHC RSHS sekitar pukul 01.00 dini hari dengan alasan pengambilan darah. Saat itu, tersangka juga melarang adik korban untuk ikut menemani.

"Sesampainya di ruang 711, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi dan melepas pakaian dalamnya. P.A.P. kemudian melakukan pengambilan darah dengan sekitar 15 kali tusukan, lalu menyuntikkan cairan bening ke infus yang membuat korban pusing dan tak sadarkan diri." ujarnya.

Polda Jabar Bongkar Kasus Dugaan Kekerasan Seksual oleh Dokter Residen di RSHS Bandung.Polda Jabar Bongkar Kasus Dugaan Kekerasan Seksual oleh Dokter Residen di RSHS Bandung.

Korban baru sadar sekitar pukul 04.00 WIB dan merasakan sakit di bagian sensitif saat buang air kecil. Kejadian ini kemudian diceritakan kepada ibunya dan dilaporkan ke kepolisian.

Dari hasil penyelidikan, polisi telah memeriksa 11 saksi serta mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain peralatan medis, obat-obatan seperti Propofol, Midazolam, Fentanyl, serta rekaman CCTV, pakaian korban, dan satu buah alat kontrasepsi.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun.

"Kasus ini masih dalam penanganan lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Polda Jabar menegaskan komitmennya dalam menangani kasus kekerasan seksual dengan serius dan transparan." tutup Kabid Humas Polda Jabar.

Berita Terkait
Berita Terkini